Sudah direncanakan dari jauh hari, Ailin dan Jessy memiliki janji untuk berolahraga di hari Minggu. Kebetulan sekali, kompleks perumahan mereka berdekatan, dengan begitu mereka bisa menghabiskan akhir pekan bersama.
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi, keduanya memutuskan untuk menetap di taman yang tak jauh dari rumah Ailin. Duduk diantara hamparan rumput hijau, tepatnya di bawah pohon besar. Pagi ini terasa begitu hangat dan sejuk.
"Haus sekali." tukas Ailin sambil mengipasi
"Sama aku juga. Tapi malas beli."
Mereka berdua terkekeh. Kalau sudah dapat tempat sejuk begini, mana mau bangkit lagi hanya untuk membeli minuman. Air minum mereka sama-sama sudah tandas sejak tadi, karena mereka lari cukup lama dan menguras tenaga.
"Sudahlah, nanti juga hilang." ucap Ailin.
"Minum air keringat masing-masing saja."
"Jessy, jorok ih!"
Jessy terbahak cukup keras. Ailin jadi ikut tertawa melihat tawa renyah temannya. Senang sekali rasanya bisa bercanda seperti ini. Jessy memang selalu berhasil menghibur nya.
Sedang enak-enaknya istirahat, Jessy melihat siluet Kairi dari arah jam 9. Setahu Jessy rumah Kairi cukup jauh dari daerah sini, kenapa laki-laki itu ada disini. Tak lama, Kairi menoleh. Jessy cepat-cepat menyusun strateginya. Tidak baik mengganggu pendekatan calon pasangan baru nanti. Ailin belum menyadari sama sekali keberadaan Kairi, karena terlalu sibuk meraup oksigen dibawah pohon.
Jessy bergegas beranjak dari duduknya, membuat Ailin menatapnya penuh tanya.
"Mau kemana?"
"Aku lupa, hari ini ada janji sama seseorang."
"Loh, katanya luang."
"Iya, maaf. Aku buru-buru. Selamat bersenang-senang."
"Jess! Jessy!"
Ailin terus memanggil Jessy yang tampak berlari kecil meninggalkan nya tanpa menghiraukan panggilan nya. Ia hanya bisa mendesah pasrah, kini dirinya ditinggalkan seorang diri.
Tak berselang lama, Ailin dikejutkan dengan kehadiran Kairi. Laki-laki itu sudah lebih dulu duduk disampingnya tanpa meminta izin terlebih dahulu.
"Kak Kairi?"
"Akhirnya kita bertemu kembali."
Ailin hanya memilih diam. Ia jadi berpikir jika Jessy bergegas meninggalkan nya karena ada laki-laki disebelahnya. Jessy kan sangat antusias sekali jika Ailin dekat dengan senior nya itu.
"Rumah kamu dimana?"
"Dekat sini, kak."
"Mau jalan-jalan bareng nggak? Sekalian beli minum. Haus kan?" tawar Kairi.
Ailin menggeleng, "Udah nggak."
Kairi tersenyum, "Kamu itu lucu sekali. Mau sampai kapan menolak terus?"
"Nggak tahu."
Tanpa basa-basi, pergelangan tangan Ailin dicekal dengan pelan. Gadis itu sempat mencoba menghempaskan, namun Kairi tidak mengizinkan untuk melepasnya.
"Jangan maksa, kak."
"Kakak udah ajak kamu baik-baik. Dan satu hal, kakak nggak suka bentuk penolakan."
Ailin tetap pada prinsipnya, dia tak suka dipaksa. Apalagi oleh orang yang baru dia kenal. Melihat bagaimana tatapan tak suka dari Kairi yang kini mengarah padanya, membuat Ailin semakin kesal.
"Kakak jangan seenaknya. Aku nggak suka dipaksa. Lagipula apa hak kakak maksa aku?"
Kairi tak menjawab, hanya saja raut wajahnya berubah. Dingin tak bersahabat. Ailin tak merasa takut sama sekali, karena bagaimanapun gadis itu harus mencari pembelaan diri.
Tanpa sepatah kata, Kairi melangkah pergi meninggalkannya. Membuat Ailin mendesah lega. Seharusnya akhir pekan dia habiskan dengan ceria. Pagi-pagi bertemu dengan Kairi malah menyulut emosinya.
***
Ailin pikir, Kairi akan pergi setelah dia bentak. Awalnya ia merasa tidak sopan terhadap kakak kelasnya karena berlaku cukup kasar didepan wajahnya. Namun, Ailin juga harus memperjelas jika dia memang tidak suka diperlakukan seenaknya oleh orang lain.
Tak disangka, Kairi kembali menghampirinya. Memberikan sebotol minuman isotonik padanya.
"Minum."
"Tidak perlu rep..."
"Minum. Nanti kamu dehidrasi."
Bentuk perhatian, namun Ailin belum mengerti arti dari tindakan Kairi.
"Terima kasih, kak."
Kairi bergumam sebagai respons.
Terdengar helaan nafas Kairi, hening sejenak. Tak ada yang memulai. Hingga beberapa menit berlangsung, Kairi lebih dulu buka suara.
"Kakak minta maaf soal tadi. Kamu benar, kakak emang nggak punya hak buat maksa kamu. Tapi, satu hal, Lin... Kakak bakal terus deketin kamu."
"Kak-"
"Jangan potong ucapan kakak. Sejak awal lihat kamu, kakak tertarik. Kamu berbeda dengan yang lain. Karena itu, kakak pengen kamu kasih kakak ruang dalam kehidupan kamu."
Ailin menatap Ailin. Matanya menyiratkan sebuah keseriusan cukup besar. Begitupun dengan Kairi yang balas menatapnya dengan penuh harap.
"Izinkan kakak buat mengenal kamu lebih jauh."
"Kalau aku menolak?"
"Kakak bakal terus kejar kamu, sampai hati kamu luluh."
Tidak semudah itu.
Ailin masih tetap pada pendiriannya. Tidak akan percaya pada seorang laki-laki dengan mudah.
"Aku nggak bisa, kak."
"Lin."
"Lebih baik kakak jangan buang-buang waktu untuk deketin aku. Bukan cuma aku satu-satunya perempuan di dunia ini. Kakak bisa dapetin yang lain."
"Tapi kakak mau kamu, Lin."
Mereka saling tatap. Keduanya saling menyelami arti tatapan lawan bicara. Ailin lebih dulu memutuskannya.
"Aku tetap menolak. Dan aku minta kak Kairi jangan ganggu aku lagi."
Satu kalimat penutup dari Ailin. Tanpa menunggu dan melihat respons dari Kairi, gadis itu sudah lebih dulu melenggang pergi dari sana. Meninggalkan Kairi yang tersenyum getir.
"Untuk kesekian kalinya."
Sudah dikatakan, Ailin itu sulit untuk didapatkan.
***
- To be continued -
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me How You Love Me, Kairi
Ficção Adolescente[ FOLLOW BEFORE READING ] Sebuah kisah tentang perjuangan Kairi mendapatkan hati adik kelasnya. "Pacar?" "Ngga punya, kak." "Yaudah, nanti kita atur tanggal baiknya." Copyright by Lynlyn 2024