Part 5. Another Occasion

184 31 25
                                    

Sorry for typo ~~

☆☆☆☆☆

Jacob pernah bertanya pada Juyeon begini, "kenapa lo gak pisah sama Chanhee sekarang? Kan sakit di lo kalau gini, Ju. Sebelum lo makin sakit lagi. Lagian, kalian berdua juga akhirnya juga bakal pisah."


"Gak bisa. Gue harus nunggu anak gue lahir dulu dan nemenin Chanhee. Sesuai janji yang gue buat. Dan bener, akhirnya nanti gue sama dia emang bakal pisah." Jeda...Juyeon menghela nafas berat. Menatap nanar langit gelap tanpa bintang.







"Gue hanya menunda perpisahan."




Hening.



"Gue pengen nyoba bikin dia bisa liat gue dan ngasih sedikit ruang di hati dia buat gue singgahi. Dengan selalu ada di dekat dia dan ngelakuin semua hal yang mungkin bisa bikin dia luluh karena liat usaha gue. Tapi gue lupa, dari awal peluang gue 0."

Jacob hanya bisa diam dan menepuk bahu temannya itu. Dia ikut prihatin tapi tidak bisa melakukan apa-apa.







●●●





Sejak dua bulan yang lalu Chanhee sudah mengambil kelas online. Dikarenakan dia tidak bisa lagi menyamarkan perutnya yang semakin membesar. Apalagi sekarang sudah memasuki bulan kesembilan.

Tidak ingin melihat orang-orang menatapnya dengan tatapan merendahkan. Karena itu akan melukai harga dirinya dan juga mencoreng nama baik keluarganya.

Tidak banyak yang berubah antara dirinya dan Juyeon. Mereka masih tinggal di apartemen Juyeon; kamar terpisah.

Pemuda Lee itu masih tetap memperlakukannya sama; selalu perhatian dan siap siaga jika dirinya membutuhkan sesuatu.

Perasaannya kepada Juyeon? Masih sama. Juyeon tetap tidak bisa menembus hatinya. Pemuda Choi itu terkadang masih menyesali kisahnya yang sudah lama usai dengan Younghoon.

Chanhee masih percaya jika dia dan Younghoon akan bisa bersama suatu saat nanti. Dan dia akan mengusahakan itu ketika dia dan Juyeon berpisah; setelah melahirkan calon anak Juyeon.
Pemuda April itu masih denial jika itu juga calon putrinya.








●●●







"Aku nanti pulang telat. Papa minta aku ke kantor buat gantiin beliau meeting sama client dari luar pas udah kelar bimbingan di kampus. Kalau kamu ada butuh apa-apa, langsung telfon aku atau personal assistent aku, ya?" Ucap Juyeon di sela sesi sarapan mereka pagi ini.


Chanhee menoleh untuk bertemu tatap dengan wajah suami tampannya itu; yang tak pernah dia akui sebagai belahan jiwanya.



"Oke." Sahutnya pendek dan kembali fokus pada menu sarapannya yang dibuatkan Juyeon.



"Tadi aku udah nyiapin beberapa cemilan yang biasa kamu suka di kulkas. Udah aku bedain tempatnya dan kasih note. Jadi kamu gak perlu susah-susah buat milih mana yang mau kamu makan duluan." Ujar pemuda Lee itu, lalu membawa peralatan makannya yang kotor ke wash disher.


Chanhee masih diam. Dia sedang meresapi setiap kalimat yang Juyeon ucapkan tadi.


"Makasih, Juyeon. Kamu harusnya gak perlu repot." Ucapnya kemudian. Juyeon berbalik sebentar dan memberikan senyum simpul. Dia mengambil alih piring, sumpit dan gelas kotor milik suaminya itu dan dia cuci.


"Aku gak repot kok. Malah seneng bisa nyiapin itu buat kamu." Pemuda Lee itu berujar dengan perasaan bahagia. Entah. Dia merasa bahagia bisa melakukan semua hal untuk orang yang dia cintai, meski orang itu tak pernah meminta.









BAD DREAM [JUNEW] • CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang