Bambam
Kebangkitan itu masih terasa asing. Sekujur tubuhnya lengkap. Dua tangan, dua puluh jari. Dua kaki dan tubuh yang tidak bercela. Lebam atau gores mengerat dan membentuk jaringan otot baru. Ia bisa lihat sulur-sulur kemerahan daging muda yang mencoba memperbaiki diri. Menarik dua sisi luka yang mulai tersambung. Anugrah ini terasa asing. Ia jadi satu dari kalangan orang yang mendapat titah tunduk pada Basuki setelah apa yang telah ia usahakan. Menengahi masalah yang harusnya tidak perlu timbul di awal kejadian. Untuknya, seluruh insan harusnya patuh dan membiarkan Basuki sendiri. Menikmati hari-harinya yang telah bebas dari tugas panjangnya melindungi daratan Bali. Bukankah itu menjadi hal terlumrah untuk membiarkan seorang anak tumbuh dewasa dan memilih jalannya sendiri? Menentukan apa saja yang ia inginkan di dalam hidup.
Masih segar di dalam ingatan sewaktu SeokJin datang dan menjejak di Karangasem. Tubuhnya tinggi tegap dengan senyum secerah mentari pagi. Hangat dan menenangkan. Sebuah kombinasi dari pancaran kasih sayang dan cinta untuk seluruh makhluk yang mendekat padanya. Tidak terkecuali Bambam. Ia harus menunduk perlahan untuk bisa lewat di hadapan SeokJin dan membawa beberapa canang di dalam genggaman. Telapak lembut itu berayun dan membawa Bambam untuk duduk di sampingnya. Berdoa bersama sembari menantikan bajra berbunyi tanda usai. Kalimat awal yang dikatakan SeokJin adalah Bambam jadi kandidat paling cocok untuk bisa berteman dengan Basuki. Selain beraura setenang air, SeokJin juga beberapa kali menyinggung soal adik bungsunya yang tidak mudah bergaul. Memang jadi pilihan serius sehari sebelum ia temukan SeokJin terbujur kaku berbalut batu. Wujud naganya bergeming dengan kedua tangan mengatup dan satu kembang di atasnya. Ia tahu kalau SeokJin memang tidak akan pernah hidup lebih lama. Maka lelaki itu berpesan untuk kemanapun takdir membawa Bambam, ia senantiasa akan dikaruniai kebaikan jika kebajikan itu ia gunakan untuk melindungi apapun yang Basuki kehendaki. Apa saja yang laki-laki itu sentuh harus ia jaga. Jimin jadi satu di antaranya.
"Ke dibangunkan Basuki, ajan(benar)?" Suara mendayu menyapanya dari balik tubuh. Asing. Ia tidak tahu siapa yang punya tapi pemuda itu bisa menemukannya di balik pohon yang rindang. "Kalau iya, berarti ke harus mengabdi ke Basuki, kan?" Lelaki itu merunduk. Surainya dipotong seperti seseorang yang malas pergi ke tempat cukur rambut.
Bambam cuma bisa mengangguk. Mengelak pun tidak bakal membuatnya kembali jadi manusia biasa.
"Kalau gitu, ke harus ikut aku."
"Kemana?"
"Menyelamatkan dia," jawab lelaki misterius yang agaknya enggan menyebut siapa namanya. "Aku tahu dimana kakaknya dibangkitkan."
"Bli SeokJin bangun?" Kedua manik Bambam membelalak. Informasi ini baru. Rupanya Jimin berhasil. "Dua-duanya bangun?"
"Dua-duanya," jawabnya, "teman kita berhasil."
"Kita?" Alis Bambam saling bersinggungan. Tidak mengerti dan ia merasa terlampau bodoh. Ternyata masih ada hal yang disembunyikan oleh Basuki darinya yang harus ia ketahui selain pembangkitan kedua kakaknya yang berhasil. "Apa kita saling kenal, sebelumnya?" Bambam bisa lihat beberapa gelang tridatu dan dua gelang berwarna-warni. Anak ini pernah melukat di Pura Besakih, sekali.
"Sepertinya ndak. Tapi kita sama-sama kenal Jimin."
"Jadi kamu di pihak Basuki atau bukan?"
"Aku di pihak siapa saja yang mau menghentikan perang ndak penting ini."
Sejenak, Bambam rasanya tidak lagi sendiri. Bukan cuma ia yang nyatanya muak dengan perang saudara yang bisa menimbulkan korban tidak perlu ini. Ternyata Tuhan mengijabah doanya yang selalu ia gumamkan selepas bangun. Pikirannya tidak sia-sia mempertanyakan mengapa tidak ada orang lain yang sanggup melindungi Jeongguk dari kebinasaan yang menantinya di ujung jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewananda [kookmin]
Fanfiction[ ON REVISION WITH ADDITION SCENE ] : KookMin Indonesian's Mythology: Legenda Naga Basuki Ia tidak pernah menanti sebuah ampunan yang datang dari Sang Hyang Widhi. Biarlah nanti ia menerangi jalannya sendiri. Tapi mengapa sosok itu datang dan membua...