07. Perihal Kebahagiaan dan Kehilangan (END)

11 4 0
                                    

Happy reading

.

.

.

Satu Minggu berlalu.

Najiwa mendudukkan diri di lantai teras. Ditemani dengan Sajua yang sepertinya baru saja pulang dari sekolah. Seragam sekolah masih melekat pada tubuh Sajua.

"Mengapa kau kemari?" tanya Najiwa pada lelaki yang duduk di sampingnya.

"Hanya ingin, apakah tidak boleh?" jawab Sajua, lalu melempar pertanyaan lagi.

Najiwa mengangguk mengiyakan.

"Lagi pula, aku hanya sebentar di sini. Sebentar lagi aku harus kembali ke rumah. Kata ayah, sepupuku akan datang berkunjung," lanjut Sajua.

"Benarkah?"

"Iya. Sebenarnya, aku tak ingin menemui sepupuku itu, dia sangat kaku dan susah diajak bercanda," keluh Sajua memutar bola matanya.

"Oh ya? Memangnya mengapa dia seperti itu?" tanya Najiwa sedikit penasaran.

"Sepupuku memang seperti itu sejak kecil, terlebih lagi setelah ia ditinggalkan bunda-nya. Namanya Kak Mahen," jelas Sajua panjang lebar.

Penjelasan itu membuat Najiwa diam.

"Ada apa? Apa Kak Jiwa mengenalnya?"

°•°•°

"Kak Bian!" Najiwa bersorak memanggil nama Kakak laki-lakinya.

Perempuan itu mendapati Kakaknya sedang berdiri di depan rumah sakit. Kebetulan, Najiwa melewati rumah sakit itu saat berjalan ke cafe tempatnya bekerja.

Merasa namanya disebut, Sabian menoleh ke arah sumber suara.

"Ah, Jiwa, kemari! Kau mau ke mana?" balas Sabian dengan suara agak keras.

Najiwa bergegas melangkah menghampiri Sabian. "Aku akan pergi bekerja di cafe tak jauh dari sini. Kak Bian sendiri mengapa berdiri di depan rumah sakit?"

"Ibu harus dirawat di rumah sakit untuk beberapa hari ini. Apa kau tidak mau menemuinya?" tanya Sabian menatap Adik perempuannya.

"Aku akan menemui ibu nanti setelah aku pulang bekerja. Dadah, aku pergi dulu," pamit Najiwa sambil melambaikan tangan kanannya sebelum ia melesat karena merasa sudah terlambat.

Sabian yang melihat hal itu hanya menggelengkan kepala. Lucu sekali saudarinya itu.

°•°•°

"Hei, Kak Mahen, ada yang memberimu surat."

Sajua menyodorkan selembar amplop berisi sebuah surat. Surat itu dari Najiwa. Kemarin sore, Sajua kembali berkunjung ke rumah Najiwa. Najiwa menitipkan surat itu untuk diberikan kepada Mahenraja.

"Dari siapa?" tanya Mahenraja penasaran.

"Dari pengagum rahasiamu," jawab Sajua sedikit bercanda.

Mahenraja menaikkan sebelah alisnya kebingungan.

"Sudah, buka saja, siapa tahu Kak Mahen kenal," sambung Sajua melihat wajah kebingungan Mahenraja.

(Un)true Felicity || Heeseung (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang