Aula kerajaan Norine yang sebelumnya penuh para bangsawan yang saling bercengkrama, kini dipenuhi oleh suasana mencekam dengan adanya darah memenuhi aula. Para bangsawan yang duduk di sudut aula dengan tatapan mengutuk pada pria yang kini duduk dengan tatapan dingin di singgasana milik raja.
Wajah tanpa ekspresinya menatap dingin pada para bangsawan yang mulai merasakan dingin di sekujur tubuh mereka. Seakan tatapan pria itu menembus tulang dan membuat tubuh mereka gemetar.
Kepala penguasa tertinggi Norine berada di bawah kakinya. Menjadikan bukti untuk para bangsawan yang melihat bahwa dirinya adalah yang berkuasa saat ini.
Pria itu, tidak ada satu pun para bangsawan yang mengenali wajahnya. Namun yang pasti, mereka tahu kalau ini bukan sekadar penyerangan biasa.
Ia datang ke aula kerajaan dengan kesatria yang dibawanya sendiri. Hanya sejumlah kecil pasukan, tapi mereka berhasil masuk menembus pertahanan istana yang sangat ketat.
Memberikan sebuah tanda bahwa para kesatrianya memiliki kemampuan tempur yang sangat baik. Atau justru menunjukkan kemampuannya dalam mengatur strategi penyusupan?
"Saya akan membebaskan satu keluarga bangsawan yang ada di sini dengan bersyarat."
Para bangsawan terlihat saling tatap seakan menunjukkan bahwa ini adalah kesempatan untuk selamat dari kondisi yang mencekik saat ini.
"Pisahkan keluarga yang memiliki anak perempuan dengan yang tidak."
Mata para bangsawan pun terbelalak. Satu per satu dari mereka mulai meneriakan bahwa mereka memiliki seorang putri dan bersedia memberikannya pada pria yang masih menatap mereka dengan pandangan dingin.
"Hanya wanita yang sudah debut di dunia sosialita yang saya terima."
Syarat tambahan yang diberikan membuat beberapa bangsawan mulai menggigit bibir bawah mereka dengan keringat dingin. Namun tak sedikit yang tak menyerah dan masih berteriak akan memberikan putrinya.
Kesatria yang berdiri di samping pria itu, Thomas, hanya mengerutkan keningnya sambil menatap lembaran kertas berisi data para bangsawan Norine beserta anggota keluarga mereka dan usia mereka.
Mereka terlihat menyedihkan, pikirnya sebelum memberikan data yang dipegangnya pada salah satu kesatria yang berdiri di dekat para bangsawan.
"Singkirkan yang tidak memenuhi persyaratan."
Teriakan para bangsawan dan suara isak tangis yang meminta pengampunan pun memenuhi aula. Pria itu menatap kejadian di depan matanya tanpa mengalihkan pandangannya.
Manik keemasannya sama sekali tak bergetar melihat darah yang mulai memenuhi aula. Bau anyir yang tercium, ataupun suara teriakan dan tangisan sama sekali tidak mengusiknya.
Jumlah para bangsawan yang sebelumnya mencapai lima puluh lebih nama keluarga, kini hanya tersisa belasan. Menatap takut seakan diri merekalah yang selanjutnya berakhir mengenaskan seperti para bangsawan lainnya yang sudah ditumpas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blessed Sword
General FictionAula istana kerajaan Norine menjadi awal pertemuan keduanya. Pria yang menjatuhkan kekuasaan raja Norine dengan mudahnya, dan pola kehidupan Maela yang berubah dalam satu malam. "Jadi kekasihku." Perintahnya di tengah aula dansa istana yang penuh de...