Author POV
"Pagi Bang! Pagi Pap.. eh Papa Mama mana?" tanya Bell yang baru saja turun dari kamarnya. Ia menarik kursi di depan Angga yang sedang menyantap roti bakar coklat.
"Papa udah berangkat tadi pagi, ada meeting mendadak di kantor. Kalo mama lagi ikut mami seminar di Tanggerang." jelas Angga. Bell hanya mengangguk dan tersenyum senang. Jika begitu, dia bisa berangkat sekolah seperti biasanya. Dengan gayanya.
"Tuh, bubur lo udah dibuatin Mama. Katanya biar mulut lo ga nambah sakit, nyuapnya dikit-dikit. Jadi, jangan banyak ngayal, cepetan. Lo itu berangkatnya sama gue."
"Berangkat bareng lo? Ogah!" jawab Bell lalu memakan buburnya sedikit demi sedikit.
"Udah deh, jangan rewel. Ini Mama sama Papa yang nyuruh. Gue gamau kena masalah kayak dulu lagi, bohong nganterin lo. Eh, ada aja musibah gue dapet." tegas Angga sedangkan Bell hanya tertawa dan mengangguk menurut saja pada sang kakak. Lagi pula hari itu, dia yang meminta kepada kakaknya untuk berbohong saja soal mengantarnya ke sekolah. Alhasil, justru ban mobil Angga bocor dan Bell disenggol motor sampai jatuh ke got. Setelah Bell menyelesaikan sarapannya. Mereka pun pergi menuju sekolah Bell.
"Cepet turun, gue udah telat nih. Dosennya galak. " ucap Angga lalu membukakan pintu Bell dari dalam. Ia juga mendorong-dorong adiknya itu agar cepat turun dari mobilnya.
"Ya elah, ngga lo suruh gue juga bakal turun. Ck!" ketus Bell. Tanpa babibu lagi, begitu Bell turun dari mobil, Angga langsung menutup pintu dan menjalankan mobilnya meninggalkan sekolah Bell. Sedangkan Bell berjalan dengan malas ke kelasnya. Tidak biasanya dia datang disaat sekolah masih sepi seperti ini. Rasanya, seerti bukan dirinya. Dia menghela nafasnya lalu meletakkan tasnya di atas meja dan pergi ke kantin sekolah. Lagi pula ini masih ada setengah jam sebelum masuk kelas.
"Yo, bro!" teriak Bell melambaikan tangannya ke kumpulan laki-laki yang duduk di tengah-tengah kantin.
"Yo!" sahut mereka kompak, lalu menggeser duduknya, memberikan ruang untuk Bell juga. Bell pun bersalaman dan berpelukan ala anak laki-laki zaman sekarang dengan ketiga sahabatnya itu.
"Kebentur apaan lo kemaren? Sampe datang awal kayak gini?" tanya salah satu temannya itu yang bernama Daffa.
"Oh, gue tau. Pasti lo kebentur bantal 'kan waktu lo lagi tidur" celetuk teman Bell yang lain, Jerry.
"Gaje lo!" jawab Bell lalu menyentil dahi Jerry, membuat si pemilik dahi tertawa.
"Mumpung masih ada waktu 20 menit lagi nih, gimana kalo lo ikut kita main truth or dare? Udah lama banget lo ga ikut kita main itu. Gimana?" ajak Romeo.
"Iya Bell, join ga?" jawab Jerry antusias. Daffa pun ikut menatap harap agar Bell mau ikut bermain.
"Ngga-ngga! Ngapain main permainan yang kayak gitu? Udah ngga jaman kali.." tolak Bell yang tidak memperdulikan bujukan-bujukan sahabatnya. Ia justru lebih fokus pada game yang ada pada gedgetnya.
"Ah payah!" ejek Jerry sambil memutar-mutar botol di atas meja.
"Ngga jaman gimana maksud lo?" tanya Daffa, mulai melirik-lirik Romeo dan Jerry untuk bekerja sama memanas-manasi Bell.
"Ya ngga jaman aja. Ga ada alasan. " jawab Bell.
"Bilang aja lo takut kan? Ah! Cemen lo, ngga asik ni.. " ujar Jerry.
"Siapa bilang gue takut?!" sahut Bell tidak terima namun masih santai.
"Emang lo takut, kan?" Romeo ikut memanas-manasi Bell agar ia mau ikut. Ini adalah tips untuk kalian yang ingin mendapatkan kata "mau" atau "iya" dari Bell. Ejek dan ancam saja dirinya. Bell yang terpancing pun meletakkan gadgetnya dengan kasar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cold, Truth or Dare
Teen FictionKarena permainan bodoh itu seorang gadis tomboy harus menjalankan dare untuk menyatakan cinta kepada laki-laki the most wanted boy di sekolahnya, tepat di depan seluruh murid lainnya. Tentu saja ini hanya permainan baginya dan sudah pasti dia akan t...