Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Lo punya pacar?" tanya Iksan.
Michelle menoleh dan matanya bergerak menatap Iksan. Pertanyaan Iksan menyiratkan sesuatu. Tak menjawab pertanyaan Iksan, ia justru meyesap rokoknya. Sedangkan Iksan sejak tadi berjongkok, punggungnya bersandar di dinding, masih menatap Michelle yang duduk di sebelahnya.
Ini pertemuan mereka kembali setelah dua hari libur sekolah. Sabtu malam Michelle mengiriminya chat. Dan ternyata dibalas dengan cepat olehnya. Iksan bercerita jika ia lupa sandi ponselnya. Hingga terpaksa merestart ponselnya. Semua data di ponselnya hilang menyisakan satu game saja.
Michelle adalah orang pertama yang mengiriminya chat. Sehingga membuatnya menjadi satu-satunya orang yang ada di kontak ponsel Iksan selama beberapa jam sebelum Iksan mengaktifkan kembali kontak di emailnya. Dari situ mereka mulai berkirim pesan. Mereka membicarakan tentang segala hal secara acak. Dan mengalir begitu saja.
"Gue cuma gak enak aja kalo ternyata lo punya pacar," kata Iksan.
Michelle menggeleng pertanda tak ada. Ia berparas cantik, tubuhnya pun proposional. Semua orang pasti mengira Michelle adalah gadis yang punya pacar protektif, saking tak mau kehilangan dia.
Tak sesuai dengan perkiraan orang, meski banyak yang menyukainya dan menyatakan cinta padanya, namun ia tak pernah membuka hati untuk siapa pun. Sudah sejak lama ia melihat cinta berwarna kelam. Ia meyakini bahwa hanya akan ada pilu di dalamnya.
Michelle trauma pada patah hati kedua orang tuanya. Trauma pada patah hati yang bukan berasal dari kisah cintanya. Ia tak akan menorehkan luka pada luka.
"Kenapa orang punya pacar?" tanya Michelle.
"Karena takut dibilang jomblo," jawab Iksan.
"Lo gak takut?" selidik Michelle mengangkat satu alisnya.
"Takut," jawab Iksan mengangguk dengan senyum kecil.
"Terus?" tanya Michelle penasaran.
"Otak gue masih penuh," jawab Iksan.
Iksan pernah berpacaran dengan adik kelas saat ia kelas 11. Hatinya luluh karena gigih dan tulusnya cewek itu. Sayangnya mereka putus hubungan karena kesibukan Iksan. Mereka bahkan belum pernah pergi kencan saat masih berpacaran, saking Iksan tak punya waktu. Waktunya hanya untuk belajar, belajar dan belajar.
"Lo pernah punya pacar?" tanya Iksan.
"Enggak," jawab Michelle singkat.
"Kenapa?" tanya Iksan.
"Belum tahu letak bahagianya di mana," jawab Michelle enteng.
"Lo gak cari tahu di mana bahagianya?" tanya Iksan.
Benar. Michelle begitu menutup mata tentang kebahagiaan cinta antara lawan jenis. Ia mengenal cinta dari kedua orang tuanya, yang berakhir dengan saling menyakiti. Ia bersugesti bahwa ia akan berakhir sama.