Part 11. Stay!

193 29 8
                                    

Sorry for typo ~~

Note: tidak semua hal mengenai medis dalam part ini benar.
Hanya berpedoman pd beberapa artikel ttg medis.

☆☆☆☆☆☆

Daritadi Chanhee masih diam dan tidak menanggapi cerita Juyeon. Dia berusaha meredakan amarahnya yang masih tinggi.

Setelah beberapa menit yang lalu Juyeon selesai menceritakan riwayat penyakit Yeonhee, putri mereka.


"Hee, aku minta maaf. Kalau kamu mau marah, marah aja. Aku terima. Emang aku gak becus sama sekali."


Chanhee menatap manik kelam milik Juyeon yang putus asa dan penuh kekhawatiran.


"Kata kamu, kamu masih cinta sama aku, tapi penyakit serius kayak gini kamu tutup-tutupin dari aku. Leukimia, Lee Juyeon. Bukan demam biasa." Ujar Chanhee penuh penekanan.


"Chani, udah berapa kali aku bilang, aku nunggu waktu yang tepat karena aku gak mau ganggu kamu yang sibuk dan bikin semuanya jadi ikut khawatir. Nanti kamu ikutan sakit. Aku tau kamu lagi sibuk banget di kantor. Sekarang pun kondisi kamu gak lagi baik-baik aja kan."


"Aku gak ngerti sama jalan pikiran kamu. Harusnya kalau kamu masih anggap aku orang penting buat Yeonie, kamu gak akan pernah mikir kesibukan aku jadi penghalang buat tau kondisi dia."

"Chani...aku minta maaf. Aku takut, aku gak tau mau cerita ke siapa karena aku gak mau nyusahin siapa-siapa, termasuk kamu." Juyeon terduduk di sofa ruang rawat itu, menunduk dengan dua tangan yang mengacak surai hitamnya dengan kalut, tak sanggup lagi membalas tatapan Chanhee yang menggambarkan kekecewaan padanya.



"Ini kita lanjut bahas nanti. Terus sekarang gimana? Udah dapat pendonornya? Aku gak mau tau, Yeonie harus sembuh. Bagaimanapun caranya Lee Juyeon!" Chanhee menarik tangan Juyeon dari kepala pemuda itu agar tidak menyakiti dirinya sendiri dan membawa pemuda Lee tersebut untuk menatapnya. Dua lengan Juyeon mengalung di pinggang Chanhee yang berdiri tepat di hadapannya.



"Aku udah nyari. Gak ada yang cocok. Sekalipun punya aku gak cocok sama punya Yeonie." Lirih pemuda tampan itu, kembali menunduk dan tak sanggup menatap manik kelam milik Chanhee.


"Coba ambil punyaku aja." Ucap Chanhee, mengusap surai hitam milik Juyeon pelan.


"Hee, tapi kamu lagi sakit." Tolak Juyeon.


"Aku cuma kecapek-an bukan penyakit serius. Aku panggil Dokter Jung buat bawa aku ke ruang pemeriksaan." Chanhee berjalan ke arah meja nakas, lalu menekan tombol yang ada di atas meja nakas samping ranjang rawatnya tersebut; tombol untuk memanggil Dokter jika ada yang diperlukan/kondisi darurat.



Beberapa menit kemudian Dokter Jung datang bersama beberapa orang perawat.



"Dok, saya yang akan jadi pendonor buat Yeonhee. Tolong bawa saya ke ruang pemeriksaan untuk rangkaian tes dan prosesnya."



Juyeon tidak bisa menolak keinginan Chanhee.



Perawat akhirnya membantu Chanhee naik ke kursi roda dan mendorongnya menuju ruang pemeriksaan, diikuti Dokter dan Juyeon di belakang.



Yeonhee tinggal bersama Haknyeon di ruang rawat tersebut. Menunggu hasil pemeriksaan Chanhee terlebih dahulu.







●●






"Selamat. Sumsum tulang milik Tuan Chanhee dan Yeonhee cocok. Jika tidak ada kendala, beberapa hari lagi kita bisa langsungkan operasi transplantasi setelah persiapan selesai dan kondisi Yeonhee cukup baik." Ujar Dokter Jung kepada Chanhee dan Juyeon.


Pemuda Lee itu memeluk Chanhee secara refleks, yang membuat pemuda April itu cukup kaget. Namun kembali menormalkan ekspresinya dan membalas pelukan Juyeon.


"Makasih Hee. Makasih kamu udah hadir di hidup aku lagi dan jadi penyelamat buat Yeonie." Bisik Juyeon di ceruk leher yang muda.


Chanhee mengangguk dan menggumamkan kalimat-kalimat penenang untuk pemuda Lee itu agar rasa khawatirnya sedikit berkurang.


"Terima kasih, Dok. Saya ijin balik ke tempat Yeonhee dulu. Semoga nanti operasinya lancar." Ucap Chanhee setelah barusan melepaskan pelukan Juyeon. Lalu pemuda Lee itu juga berpamitan dan mendorong kembali kursi roda Chanhee ke ruang rawat dimana Yeonhee berada.





●●●






Setelah lebih dari satu minggu dilakukan kemoterapi dan serangkaian tes untuk menyiapkan tubuh Yeonhee, dan juga beberapa hari yang lalu diambil sel punca milik Chanhee, akhirnya hari ini operasi transplantasi sumsum tersebut dimulai pada pukul empat sore. Chanhee dan Juyeon menunggu di luar ruang operasi dengan wajah cemas.

"Yeonie anak yang kuat. Kita percayain sama dia, ya." Chanhee mengelus pelan punggung tangan Juyeon, lalu menggenggamnya erat. Pemuda Lee itu beberapa hari ini tampak kacau.

Meskipun Chanhee juga sama khawatirnya dengan Juyeon. Namun, di saat-saat seperti ini, harus ada salah satu diantara mereka yang tetap waras agar tidak terpuruk dua-duanya, pikir pemuda Choi tersebut.

Dia paham bagaimana perasaan Juyeon, karena selama ini pemuda itu yang bersama Yeonhee. Pasti berat sekali.


Chanhee yang baru hadir lagi ke dalam hidup mereka tak ingin menambah beban untuk Juyeon.

"Ssttt..Yeonie pasti kuat. Dia akan balik ke kita, Juyo." Chanhee mendekap tubuh besar Juyeon yang duduk di sebelahnya dan mengusap punggung lebar pemuda tampan itu dengan pelan, agar isakan dalam diamnya mereda.


"Aku takut Hee." Lirih Juyeon di depan wajah Chanhee, dengan wajah cukup pucat.


"Yeonie akan sembuh dan sehat lagi. Kita harus percaya sama dia, Ju." Chanhee mengecup kening Juyeon lalu kembali memeluknya dengan erat.



"Makasih Hee. Yeonie harus sembuh biar bisa ngehabisin waktu sama kamu. Dia sayang banget sama kamu."



"Aku juga sayang banget sama dia. Aku gak akan ninggalin dia lagi. Dan juga kamu." Juyeon menjauhkan sedikit tubuhnya dari Chanhee dan menatap lekat manik yang muda.


Air bening jatuh di pipi Juyeon yang tidak percaya dengan apa yang barusan dia dengar.


"I love Yeonie and you, Lee Juyeon. I'll stay." Chanhee menyeka jejak air mata yang ada di pipi sang dominan lalu mengecup bibirnya lembut.














Tbc

Hai? 👀

BAD DREAM [JUNEW] • CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang