1x3 = Arkan and His Story

13 2 0
                                    

"Hei! Bagaimana di sini?" Keano menunjuk tempat yang dekat dengan laut, namun masih terhindar dari air apabila ada ombak yang datang.

"Ya! Gelar saja karpetnya!" Arkan sedikit berteriak untuk menjawab. Jarak Keano memang sudah agak jauh dengan mereka. Langkah kaki temannya itu memang selalu lebih cepat.

Dulu, Arkan akan selalu berusaha mengimbangi. Namun, saat ia sadar bahwa stamina Keano memang lebih unggul dari manusia biasa, Arkan hanya berjalan semampunya saja.

"Kukira akan sepi, ternyata ramai." Michelle berkata sambil melihat sekitar. Ada beberapa restoran yang buka hingga malam, bahkan terdapat beberapa bar kecil hingga besar yang sedang memutar musik.

"Udaranya tidak dingin, ya?" tanya Liora lalu membuka kardigan panjang berwarna krem yang ia pakai.

Arkan mengangguk, "tentu saja. Ini, kan musim panas. Udara pantai malah cenderung lebih hangat meskipun di malam hari."

Ketiganya sampai di titik yang Keano maksud. Pria itu sudah menggelar kain yang dibawanya dari hotel. Setelah semua orang duduk, masing-masing dari mereka mengeluarkan makanan.

"Hotel yang kita tempati mewah, tapi menu makanannya biasa saja." Keano berkomentar saat melihat ayam goreng serundeng, nasi putih, serta tumis sayuran yang ada di wadah makanannya. Menu itu seperti makanan pada nasi kotak pada umumnya.

"Memang kau mengharapkan makanan seperti apa?" tanya Michelle heran.

"Pemerintah tidak akan sepenuhnya memanjakan kita. Menginap di hotel bintang lima saja sudah tergolong mewah," balas Liora.

Keano tertawa pelan, "yah, aku sudah punya ekspektasi tinggi sebelumnya. Dulu, saat aku di Amerika, menu makanannya adalah menu signature dari hotel tersebut."

Menu signature atau menu ciri khas, adalah makanan khusus yang memang diandalkan atau hanya bisa ditemui di tempat yang menyediakannya.

"Kurasa jika kau mau mencoba pelayanan yang fantastis lagi, kita harus lolos dan menembus skala internasional," ucap Arkan menanggapi sambil tertawa pelan. Michelle dan Liora mengangguk setuju.

Keano membuka bungkus plastik sendok, "baik-baik, aku akan berhenti mengeluh dan membuat tim kita menang," katanya.

Keempat remaja itu kemudian mulai makan sambil menikmati suasana pantai Kuta yang ramai di malam hari.

Setelah memakan habis semuanya, keempatnya duduk sambil meluruskan kaki. Karena kain yang digelar cukup besar, Keano malah bisa membaringkan badan. Deburan ombak, suara musik yang samar-samar terdengar, hingga langit yang agak terang, membuat suasana terasa melankolis.

"Jadi, apa yang akan kita bicarakan?" tanya Liora sesaat setelah mereka hanya saling diam selama beberapa menit.

"Kurasa, Arkan lebih baik bicara duluan. Dia leader sekaligus orang pertama yang menyarankan kita semua untuk bicara, kan?" ucap Michelle memberi saran.

Arkan mengangguk. Ia berdeham, "oke, jadi aku ingin menceritakan tentang hidupku lebih dulu."

Mendengar itu, Keano bangun dari posisi barbaringnya, "apa kita harus membicarakan kehidupan kita juga?" tanyanya memastikan.

"Apa kau keberatan?" Arkan bertanya.

"Honestly, i don't want to talk about my life and my family." Keano menjawab dengan ekspresi datar. Wajah itu sangat berbeda dengan Keano yang biasanya. Entah kenapa, terasa lebih dingin.

"Oke, ceritakan saja apa yang ingin kalian ceritakan, deal?" balas Arkan pada akhirnya sambil melihat reaksi satu persatu dari ketiga temannya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Maybe This Is Not A Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang