01. Pisang

34 4 8
                                    

Suasana kelas sudah sepi saat Dave mengeluarkan sesisir pisang uli dari dalam tasnya. Dengan santainya dia membuka dan melahap satu persatu pisang-pisang itu. Dave sama sekali tak peduli pada Pia yang tertegun.

"Kamu mau?" tanyanya menawarkan.

Pia menggeleng tegas. "Aku tidak sedang stres," jawabnya penuh penekanan, jelas ia merasa jengkel. Bukan karena Dave makan pisang tapi dia mempunyai kenangan buruk tentang pisang dan Dave.

Sedangkan Dave hanya tertawa saja mendengarnya, dia mana mungkin melupakan kejadian itu. Saat Pia tiba - tiba menyatakan cinta padanya.

"Kau serius?" Itu respon pertama dari Dave. Pia mengangguk sebagai jawaban. Butuh keberanian besar untuk mengatakan cinta tapi Dave malah merespon dengan sangat tidak berperasaan. Dia seperti membangun tembok dengan dunia luar, termasuk pada orang-orang yang mendekatinya.

Dia menghela napas dalam-dalam. Lantas berkata, "sepertinya kau harus sering-sering makan pisang."

Pia tentu mengernyit heran, apa hubungannya pernyataan cinta dengan pisang? Maksud Dave pisang yang beneran buah 'kan? Bukan yang punya biji?

"Pisang mengandung protein yang disebut Triptofan. Protein ini jika dikonsumsi oleh manusia, maka akan diubah menjadi senyawa kimia bernama serotonin." Dave menjeda kalimatnya sebentar. Dia menatap Pia yang sedang serius mendengarkan.

"Serotonin baik untuk tubuh, karena bisa meningkatkan mood, membuat manusia rileks, bahagia dan akhirnya terhindar dari stres," pungkasnya dengan raut wajah yang sangat datar. Berbeda dengan Pia yang masih berusaha mencerna kalimat Dave.

Lelaki ini memang terkenal pintar, tapi dia tidak menyangka Dave menolak dengan cara yang sangat kejam. Kesimpulan dari penjelasannya adalah Pia sedang stres, maka dari itu Dave menyarankan Pia untuk memakan buah pisang supaya tidak stres, keterlaluan.

"Kamu masih ingat, Pi?" tanya Dave menyelingi suara tawanya yang renyah.

"Tentu saja, itu sebuah penghinaan untukku."

"Tapi aku kan sudah minta maaf tentang hal itu. Dasar pendendam!"

Pia hanya menggeleng pelan. Entahlah kenapa dia bisa berteman dengan orang ini. Dulu Pia berpikir bahwa Dave keren, mungkin karena itu dia sempat menyukai Dave. Tapi anehnya setelah Pia menjadi dekat dengan Dave, perasaan itu memudar.

Mungkin Dave memang benar, kala itu Pia hanya sedang stres, jadi dia tidak bisa berpikir jernih. Sekarang Pia baik-baik saja, malah Dave yang terlihat sedang stres.

"Kenapa? Apa mereka mengganggumu lagi?" Intonasi bicara Pia mendadak berubah. Ada dengus nafsu menahankan amarah yang mendorongnya untuk menggulung lengan baju. Gelagat yang sempurna untuk memancing keributan.

"Tidak, bukan itu. Sepertinya aku jatuh cinta, Pi." Dave tersenyum geli, hal yang membuat Pia merasa jijik, dia hampir menyemburkan air yang baru saja ditelannya.

"Hah? Tiba-tiba? Siapa? Maksudku siapa orang itu?"

Dave menghabiskan pisang terakhirnya. Lalu diambilnya ponsel di dalam sakunya. Dave membuka galeri, memperlihatkan sebuah foto pada sahabatnya.

"Cantik 'kan?"

Bukannya ikut senang, Pia malah memaki. "Ck, bangke bener punya temen, aku sudah serius loh, Dave."

"Loh, memangnya aku bercanda?"

"Ya, tapi bukan idol Korea juga dong. Siapa sih yang gak jatuh cinta sama mereka, aishhh shibal!"

Untuk kesekian kalinya Dave tertawa jail. Respon Pia selalu lucu dan bisa membuatnya tertawa. Apalagi saat mengumpat dalam bahasa Korea. Pia juga sama seperti dirinya, sama-sama suka KPop. Mungkin karena itu mereka bisa menjadi dekat.

"Tapi kamu beneran baik-baik saja 'kan, Dave?"

Lelaki itu mengulum senyum palsu, Dave tidak mau membuat Pia khawatir. "Ya, seperti yang kau lihat. Aku segar bugar, juga bahagia." Andai Pia belajar ilmu psikologi, dia pasti bisa membedakan mana tingkah polah yang asli dan mana yang dibuat-buat untuk menutupi luka.

****

Jam menunjuk angka tiga. Di luar sedang mendung, entah ke mana perginya matahari, yang dilihat oleh Dave dari bangunan di pinggir jalan ini hanyalah langit yang mendung beserta awan hitam yang menggelantung. Di jalanan, orang-orang yang berlalu lalang mulai menepi ke pinggiran, mencari tempat untuk berteduh dari air yang jatuh.

Hujan.

Cuaca cepat sekali berganti, sama seperti orang yang akan dia temui hari ini. Dalam hidup Dave dia ibarat hujan, oh! Lebih besar dari itu, dia adalah badai yang memporak-porandakan hidup Dave dalam sekejap.

Mereka memiliki janji temu tepat di jam dua siang, tapi sampai saat ini dia tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Dasar si tukang ingkar janji. Dia pasti sengaja menghindari Dave.

Dave menyeruput es kopinya yang terakhir, dia sudah memesan dua gelas minuman, dan keduanya sudah tandas, persis dengan kesabaran Dave yang sudah terkuras. Dia tidak mau lagi dipermainkan layaknya sebuah permen karet.

Habis manis sepah dibuang.

Oleh karenanya dia memutuskan untuk menelpon orang itu. Nada dering tersambung terdengar di telinganya, tapi orang di ujung sana tak kunjung mengangkat telpon darinya.

Sekali lagi helaan napas berat keluar dari mulutnya. Dave tak habis pikir kenapa dia bisa berurusan dengan bajingan sepertinya. Apa kesalahannya? Dari mana semuanya berawal?

"Halo? Kau di mana?" Dave bertanya tidak sabaran. Dari ujung sana terdengar suara-suara aneh yang tak biasa. Seperti seseorang sedang merintih kepayahan.

"Ah-aku sedang berolahraga. Kenapa? Apa kau mau bergabung?" Sialan. Dave tahu olahraga yang dimaksud oleh bajingan ini, dia pasti sedang berhubungan seks. Sekalinya cabul memang akan tetap cabul. Dia tak layak disebut manusia.

"Bangsat! Kau punya janji denganku, apa kau tak ingat?" Dave berusaha untuk tetap tenang dalam situasi mengerikan. Dia sudah legal untuk mendengarkan backsound desahan orang mesum ini.

"Janji? Ah, kau ingin pisangku juga?"

"Anjing! Gak waras."

Cukup. Dave tak bisa menangani orang ini lagi. Dia memutuskan telponnya secara sepihak. Tubuhnya mendadak lemas, dikuras habis oleh keberaniannya yang hanya sebesar biji jagung. Benar, Dave mengumpulkan nyali selama kurang lebih satu jam hanya untuk menelpon orang ini.

Bisa kalian bayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh Dave untuk meminta pertemuan ini? Seminggu? Sebulan? Tidak, bertahun-tahun lamanya. Itu pun karena situasi yang memaksanya.

Sangat sulit untuk bertahan dalam situasi seperti ini. Dave tidak bisa bercerita pada siapa pun. Tentang kenangan masa lalunya. Tentang traumanya, tentang rasa sakitnya. Tentang tragedi yang terjadi di hidupnya.

Dave sangat tidak ingin mengingat kembali masa-masa itu. Tapi takdir yang kejam malah membawanya untuk mengulangi tragedi yang lebih mengerikan.

***
Bersambung...

Singkat saja ya, seperti itu. Bisa kalian tebak konflik apa yang dihadapi oleh Dave?

Tekan bintangnya yukkk!!! Komen juga jangan lupa.

Peluk hangat,
Nai

Sweet GumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang