Chapter Fourteen

815 85 4
                                    

"Lalu dia bertanya apakah aku punya pacar dan tentu saja aku menjawab 'ya' " dia bercerita saat dia duduk di paha si rambut coklat.

"Kapan kamu akan memperkenalkannya kepadaku?" Jennie sedikit menggoda, merasa sedikit lega karena tau bahwa Rosé telah menemukan orang lain.

Salah!

"Siapa?"

"Yah, tentu saja pacarmu."

Rosé tertawa sambil menutup mulut nya dengan tangan, "Oh konyol! Tapi itu kamu." Rosé menangkup wajah Jennie dan meninggalkan ciuman singkat di bibirnya.

Jennie membuat ekspresi yang bimbang antara heran dan tidak nyaman. Sama sekali tidak mungkin dia menganggapnya begitu serius, ketika mereka membicarakannya berbulan-bulan yang lalu, tidak ada hubungan serius sama sekali. Bukan itu, mereka bukan apa-apa.

"Rosie-"

Kata-katanya terputus lagi ketika dia mendengar tawa lain dan kemudian Rosé meletakkan tangannya di bahu Jennie.

"Aku tahu, jangan katakan apa-apa. Kamu dan aku bukan sepasang kekasih." dia memutar matanya dan melanjutkan.

"Hanya saja dia sangat ngotot denganku dan yah, aku tidak ingin apa-apa dengannya, hanya denganmu."

Jennie tidak tahu harus berkata apa tentang itu, jadi dia hanya menunduk dan memutuskan sudah waktunya untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Rosie...ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu."

Rose mengerutkan keningnya dan duduk di antara kaki Jennie, "Oke, ada apa babe?" nama panggilan yang gadis itu katakan beberapa detik lalu membuatnya bergidik.

"Aku hanya... aku ingin kamu duduk di sebelahku atau aku tidak tahu, tapi tidak benar berbicara dengan posisi seperti ini..." Jennie menunjuk ke posisi mereka berdua.

Rosé mengerutkan kening lagi, benar-benar terkejut. Dia melakukan apa yang di minta Jennie dan duduk disebelahnya di tempat yang kosong di sofa.

"Aku ingin kamu mendengarkanku dengan sangat hati-hati, dan biarkan aku bicara sampai selesai." Jennie berkata, dan Rosé hanya mengangguk sebagai jawaban.

Jennie diam sejenak dan dengan tangan dipangkuannya, menatap lurus ke depan, "Meskipun kita berdua tahu, kau dan aku, kita tidak memiliki hubungan yang didasarkan 'cinta', tapi...ada sesuatu di luar itu yang aku ingin kamu tahu."

"Aku hanya ingin kamu langsung ke inti nya, Jennie."

"Oke, apa kamu ingin aku memberitahumu sekaligus atau harus menjelaskan seluruhnya sehingga tidak terdengar terlalu buruk?"

"Aku lebih suka kamu mengatakannya sekaligus."

"Yah..." Jennie berhenti selama yang dia bisa, karena meskipun sepertinya tidak, itu semakin sulit.

"Aku tidak ingin menyakitimu dengan cara apapun, kamu sangat penting bagiku, kamu telah bersamaku melalui suka dan duka. Aku sangat menyayangimu dan kamu tahu itu dengan sangat baik." Rosé masih memperhatikan kata-kata Jennie, tidak begitu mengerti apa yang dia maksud.

"Apa kamu ingat Lisa?" Rosé menjawab dengan berdehem.

"Oke, well...aku sangat menyukainya, dan aku ingin sesuatu yang serius dengannya." Rosé melebarkan matanya karena terkejut.

"Dan aku pikir karena alasan itu, sama sekali tidak benar bagiku untuk terus melihatmu, setidaknya dalam hal ini. Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku sangat menyayangimu, tapi aku tidak bisa terus membohongi Lisa seperti ini lagi. Jadi katakan padaku, tidak apa-apakan jika kita hanya berteman lagi?"

Rosé tidak mengatakan apa-apa selama beberapa saat. Memproses semua yang dikatakan gadis itu padanya, semua yang dia akui pada nya. Dia selalu menginginkan kebahagiaan Jennie, dia benar-benar menginginkan nya tetapi dia harus menerima bahwa mungkin perasaannya sedikit menyimpang dari gagasan utama mereka menjadi 'teman seks'.

"Jennie, aku...maksudku, oke tentu saja aku mau. Tapi aku lebih suka kamu memberitahuku sebelumnya-" Rosé menghentikan ucapannya. Dia benar-benar tidak ingin memperburuk keadaan.

"Sebelumnya?" Rosé tidak menjawab. Dia benar-benar ingin menangis, dia tidak mau menerimanya di hadapannya.

Jennie mendorongnya untuk kedua kali untuk menjawab, sehingga membuat gadis di sebelahnya diam-diam menyeka air mata dari pipinya dan menjawab.

"Aku menyukaimu Jennie, aku sangat menyukaimu, tapi aku mengerti bahwa kamu menyukai Lisa. Gadis itu sangat menarik, baik, dan sangat cantik."

"Hei, kamu juga." Jennie menangkup wajah Rosé dan berkata.

"Kamu luar biasa dan kamu tahu itu, aku sudah memberitahumu berkali-kali, tetapi untuk beberapa alasan, selama bertahun-tahun, aku menyadari bahwa dia membuatku gila sejak aku mengenalnya. Aku tidak bermaksud membuatmu merasa buruk, babe. Dan itulah tepatnya mengapa aku disini berbicara padamu tentang hal ini, dan aku minta maaf dari lubuk hatiku jika kamu pernah merasa bahwa aku membuatmu memikirkan hal-hal yang tidak benar. Aku ingin kau, tolong jangan mengingatku sebagai sesuatu yang buruk, sebagai seseorang yang menyakitimu, aku menyayangimu dan akan selalu begitu Rosie. Ini tidak akan mengubah persahabatan kita sama sekali."

Rosé tidak bisa menahan air matanya lagi dan dia akhirnya menangis. Jennie yang menyadari itu membawa Rosé kedalam pelukannya dan menekannya ke tubuhnya dalam pelukan yang begitu tulus sehingga itu membuat Rosé semakin tersedu.

Mereka tetap seperti itu setidaknya sama dua menit, Rosé berhenti menangis saat dia menyeka air matanya dengan punggung tangannya dan Jennie membantunya menenangkan dirinya.

"Jennie, aku ingin menanyakan sesuatu padamu sebelum hal lain..." bisiknya tidak yakin.

"Apa itu?"

"B-bisakah kamu memberiku...satu ciuman terakhir?"

Rosé menundukkan wajahnya, merasa malu akan apa yang baru saja ia katakan. Melihat Jennie tidak bereaksi selama beberapa saat, dia langsung menyesal telah menanyakan hal bodoh itu padanya.

Dia mengangkat wajahnya dan bertekad untuk meminta maaf, ketika sebuah tangan menyentuh dagunya dan mengangkatnya hingga beberapa detik kemudian bibirnya merasakan sesuatu yang begitu hangat, lembut dan sangat familiar.

Jennie menciumnya perlahan, sangat perlahan dan penuh sayang. Itu adalah ciuman hangat dan lembut dari 'seorang teman'.

Ciuman mereka untuk yang terakhir.

Setelah beberapa detik, mereka melepaskan ciuman itu. Rosé dengan mata terpejam, masih dalam awan fantasi yang familiar. Dia sangat menikmatinya. Meskipun sejujurnya dia tahu, dia akan merindukan sesuatu yang familiar ini.

"Jadi...teman?" tanya Jennie sedikit ragu.

"Tentu saja, Jennie." Rosé menggunakan nama panggilan itu setelah sekian lama. Itu membuatnya geli seperti sebelumnya. Jennie tersenyum karena semuanya berjalan dengan baik. Dia telah menjelaskan semuanya pada Rosé, dan sekarang dia merasa lega.

Sekarang yang tersisa hanyalah berbicara dengan Lisa. Dan Jennie berdoa kepada Tuhan agar semua berjalan dengan baik, sehingga dia dapat melaksanakan rencana masa depannya yang indah dengan cara yang terbaik.

Massages ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang