(Dunia Nyata)
Saat aku duduk di kursi kayu, kepalaku tertunduk melihat ubin dan tak berani melihat ibuku yang sedang marah besar padaku. Kulirik sebentar, ternyata wajahnya merah, matanya melotot, dan suaranya semakin keras untuk memarahiku.Kata ibuku, diriku ini sudah besar, dan tentunya harus lebih mandiri. Giat belajar tanpa harus di suruh-suruh, tak perlu mainan ponsel serta bermain ke rumah teman selain ada tugas kelompok.
Aku terdiam membisu tanpa seutas kata apapun, sebab, ibuku sudah sering seperti ini. Kuanggap saja aku sedang mendengarkan radio yang kekurangan sinyal, lagi pula tatapan mata ibuku selalu tak jeli melihat keadaan anaknya.
Yah, setiap hari aku memang menuruti apa maunya, setiap hari aku belajar mengerjakan tugas di kamar, menghafal banyak rumus hingga larut malam dan tak terkira sampai ketiduran dan bermimpi aneh.
Memang beginilah aku, Freya Citra Purwanti yang kutu buku, kuper, suka berimajinasi, dan bermimpi.
Kelas Sepuluh E jurusan Ipa, aku sangat menikmati dalam bidang itu. Dari satu kelas yang terdiri dari 30 murid, hanya akulah yang paling pandai dalam Fisika.Tak heran bila guru-guru yang mengajar di bidang itu sangat menyukaiku, mereka adalah bu Mariah selaku guru Fisika, serta bu Lusiana selaku guru Matematika, dan besok adalah hari-hari dimana aku akan mendapati pengumuman anak-anak yang lolos dalam daftar ajang cerdas cermat tingkat kota.
Mereka banyak yang yakin, kalau akulah yang akan terpilih. Empat teman setiaku yang paling yakin adalah Laura Sintia, Erni Cantika, Farah Amelia, dan tentunya si gendut Tere Permata. Kami merapat di kelas, seperti satu geng persaudaraan sejati.
Berbagai macam sandiwara kita omongkan bersama kala istirahat di kelas maupun di kantin, Erni selalu berpenampilan cantik, berambut pirang, bertubuh seksi, dan selalu membawa kipas kemana-mana. Meskipun dia tak kepanasan, kurasa itu hanyalah bentuk ikon dari dirinya sendiri, serta sebagiannya adalah fashion.
Tempat duduk kami dalam satu bangku bersama, dengan kursi dibalik menghadap ke mejaku yang digabung dengan meja Laura.
“Frey, lo yakin bakal ikutan cerdas cermat?” Tanya Erni, kemudian Laura si cewek yang mempunyai mulut ceplas-ceplos itu menyahut di sampingku begitu saja.
“Tentu lah, kalau tidak ikut mana bisa buat kagum Erik.” Akupun tersentak oleh ucapan cewek mungil berwajah bulat dengan kaca mata minus yang bibirnya tipis setipis iphone 12 pro max. Lantas aku menilai kembali ucapan Laura Sintia yang bener-bener membuatku resah.
“Apa’an si, Gue sama sekali gak punya niatan apapun tau sama Erik.” Balasku. Farah si cewek pendek berambut kepang membalas.
“Lho kenapa? Erik kan suka sama cewek yang tipenya kek lo Frey, dia juga ganteng, pinter, baik lagi. Lo tau kan, Kalau Erik itu sukanya sama cewek yang suka belajar, berprestasi dan kutu buku, kaya lo gini. Udah sikat ajah tu cowok, sebelum direbut sama si Lady Rose Melinda anj*ng itu.” Aku terdiam tanpa seutas kata untuk menjawab ucapan Farah.
Memang, Erik Yudi Prasetyo adalah anak kelas dua belas A yang memiliki banyak sekali kelebihan. Selain wajahnya yang ganteng, otaknya yang pinter, hatinya yang baik, dia juga ketua Osis di sekolah ini.
Sebenarnya akhir-akhir ini banyak cewek yang suka sama cowok itu karena kelebihan-kelebihan yang dia miliki, bahkan di akhir bulan ini, dia mampu menunjukkan keahliannya dalam bermain sepak bola.
Menurut desas-desus yang kutahu, Erik juga akan ikut lomba cerdas cermat serta sepak bola yang dinanti-nantikan semua cewek-cewek halu di sekolah ini. Tapi sayangnya begitu banyak fans yang menggila dengannya, ada hal negatif yang senantiasa mengiringi cowok itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
FREY
Teen FictionHidup di dalam petemanan yang sportif membuat Freya begitu yakin bahwa dia bisa mendapatkan crush cinta pertamanya, Erik. Seorang ketua Osis yang super ganteng, cerdas, dan berprestasi. Tapi Freya rupanya tidak sendirian. Kelompok geng sekolah terp...