(Namamu) mengambil salah satu senapan saat yang lain mulai berkerumun mengelilingi kotak senjata sekaligus mulai menyusun strategi.
Senapannya kuno sekali. Ini tipe satu peluru dan pengisian manual. Kenapa mereka masih memakai senjata seperti ini jika mereka bisa membuat alat canggih seperti itu? Pikir (Namamu) heran sambil melirik salah satu 3DMG yang para kadet pakai.
"Jadi bagaimana, Nona Aeleen?" Pertanyaan Armin yang tiba-tiba membuat atensi (Namamu) menoleh ke arah Armin. Sebelah alisnya terangkat bingung.
"Ya?"
Armin menunjuk ke peta gedung yang ada di depannya. "Aku bertanya apakah kau bisa menggunakan sihir es mu untuk menjebak mereka agar tidak bergerak jadi kami bisa membunuh mereka tanpa korban." Jelas Armin.
(Namamu) memperhatikan peta itu dengan dahi yang sedikit mengerut. "Itu rumit. Aku tidak tahu jenis gas yang kalian pakai dan apa efeknya terhadap perubahan suhu yang tiba-tiba. Kita juga tidak tahu apakah ada pipa atau kabel yang rusak atau tidak. Salah-salah sihir es hanya akan menjadi pemicu ledakan. Dan aku juga tidak familiar dengan lokasinya. Gomen."
Desahan kecewa jelas terdengar tapi mereka memakluminya. Setidaknya mereka bisa membuat rencana lain.
Sementara Armin dan yang lain berdiskusi tentang rencana, seorang pria bertubuh besar mendekati sang penyihir suci yang sedari tadi hanya diam memperhatikan.
"Kenapa kau membantu kami?" Tanya pria itu, Reiner.
(Namamu) menoleh dengan heran. "Hm?"
Reiner menguap belakang kepalanya seolah salah tingkah. "Ah, tidak. Hanya saja. Rasanya aneh. Kami selalu berjuang sendiri dan tiba-tiba ada penyihir dari dunia lain yang membantu. Rasanya sangat tidak nyata saja. Hahaha." Tawanya garing.
(Namamu) berdehem singkat. "Wajar. Yah, aku juga tidak akan lama. Kurasa."
"Kau tidak bisa langsung pulang ke duniamu?" Tanya Reiner.
Sebuah deathglare langsung di dapatkan oleh Reiner, membuatnya menelan ludah ngeri.
"Kau meremehkanku?" Tanya (Namamu) dingin yang langsung dibalas gelengan oleh Reiner.
"Ti-tidak. Bukan itu maksudku. Hanya saja jika aku jadi kau, aku akan langsung pulang dan tidak mau terlibat dengan semua ini." Sanggahnya.
(Namamu) menatapnya selama beberapa detik tapi itu cukup membuat sang mata-mata untuk ketakutan kala netra serupa senja itu berkilau dengan tatapan yang seakan melihat jiwanya.
(Namamu) lantas memutus pandangan dan menatap Armin yang gugup dan tidak percaya diri dengan rencananya.
"Memang apa salahnya membantu sedikit?"
Reiner tertawa canggung, membenarkan ucapan sang penyihir sebelum bergabung untuk memulai operasi dalam gedung.
***
Operasi berjalan lancar, tak ada korban jiwa bahkan tanpa (Namamu) turun tangan.
Mereka lalu hendak kembali ke dalam tembok saat sebuah Titan abnormal meloncat cepat menuju ke arah mereka.
Seseorang berseru bahwa Titan itu adalah yang membunuh Thomas dan segera, si Titan mata hijau yang tadinya menjadi sekutu mereka langsung menyerang si Titan abnormal, menghabisinya dengan brutal.
Akan tetapi tak di duga. Para Titan yang lain justru mengerubungi si Titan mata hijau, memakannya.
Kendati sempat tercengang, tak satupun kadet yang ragu untuk meninggalkan Titan itu, meski Armin merasa sayang karena sekutu mereka akan mati.
Dan tepat saat itulah, saat Titan mata hijau itu terduduk kelelahan, seseorang tampak keluar dari tengkuk Titan.
Para kadet langsung mengenali sosok pemuda dengan surai coklat itu. Mikasa dan Armin langsung bermanuver, melindungi sahabat mereka yang mereka kira telah tiada.
Sementara (Namamu) terdiam kaku di atas sebuah atap rumah, menatap tak percaya pada sosok itu.
"Ren?"
Yuhhuuu. Saya come back. Sedikit dulu, ya. Sampai jumpa di chap depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Attack On Titan X Reader
حركة (أكشن)Berpindah ke dunia yang dipenuhi humanoid raksasa pemakan manusia? Tentu bukan hal yang menyenangkan. Setidaknya itulah yang dialami oleh (Namamu) Aeleen dari Fairy Tail. Akibat kecerobohannya dalam menerjemahkan sebuah rune kuno, dia jadi harus ter...