MN 15

10.4K 648 90
                                    

Ohayo! Jarjit balik lagi🥳

Pembaca baru atau pembaca lama mohon beri VOTE ya! Apalagi KOMENTARNYA! itu yang buat mood aku balik dan mungkin rajin update 🤧

Typo bertebaran!

Happy Reading!

***

"Padahal udah di rumah, tapi rasanya kaya belum pulang."

-GentalaMagma.

***

Ayara tengah berbaring di kasur empuk kamarnya. Matanya menatap langit-langit kamar sehingga pikirannya bisa terbang memikirkan hal yang tidak masuk akal, atau mungkin tidak ia ketahui?

"Gak. Gak mungkin, ayo Ayara! Jangan pikirin itu terus, itu bokap lo, gak seharusnya lo curigain dia," katanya sambil menepuk-nepuk kepalanya saat bayangan sesuatu hal yang janggal tak sengaja ia lihat.

Ayara tengah membawa dua gelas jus mangga untuknya dan untuk Sisil.

Baru saja ia hendak masuk, tapi urung karena mendengar suara sang Ayah yang entah sejak kapan berada di dalam kamarnya. Berdua, bersama Sisil.

"Kalau kurang, nanti ngomong aja sama saya. Saya akan tambah,"

Itulah suara yang Ayara dengar. Dan itu adalah suara sang Ayah? Kurang? Apa yang kurang? Dan apa pula yang ditambah? Bermacam-macam pikiran sudah menghantui Ayara.

Ceklek.

Pintu terbuka hingga Ayara bisa melihat wajah sang Ayah yang terlihat sangat panik?

"Ayah, ngapain di sini?" tanya Ayara basa basi sambil menaruh jus yang ia bawa di dekat Sisil.

"Ah, itu ... Oh iya, Ayah tadinya mau ngasih ini." Fahri merogoh saku celananya dan memberikan uang seratus ribuan sebanyak lima lembar. "Buat kamu jajan, biar nanti nggak minta lagi sama Bunda," katanya.

"Gak usah, Ayah. Uang aku masih ada, kok. Lagian Ayah tumben banget," kata Ayara masih dengan kebingungannya.

Fahri menggaruk tenguknya tak gatal. "Simpen aja, ya. Buat pegangan kamu," katanya sambil memberikan uang itu pada Ayara.

Ayara mengangguk. "Terima kasih, Ayah," kata Ayara sambil tersenyum.

"Sama-sama, udah sana lanjutin lagi berlajarnya. Ayah ke luar dulu, ya," ucap Fahri sebelum dirinya melenggang pergi dari hadapan Ayara dan Sisil.

Aneh lagi. Ayara justru malah melihat sang Ayah menatap Sisil sebentar.

"Ayah lo tajir, Ayara," celetuk Sisil dengan smiriknya.

Ayara bangkit. Ia duduk sambil memijit kepalanya yang sedikit pening. Sisil tidak boleh didiamkan. Dan Ayara harus mengetahui ada apa dibalik senyuman dan pertemuan Sisil dengan Ayah-nya tadi.

"Ayah gak mungkin selingkuh. Ayah gak sebejat itu buat ngeduain Bunda." Ayara kekeh tak mau membiarkan segala prasangka buruk hinggap dalam pikirannya.

MANTAN NERD Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang