Prolog | Di bawah langit kelabu

18.7K 1.7K 544
                                    

Notes :
Sebelum baca cerita ini, baca dulu Asrama Lantai 7 dan Sapta Harsa ya (Lebih bagus lagi kalo baca versi novelnya untuk yang Sapta Harsa, karena ini lanjutan ending versi novel, tapi buat yang belum baca versi novel tetep bisa baca kok, karena semua aku jelasin di sini meskipun nggak sedetail buku).

Sementara untuk cerita Melody in Ramadan bisa dibaca setelah cerita ini selesai karena itu hanya what if atau seri spesial puasa 2024.

✿✼:*゚:.。..。.:*・゚゚・**・゚゚・*:.。..。.:*゚:*:✼✿

01 November 2023

Kematian adalah misteri yang tak seorang pun dapat mengungkapnya sepenuhnya. Ia datang tanpa pemberitahuan, bagai angin malam yang menyelinap tanpa suara. Tidak ada manusia yang mampu meramal kapan atau bagaimana ia akan datang. Bisa saja dalam sekejap mata, saat kita tengah tertawa bahagia bersama orang tercinta, atau mungkin ketika kita sendirian, terdiam di sudut ruangan yang hening.

Ia adalah rahasia alam yang tidak bisa ditebak atau dilawan, meski manusia terus berusaha memahami dan mempersiapkan diri. Namun, kenyataannya, kematian adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, suatu kepastian yang tidak bisa diatur oleh kehendak manusia. Kematian mengajarkan kita untuk menghargai setiap momen kehidupan, karena kita tidak pernah tahu kapan waktu kita akan tiba. Ini adalah pengingat abadi akan fana-nya kehidupan dan pentingnya makna dari setiap detik yang kita jalani.

Menangisi kematian seseorang pun bukanlah dosa besar. Air mata yang jatuh adalah bukti nyata dari cinta dan kasih sayang yang tulus. Dalam tangisan itu, terkandung kenangan indah, harapan yang tak tercapai, serta kerinduan. Menangis adalah cara manusia mengungkapkan perasaan yang paling dalam, sebuah proses alami untuk melepaskan beban duka yang menyesakkan.

Dalam ajaran agama maupun norma sosial, menangisi kepergian orang yang dicintai dianggap sebagai bagian dari proses berduka. Tangisan tersebut tidak hanya sebagai ungkapan kesedihan, tetapi juga bentuk penghormatan terakhir kepada mereka yang telah pergi. Menangis menunjukkan bahwa kehadiran mereka berarti dan meninggalkan jejak dalam hidup kita.

Aji merasakan beban berat di dadanya saat ia turun dari lantai dua. Di ruang keluarga, ia melihat beberapa dari sahabatnya duduk mematung, tatapan mereka kosong dan penuh kesedihan. Tidak ada kata-kata yang diucapkan, hanya keheningan yang mencekam. Di luar rumah, ia bisa melihat punggung Haikal yang begitu menyedihkan, diiringi suara isak tangis yang memilukan. Pemuda itu tak bergerak dari sana sejak kembali dari pemakaman meski sudah beberapa kali dibujuk oleh para member.

Aji memutuskan untuk memisahkan diri, mencari ketenangan dalam kesendiriannya. Dengan langkah berat, ia berjalan keluar ke halaman belakang rumah. Malam itu, hujan baru saja reda, meninggalkan udara yang sejuk dan langit yang bersih.

Matanya merah, ia berusaha menahan semua air mata sejak kabar kematian sahabatnya sampai ke telinganya. Setiap kenangan yang datang silih berganti di pikirannya membuat hatinya semakin terasa perih. Rintik hujan yang masih tersisa di daun-daun sekitar tampak seperti kristal-kristal kecil yang menangis, seolah sedang menunjukkan perasaan Aji yang sebenarnya ingin diluapkan.

Pemuda jangkung itu menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Namun, rasa kehilangan itu terlalu besar untuk diabaikan. Ia duduk termenung, memainkan cincin sahabatnya yang ia bawa. Senyum tipis muncul di wajahnya, kontras dengan matanya yang mulai basah. "Hancur," bisiknya, suara getirnya hampir tak terdengar di tengah malam yang sunyi.

Aji tertawa getir, air matanya mengalir tanpa henti. "Gue gagal jagain rumah gue," katanya dengan nada penuh penyesalan. Kata-kata itu menggema di kepalanya, mencabik-cabik hatinya yang rapuh.

"Kalo aja gue dateng lebih cepet, apa dia bakal selamat?" Pertanyaan itu terus menghantui pikirannya, menambah beban di dadanya yang sudah sesak.

Tiba-tiba, Aji memukul dadanya yang terasa seperti terbakar. Tangisannya semakin terdengar menggema di udara malam. "Kenapa gue jadi serapuh ini?" katanya, merasakan campuran marah, kecewa, dan tak berdaya dalam satu waktu.

"Gue harus apa, Bang?" tanyanya lirih, berharap ada jawaban dari langit yang kosong. Namun, hanya keheningan yang menjawab.

Dalam tangisannya, ingatan menyeramkan itu kembali menghantui. Bayangan saat ia melihat sahabatnya terkulai lemas di pangkuan Haikal dengan tubuh berlumuran darah tiba-tiba muncul. Ia teringat dengan jelas bagaimana darah itu mengalir, menodai pakaian dan membasahi jalan. Suara tangis dan teriakan Haikal yang meminta pertolongan dan memohon agar sahabat mereka bertahan pun menggema dikepalanya.

Aji juga teringat bagaimana ia turut mengangkat keranda sahabatnya, mengantar ke tempat peristirahatan terakhir. Setiap langkah terasa berat, setiap detik terasa seperti mimpi buruk yang tak berkesudahan. Wajah-wajah duka mengelilingi. Namun, yang paling menghancurkan adalah kenyataan bahwa sahabatnya kini benar-benar telah tiada.

✨✨✨

Nggak sesedih yang kalian bayangin, kan? Apa ku bilang😘

Info buat yang masih bingung tentang alur:

Cerita ini bukan lanjutan dari Melody in Ramadan, tapi lanjutan Sapta Harsa versi novel, dimana salah satu member telah tiada karena terlibat laka lantas. Tentang siapa yang tiada, aku udah spill di sosmed aku, entah itu instagram atau tiktok, kalo mau lebih rinci bisa baca versi novelnya Sapta Harsa. Di cerita ini juga bakal ada informasi tentang kejadian hari itu jadi jangan sampe ketinggalan update kalo cerita ini beneran debut.

Terus Melody in Ramadan itu apa?

Melody in Ramadan itu seri what if spesial Ramadan karena pertama, kemarin pada minta seru-seruan puasa bareng jadi aku bikinin itu. Kedua, isi cerita itu tetep valid kok, tentang apa yang terjadi pas Ramadan tahun ini karena ada satu alasan yang melibatkan keputusan dari salah satu member Klandestin, jawabannya ada di ending MIR versi novel.

*・゚゚・*:.。..。.:*゚:*:✼✿✿✼:*゚:.。..。.:*・゚゚・*

Air Mata Di Pintu November {Ongoing}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang