Cerita Lima - Little Darling

46 1 0
                                    

- Bagian Satu -

"Little Darling?"

"Lucu kaya toko ice cream," celetuk Leeta.

Kalee terkekeh dengan pemikiran yang hinggap di kepalanya seketika, rupa-rupanya memang benar anak kembar berbagi isi kepala.

"Kenapa ketawa?"

"Gakkkk... kamu lucu."

"Ya emang," dengusnya. "Tapi ini beneran kalau kita sampai ketahuan papa ke tempat beginian, habis sudah jiwa raga kita." Leeta menyipitkan mata dengan raut dramatis, jari-jari yang diletakkan di antara leher, bergerak memberi sayatan tak kasat mata di sana.

"Ya jangan sampai ketahuan."

"Pinterrrrr," Leeta berjingkat kaki menepuk-nepuk kepala kembarannya yang entah mengapa jauh lebih tinggi darinya. "Kita harus nungguin Risa dulu nih? Apa gak langsung masuk aja? Udah kaya orang bego aja berdiri disini."

Kalee melihat ke kanan dan kiri, tidak ada tanda-tanda kedatangan batang hidung Risa. Perempuan yang lima tahun lebih tua dari mereka itu merupakan tetangga sekaligus sahabat mereka semejak pertama kali mereka dibawa pulang dari rumah sakit.

Semenjak kecil Risa sudah kehilangan sosok ibu, maka dari itu, anak perempuan itu selalu datang untuk bermain bersama ibu mereka—kalau ibu mereka bilang Risa merupakan trial sebelum benar-benar menjadi ibu. Tapi sungguh, ibu mereka menyayangi anak perempuan itu layaknya darah daging sendiri.

Kalee merangkul pundak Leeta karena sebuah kebiasaan pun sebab wajah Leeta sudah manyun karena bosan. Meskipun Leeta lahir tujuh menit lebih dulu darinya, dia harus berperan layaknya kakak lelaki yang tangguh untuk kembarannya.

"Nanti kalau kita masuk Risa nyariin gak ya"

Kalee bergumam bukan untuk dibalas, dalam pemikirannya, dia dan Leeta tidak berpengalaman untuk masuk ke tempat semacam begitu, sudah barang tentu akan menjadi kikuk dan kentara amatir. Mereka berdua butuh tameng kuat bernama Risa—dia butuh Risa agar terlihat menjadi kakak lelaki yang sebagaimana mestinya bagi Leeta.

"Ya udah, masuk aja ayo..." Kalee mengeratkan rangkulannya, menyeret kaki dan tubuh Leeta untuk masuk ke dalam kelab.

Saat di dalam, Kalee sempat bertanya-tanya mengapa kelab ini sama sekali tidak meminta kartu idenditas sebagai persyaratan masuk, padahal dia menunggu untuk menjadi legal sebelum memutuskan pergi ketempat ini.

Kemudian pengar musik yang menusuk-nusuk gendang telinganya mengalihkan perhatian. Musik diputar telalu keras sampai-sampai dia tidak mengenali lagu apa yang tengah beralun mewarnai kerumunan orang-orang. Tangan kanan-nya masih berada di pundak Leeta meski gadis itu mencoba beberapa kali untuk melepaskan diri, Kalee mengalihkan perhatian dengan cara menyuruh Leeta mencari spot untuk mereka sembari menunggu Risa.

Saat Leeta menunjuk sebuah spot di tengah kerumunan, Kalee menarik gadis itu kearah sebaliknya. Tanpa memedulikan satu keluhan pun, Kalee menyeret saudari kembarnya untuk berdiri di sudut kelab.

"Kenapa sih, kita gak salah nih nunggu disini? Mana kelihatan sama Risa."

"Ngapain juga ketengah sana."

Leeta mendengus memutar bola matanya, "your introvert is showing."

"Who fucking cares?"

Leeta berdecih sekali lagi sambil melepas rangkulan Kalee dari pundaknya. "Kaya anak bawang," Leeta bergumam. "Katanya mau senang-senang, ini gak ada senang-senangnya sama sekali."

Kalee mengindahkan perkataan saudari kembarnya, sebab bagaimanapun juga dalam pikirannya dia masih butuh Risa untuk bisa mengatasi semua yang akan terjadi.

RAMPAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang