Come to you

468 41 2
                                    

.
.
.
.
.
.
Sore ini jalanan kota Seoul nampak ramai seperti biasa, langit yang sudah mulai menggelap menandakan bahwa malam akan segera tiba.

Lampu jalanan mulai menyala satu persatu memberi cahaya pada sore menjelang malam itu.

Pemandangan itu tentu saja tidak luput dari Chenle yang sedari tadi mengamati ke luar jendela kantornya.

Ruangannya memang 40% terbuat dari kaca anti radiasi yang kini terpampang jelas dihadapannya, berkas berkas laporan berserakan di meja kerjanya.

Secangkir kopi hitam yang telah habis ia minum 15 menit yang lalu juga tergeletak disana.

Chenle tidak mengerti, beberapa hari ini ia benar-benar tidak bisa fokus bekerja, beberapa kali tuan Huang menegurnya karena ia banyak melamun.

Seperti sekarang Chenle hanya berdiri mematung dengan pandangan kosong menatap jalanan di bawahnya.

Sudah 3 hari sejak kejadian dimana ia mengajak seorang pelayan untuk tidur dengannya hanya karna dia menyukai aroma si pelayan.

Tak bisa ia pungkiri bahwa ia tidak bisa berhenti memikirkannya.

Mulai dari parfum si pelayan yang membuatnya candu, perasaan nyaman saat memeluk punggung lebar itu dan jangan lupakan tentang rahang tegas dan bibir penuhnya.

Tolong anggap saja Chenle sudah tergila-gila padanya. Bahkan Chenle masih ingat saat ia meninggalkan kissmark di pangkal leher si pelayan.

Sesuatu terasa tergugah didalam dirinya, seperti perasaan puas yang tidak bisa diutarakan, memikirkannya kembali membuat Chenle semakin gila.

Chanle menepis pikiran itu dari otaknya,
tidak.. ia tidak mungkin sedang jatuh cinta kan?

Chenle sudah terbiasa bergonta ganti pasangan wanita maupun pria, dan selama itupun ia tidak pernah menganggap mereka serius.

Karena baginya memiliki perasaan atau suatu hubungan hanya akan membebani dirinya, ia tidak ingin memiliki perasaan semacam itu.

Chenle mengusap kasar wajah lelahnya, sementara seseorang memasuki ruangan itu.

"Apakah cuaca mempengaruhi kinerja otakmu?"

Ucap orang itu sambil menaruh beberapa berkas di atas meja Chenle yang masih berantakan.

Chenle sontak menoleh dan mendapati sang asisten yang kini berdiri disampingnya.

"Jeno hyung? Kau berencana membunuhku secara perlahan kan?" Tanya Chenle sambari menunjuk tumpukan berkas di atas mejanya.

"Seharusnya aku yang bertanya padamu, tuan Huang juga ikut memarahiku karena si Tuan Muda ini hanya bermalas-malasan dan tidak mengerjakan tugasnya"
Jawabnya acuh.

Lee Jeno, adalah sahabat sekaligus asisten pribadi Chenle. Mereka bertiga termasuk Mark sudah saling mengenal sejak kecil.

Karena dulu kakeknya sangat dekat dengan Jeno, maka kakeknya mempercayakan Jeno untuk menemani sekaligus menjadikan Jeno sebagai asisten nya.

Chenle selalu membagi masalahnya bersama Jeno sekecil apapun hal itu Jeno pasti mengetahuinya.

Termasuk kejadian bersama pelayan itu.

"Kau masih memikirkannya?"
Tanya Jeno sambil memperhatikan yang lebih muda sedang menata berkasnya yang berserakan.

Chenle menarik nafas dalam dan membuangnya kasar

"Tidak"

Itu bohong tentu saja, bahkan beberapa detik yang lalu ia juga memikirkannya dan Jeno tau itu.

Dive into youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang