Jimin
Tetes air dari langit-langit jadi teman Jimin sepanjang perjalanan. Dua orang di balik tubuhnya diam saja. Seperti pasrah hendak dibawa kemana. Satu orang dengan mata bersinar dan bibirnya yang ranum, satu lagi dengan lesung pipi dan garis matanya yang menghilang sewaktu tersenyum. Sedari awal Jimin mampu membuat mereka terbangun, si Lesung Pipi lah yang berbicara panjang. Bertanya mengenai beberapa hal soal dunia luar dan apa saja yang mereka lewatkan. Jimin tidak tahu detail apa yang bisa ia usahakan untuk menggambarkan situasi. Takut-takut justru membuat keadaan makin kacau karena salah bicara atau salah pilih kosa kata. Ia cuma bisa berkata kalau Basuki butuh bantuan. Beberapa Kerajaan bersatu memperebutkan satu ekor naga yang tersisa. Cukup dengan dua kalimat saja, Si Manis dan pemuda berlesung pipi ini kembali bungkam. Menyerupai tubuh naga mereka yang membatu beberapa menit yang lalu.
Baik dirinya maupun Taehyung, tidak ada yang bisa merangkai kalimat lebih efektif. Karena situasi bisa saja lebih mengkhawatirkan selagi mereka masih ada di gua sempit yang memang ditujukan untuk keperluan sementara ini.
"Sudah lama kenal Jeongguk?" Pertanyaan ini muncul dari pemuda bermanik mata cerah. Warnanya selaras dengan manik Jeongguk di beberapa kesempatan. Emas. Ia menarik senyum ala kadarnya. Dengan setelan kamen batik dan kemeja hitam, sosoknya jadi sedikit hilang ditelan kegelapan.
Jimin menggeleng. Ia harus beberapa kali menghindar akibat tetesan air yang lumayan deras atau beberapa lubang galian yang tidak rapi. "Masih satu tahun," jawabnya.
"Dia ndak bikin ulah, kan?"
"Ulah?"
"Bli.." Suara lain menyertai. Seolah jadi penengah di antara orang cekcok. Jimin pribadi tidak menganggap pertanyaan ini menyinggung. Justru kedua kakaknya harus tahu Basuki adalah manusia terbaik yang pernah dianugerahkan Tuhan di hidup Jimin. "Rumah dia dimana, sekarang?" Si Lesung Pipi bertanya.
"Biasanya dia balik ke Gianyar." Jimin mengira-ngira dimana alamat Taehyung yang beberapa kali membuatnya menginap. "Satunya lagi ada di Denpasar."
"Dua rumah?"
"Yang satunya ada saudara perempuannya, yang satunya lagi cuma ada Taehyung, Ajiknya, sama Rose."
"Rose?"
"Rose?" Nama itu mereka ucap hampir bersamaan. "Dia masih sama Rose?" Sosok kakaknya yang bermata cerah seolah baru saja dihantam batu meteor. "Kan!" pekiknya. "Cang dah (Aku sudah) tahu kalau ini semua ndak mungkin murni orang Bali yang mulai, Joon. Ci gen nawang (Kamu juga lihat), kan? Mau sebaik apapun dia, tetap saja dia yang bawa pengaruh buruk ke sini."
Jimin buru-buru berbalik. Mengapa pula kedua orang ini masih punya topik untuk diperdebatkan disini sedang sang adik meregang nyawa di atas tanah yang sudah membesarkannya. "Rose bukan orang jahat. Dia selama ini membantu Jeongguk dan kasih tahu bagaimana cara tumbuhkan Udumbara di udara Bali yang kadang bisa berubah-ubah," kata Jimin. Ia hela napas beberapa kali. Tidak mau dimakan emosinya sendiri. "Jeongguk sayang sekali sama dia. Bukan dia yang mulai perang ini."
"Kamu tahu?" Si Manis meledak-ledak. "Jangan-jangan kamu juga sudah kemakan rayuan dia?"
"Bli." Pemuda berlesung pipi kembali meredakan api yang baru saja mematik menyala. "Kita ndak tahu situasi di luar seperti apa. Selama ini juga kita ndak tahu apa yang Jeongguk perjuangkan buat tetap hidup dan kita masih ada di Bali. Bukan di museum di Belanda sana."
"Bukannya itu yang dimau sama perempuan itu?" Kakak Jeongguk yang lain menyahuti pakai nada yang lumayan tinggi. "Sejak dia dekat sama Rose-Rose itu, dia lebih fokus ke Belanda. Pasti diiming-iming kekuasaan sama Rose itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewananda [kookmin]
Fanfiction[ ON REVISION WITH ADDITION SCENE ] : KookMin Indonesian's Mythology: Legenda Naga Basuki Ia tidak pernah menanti sebuah ampunan yang datang dari Sang Hyang Widhi. Biarlah nanti ia menerangi jalannya sendiri. Tapi mengapa sosok itu datang dan membua...