Keano Aklesh, putra pertama dari pasangan pebisnis Marcell Aklesh dan Tiara Aklesh hanya menatap sarapannya tanpa menyentuhnya sedikitpun. Dia menahan diri untuk tidak menutup kedua telinga, saat orangtuanya mulai membanggakan perilaku sopan dan bermartabat adik perempuannya, Dandelliona Aklesh.
Perawakan keduanya sangat mirip, bahkan banyak orang mengatakan bahwa Keano dan Dandelliona adalah anak kembar. Rambut pirang dengan mata biru keunguan membuat keduanya tampak serasi sebagai kakak beradik.
"Kau dengar, Keano?" tanya Tiara dengan tatapan mata dingin tertuju pada anak pertamanya itu.
"Memangnya Mom mengajakku bicara?" Keano balik bertanya, membuat Marcell geram bukan main pada anak sulungnya. Yang diharapkan Marcell adalah, Keano memiliki sikap yang sopan layaknya anak konglomerat lainnya. Hanya saja, Keano ini benar-benar bersikap seperti berandal.
"Apa kau tidak mendengarkan ucapan kami berdua dengan baik?" tanya Marcell, lalu meletakkan garpu dan sendok pertanda dia mulai serius sekarang. Keano tidak balas menatap Mom dan Dad yang kini seolah ingin melahap Keano hidup-hidup.
"Membakar rambut Professor Willington, merusak ring basket sekolah, sampai meledakkan laboratorium. Kau pikir itu adalah tindakan yang normal?!" Dad berkata dengan nada tinggi yang hampir seperti membentak, membuat Keano juga meletakkan sendok dan garpunya.
"Yang membakar ramput professor bukan aku, tapi Kedrick. Dia melemparkan kesalahan padaku hanya karena aku yang memegang korek api. Merusak ring basket sekolah? Apa Dad pikir aku seorang monster? Aku memang aktif, bahkan tidak normal jika dibandingkan dengan stamina anak-anak lain, tapi aku bukan monster hingga merusak ring basket! Ring itu sudah di sabotase bahkan sebelum aku mulai bermain. Meledakkan laboratorium juga bukan ulahku, Dad sendiri tahu bahwa bahan-bahan kimia yang aku gunakan tidak bisa meledak. Lalu dari semua alasan itu, Dad dan Mom bahkan tetap saja menyalahkanku!"
Keano berdiri dengan napas tak beraturan yang menandakan dirinya benar-benar marah pada kedua orangtuanya. Dia meninggalkan ruang makan, meskipun Dad dan Mom memanggilnya beberapa kali. Tanpa sepengetahuan Keano, jika bukan karena Dandelliona yang menahan Dad untuk mengejar Keano, dirinya akan berakhir dengan dipukuli seperti hari-hari sebelumnya.
Keano naik ke lantai dua dengan cepat, lalu memasuki kamarnya dan membanting pintu dengan keras hingga tertutup. Saat sampai di kamar, matanya melihat semua piala kejuaraan olimpiade matematika Amerika yang sudah ia dapatkan, akan tetapi kali ini Keano merasa hampa. Kenyataannya, yang diharapkan orangtuanya bukanlah itu. Mereka ingin Keano memiliki sikap yang bermartabat.
Keano sendiri bukannya tidak bisa bersikap sopan. Dia hanya bersikap apa adanya pada orang-orang, termasuk kerabat bisnis orangtuanya. Dia bukanlah tipe orang yang bisa sabar atau berusaha baik seperti adiknya meskipun orang yang ditemuinya itu menyebalkan. Keano adalah Keano, seorang laki-laki berumur 16 tahun yang akan terang-terangan berkata bahwa dia tidak suka dan terganggu apabila dia memang merasa begitu.
Dia tidak ingin munafik atau berusaha menjadi orang lain. Terserah apa yang orangtuanya katakan, jika dia memang ditakdirkan untuk tidak memiliki teman karena sikapnya yang begini, lebih baik Keano sendirian saja.
Pintu kamar diketuk, membuat Keano yang masih bersandar di pintu kamar terperanjat. Hanya dua orang yang akan mengetuk pintu sebelum memasuki kamarnya.
"Siapa?" tanyanya. Jika itu adiknya, maka Keano tidak butuh kalimat menenangkan dari anggota keluarga yang dua tahun lebih muda darinya itu.
"Ini Peter, tuan muda."
Keano membuka pintu kamar dan mendapati Peter, pengasuhnya sejak kecil itu tersenyum dengan memegang nampan kayu berisi sepiring chocochip cookies dan segelas susu pisang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe This Is Not A Happy Ending
FantasyEmpat murid perwakilan dari Jakarta International School, berhasil memenangkan tempat pertama di ajang olimpiade matematika tingkat nasional. Keempat remaja itu saling melontarkan kalimat lega saat pengumuman pemenang selesai di sampaikan. Setelah m...