1.Confes yang kesekian kali

7 0 0
                                    

Namanya Raskala, biasa dipanggil ala. Seseorang yang nyaris punya segalanya, nyatanya juga memiliki kekurangan dari sudut pandangnya sendiri. Jika dihitung, sudah sekitar 4 orang gagal ngejar dia disekolah termasuk Randy.

Bagi Randy, gak ada yang lebih spesial kecuali Raskala. Namun berbanding terbalik dengan Raskala, baginya yang spesial itu adalah kekayaan. Setidaknya ketika Ia patah hati, ia bisa menangis sambil bermandikan uang.  

Ada tugas tambahan buat osis hampir tiap hari, terlebih ketika mereka memegang kendali untuk setiap acara seperti hari guru atau kemerdekaan. Setiap kegiatan adalah ide khusus dari mereka.

Banyak juga orang yang suka ngata-ngatain anak OSIS, katanya kumpulan pembantu sekolah.

"Ke-8 kalinya lo nolak gue Ala," tatap Randy lirih, dirinya bak anak ayam yang ditinggalkan induknya, Menciut.

"Maaf."

Sejujurnya Ala bosan menjelaskan pada Randy, bukannya luluh dirinya malah makin ingin menjauh. Dekat bukan berarti harus jadian, pacaran merugikan Ala. Randy tidak paham dengan maksud Ala, pikirnya dikejar akan membuatnya merasa dicintai dengan tulus, tapi Ala sudah lama hilang rasa. 'ilang feeling maybe'

"Gue anter pulang ya?" tawar Randy, senyumnya memudar diakhir kata.

"Gue bisa sendiri."

Dicintai seseorang itu bukan hal yang mudah, bukan juga hal yang sulit. Tergantung pada tempat dan situasi. Dan untuk saat ini bukan waktu yang tepat untuk menciptakan rasa itu tumbuh.

Raskala melajukan motornya, meninggalkan Randy dengan perasaan berkecamuk. Memerlukan waktu sendiri, Itu yang didapati Ala setelah tadi melihat perubahan raut wajah Randy setelah menolaknya.

Tidak lebih, Randy sudah dianggap Ala sebagai partner berbagi kisah sebatas teman, publik speaking, Matematika, Seni, selaku pengurus osis juga. Tertawa atau berbicara pun ia pasang garis panjang dan lebar sebagai pembatas.

Sedari tadi, matanya tak henti menatap jam tangan hijau miliknya, sudah 10 menit lebih ia berkendara. Saat keluar dari lingkungan sekolah motornya dibawa santai, bukan tipikalnya kebut-kebutan dijalan.

Segerombolan motor besar berada tepat dibelakang Ala, awalnya Ala tidak memperhatikan karna kondisi jalanan yang hampir macet. Formasi mereka membuat Ala terkepung saat berada dilampu merah, pikirnya itu mungkin saja kebetulan. Jalanan kembali lancar ketika lampu berubah hijau, Ala mulai kaget ketika salah satu dari mereka menghadang ke depan tepatnya tikungan sepi.

"Turun dong kak," Benar saja kan. Situasi seperti ini memang sering dihadapinya, namun persiapan kali ini belum matang dikarenakan Ala sudah gemetar duluan akibat perutnya belum terisi sejak siang. Bagaimana menghadapi mereka yang kekar berisi. Pasrah.

Jumlah semuanya sekitar 18 orang dengan perempuan, tatapan mereka tertuju hanya pada Ala. Siap-siap jika ada kemungkinan kabur.

Saat Ala turun, dua perempuan berambut bondol memegangi tangannya. "Apaan sie, lepasin." Ucap Ala kemudian, mata Ala tak bisa berbohong, jelas ada rasa takut dan lapar tentunya.

"Ikut kita!"

Ala membiarkan kakinya dituntun menaiki motor besar milik salah seorang perempuan,
helm hitamnya tak dibuka sedari tadi. 'Harusnya bisa lompat nanti'

"Bonceng 3 aja," suruh seorang pada Ala yang hendak dibantu naik.

'Mateng dah'

Markas bernuansa gelap, yang baru saja mereka datangi tampak tak asing dimata Ala. Jalannya dituntun sangat pelan, perbuatan mereka serasa terencana dengan backingan pastinya. "Duduk aja Ala," ucap perempuan yang memegangi tangannya daritadi. Refleks terduduk. Entah darimana mereka tau nama Ala, dirinya jelas bukan seseorang yang berdedikasi pada sesuatu diluar sekolah. Mentok-mentok juga jualan kue tart, itupun dia bagian masaknya aja.

RASKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang