II

2.7K 600 25
                                    

"semua yang ingin kau tau ada disini. Jika ada yang tidak kau mengerti tanyakan padaku.!"
Azam meletakan map disamping gelas teh Hansa.
Tanpa disuruh, Azam duduk di depan Hansa yang sedang sarapan di balkon kamar hotel nya.
"Aku belum sempat sarapan, terburu-buru mengatarkan ini." Terang nya mulai mengisi piring dengan makanan yang terhidang.
Meskipun diluar dia adalah asisten Hansa tapi dia juga saudara Hansa, mama Azam adalah sepupu papanya Hansa, jadi inilah sebabnya dia bisa sedikit santai jika mereka tidak sedang bekerja.

Hansa mengabaikan Azam, langsung membuka map, membaca isinya dengan detail, mengamati foto Mahira yang pasti diambil dari CCTV semalam.
Ya., Ini Mahira nya tidak diragukan lagi.

"Karena kau menyebutkan namanya, aku coba bertanya pada tuan Bahar apa mereka punya pekerja yang bernama Mahira.
Karena dia tidak hafal nama semua pekerjanya dia meminta sekretaris nya memeriksa tapi tidak ada yang bernama Mahira di sana jadi aku mengatakan tentang dia yang terlihat dijam kedatangan Kita, berselisih dipintu, memakai baju merah dan terlihat Gen.. terlihat montok."
Azam langsung mengubah kata yang dipakainya untuk menggambarkan sosok Mahira begitu kening Hansa berkerut.
"Baha memerintahkan untuk mencek di CCTV, begitu melihat siapa yang aku maksud sekretaris Baha langsung mengenali si Mahira ini. Dia putri pegawai kecil dibagian keuangan, beberapa bulan lagi ayahnya pensiun dan katanya mereka akan pindah ke kampung."

"Tidak akan kubiarkan.!" Tekan Hansa dengan mata yang tertuju pada foto Mahira.

Kali ini kening Azam yang berkerut.
"Tidak mau cerita siapa Mahira ini.?"
Rasa penasaran mulai tak tertahankan.
"Apa yang kau inginkan darinya.?"

Hansa melihat Azam tajam.
"Yang perlu kau lakukan hanyalah menahan Agar Mereka tidak bisa pergi.
Pikirkan cara agar Mahira bertemu langsung denganku, mengikuti semua yang aku inginkan."
Dia lalu berdiri, masuk ke dalam kamar.
"Aku tau kau punya caranya. Jadi buktikan padaku bahwa kau bisa diandalkan"

Azam mengangguk, mulai memutar otaknya untuk mencari ide atau jalan mengabulkan keinginan sang bos besar yang terkadang begitu diluar konteks.

"Mahira.!" Azam menggumam.
"Entah nasibmu baik atau buruk karena berurusan dengan Hansan Armagan"

.
.
.

Mahira berjalan mondar mandir di ruang tamu rumahnya yang kecil.
Lantai akan berlubang jika dia terus berputar-putar ditempat yang sama.
Sudah hampir jam sebelas malam tapi papa masih belum pulang, coba dihubungi ponselnya lah tidak aktif.
Papa memang gila kerja. Suka lembur tapi tidak pernah selarut ini atau tidak menghubunginya sama sekali apalagi diluar mulai hujan, pulang dengan motor bututnya papa pasti akan basah kuyup dan kemungkinan akan demam jadinya.

Tepat dijam dua belas malam, Mahira memutuskan untuk menyusul papa di kantor, dia tidak bisa lagi menunggu. Memakai mantel hujan dia menaiki motor metik nya menuju kantor papa.
Mahira sudah basah sebelum sampai ke kantor papa, hujan deras menembus mantelnya yang murahan.

"Mahira.!"
Sapa penjaga di sana saat melihat Mahira turun dari motor menuju pos jaga.

"Pamam.." sapa Mahira.
"Apa papa masih di dalam.?"
Dia bertanya tidak perlu menyebutkan nama papa karena semua hampir mengenalnya, tau siapa papanya karena Mahira hampir setiap hari mengantarkan makan siang untuk papa.

Wajah si penjaga terlihat lesu.
"Mahira sebaiknya kau pulang dulu. Tunggu papamu di rumah.
Seperti nya ini masalah serius jadi Akil dan yang lain nya dibagian keuangan tidak tau bisa pulang malam ini atau tidak." Beri tau paman penjaga yang seumuran dengan papa.

Kening Mahira berkerut.
"Ada apa.?" Tanya Mahira.
"Apa papaku baik-baik saja.?"

penjaga mengangguk.
"Papamu sudah ceritakan tentang perusahaan besar yang tengah mengakuisisi perusahaan ini.
Nah sekarang bos besar perusahaan besar itu meminta audit keuangan. Jadi tidak ada satupun orang dibagian keungan yang bisa pulang.
Mereka semua lembur"

Mahira menghembuskan napas lega, setidaknya papa baik-baik saja.
"Baiklah kalau begitu.
Dan Paman tolong suruh papa pulang pesan taksi saja kalau hujannya belum berhenti.
Paman taukan masalah paru-paru papa, aku tidak mau itu kambuh."

"Baik akan disampaikan padanya begitu pekerjaan nya beres."
Paman penjaga tersenyum.
"Sekarang kau pulang lah nanti justru kau yang sakit."

Mahira berbalik menengendarai motor matiknya kembali ke rumah kecil hasil jerih payah orantuanya.
Syukurlah mereka sudah punya rumah ini, dimasa sulit seperti ini akan sangat susah jika mereka mengontrak memikirkan uang sewa yang datang tak terasa sangking cepatnya setiap tahun berlalu.

apalagi Mahira sedang tidak bekerja setelah terkena pengurang karyawan.
Dia sudah mencoba mencari kerja tapi dari segi umur dan penampilan dia mungkin dinilai kurang menarik meski dia terampil dan ijazahnya mumpuni.
Satu-satunya yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah jadi pelayan tapi itu juga belum Fulltime karena jam buka restoran tersebut masih belum normal efek pandemi sebelum ini.

Karena tau papa lagi sibuk, Mahira masuk tidur, tidak lagi mengkhawatirkan papa sebab nanti papa pasti langsung menghubungi nya Begitu bisa.
Tapi ketika dia bangun pagi itu, tidak ada tanda-tanda kehadiran papa.
Apa papa pulang semalam dan sekarang sudah pergi lagi.?
Tapi tidak biasanya papa seperti ini.!
Perasaan Mahira dihinggapi rasa cemas, tau ada yang salah.

Dia mencoba menghubungi ponsel papa tapi masih tidak ada gunanya, sekarang malam ponsel papa tidak aktif, tidak ada sambungan apapun.
Bergegas bersih-bersih diri, Mahira kembali menuju kantor papa dengan motor matiknya yang bunyinya seperti mau hancur.

"Paman.!" Sapa Mahira saat melihat penjaga semalam masih ada di kantor.

"Mahira.!" Sapa paman penjaga.

"Paman belum pulang, padahal ini sudah jam sembilan."
Mahira bingung dengan sift kerja si paman.

"Ada masalah jadi aku belum bisa pulang." Jawab si paman yang seperti nya ingin cepat menjauh dari Mahira.

"Masih belum beres ya. Jadi papa semalam tidak pulang. Aku pikir papa pulang lalu pergi lagi sebelum aku bangun."
Mahira tersenyum tidak ingin menahan si paman penjaga lebih lama lagi.
"Sebaiknya aku menemui papa sebentar. Bertanya apa yang dia butuhkan kalau-kalau dia belum bisa pulang sampai malam ini."

Langkah Mahira dihalangi paman penjaga.
"Kau tidak boleh masuk. Papamu tidak ada di dalam."

Kening Mahira berkerut dalam.
"Tidak di dalam lalu di mana.?" mahira berputar memperhatikan sekeliling mencari kalau-kalau papa ada di area luar.
"Lalu papa kemana, kenapa dia tidak ada di dalam dan tidak ada diluar juga.
Kemana dia, di rumah pun tidak ada. Katamu tadi masalahnya masih belum beres lalu kenapa sekarang papa tidak ada di dalam."

"Masalahku bisa dikatakan sudah beres tapi masalah papamu masih akan sangat banyak."

Mahira kaget melihat sikap si paman penjaga yang langsung berubah sinis seketika.

"Paman ada apa. Aku tau kau dan papa cukup akrab lalu kenapa sekarang tidak tau papa dimana, kenapa sikapmu seperti ini.?"
Mahira segera menuntut jawaban, dia benar-benar cemas memikirkan papa.

"Jangan bilang aku akrab dengan Akil papamu.!" Paman penjaga mendesis memperhatikan sekeliling takut ada yang mendengar.

Kesabaran Mahira habis, dia bukan lah orang yang emosianal tapi kalau ada hal mendesak atau dia dipancing, dia bisa meledak seketika.!"
"Ada apa dengan papaku. Jangan bertele-tele katakan saja padaku. Aku tidak mau menahanmu lebih lama lagi, jadi beri jawaban yang aku minta, aku juga tidak akan menyebutmu akrab dengan papa lagi jika kau tidak mau.!"

Wajah paman penjaga merah karena malu.
"Akil dibawa ke kantor polisi. Audit semalam membuktikan dia sudah korupsi cukup banyak, merugikan perusahaan."

"Apa yang kau katakan.!?" Bentak Mahira tidak percaya apa yang didengarnya barusan.

"Buktinya jelas sekali. Jadi bos besar marah sekali. Dia langsung meminta urusan ini dibawa ke polisi.
Aku rasa papamu tidak akan bisa lolos kali ini."
Paman penjaga menggeleng berpura-pura menyesal.
"Andai aku tau aku pasti akan menasehati Akil untuk tidak melakukannya, lihatlah hasil dari kecurangannya selama ini.!"

"Diam.!" Hardik Mahira yang tidak percaya sedikit pun pada cerita paman penjaga.
"Aku mau bertemu direktur. aku mau dengar semuanya dari dia.!"
Mahira berlari masuk ke dalam gedung, meninggalkan penjaga tua yang kepayahan mengejarnya, meneriakkan anggota keamanan yang lain untuk mengejar Mahira.

***************************
(10102022) PYK

The Greatest HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang