Jimin dan Yoongi masih berdiam diri didalam mobil yang terparkir di basement gedung bertingkat yang baru saja menjadi tempat mereka menghajar lelaki kurang ajar. Gunting rumput besar yang tadinya dipakai Jimin untuk alat menakuti Song Kang tertinggal di rooftop karena mereka berdua tergesa untuk turun. Setelah Jay dan Ma Dong Seok muncul dari balik punggung Jungkook, menyeret Song Kang entah dibawa pergi kemana. Hening yang tercipta memberikan isyarat pada beberapa manusia yang masih tertinggal diatap gedung itu. Memberi arti bahwa dua orang lainnya harus meninggalkan tempat itu, karena sepasang mata gelap tak berhenti bersitatap dengan dua mata hazel yang juga terlihat menanti sebuah jawaban.
"Apa Seokjin akan baik-baik saja?" Jimin meremat ponselnya kembali. Mengurungkan niatnya untuk mendial nama Seokjin dilayar ponsel pintarnya.
Yoongi menghela pelan. Tangan kanannya terulur dan membelai lembut punggung tangan Jimin yang terasa dingin. Ia tahu, pasti Jimin sedang mengkhawatirkan Seokjin. "Kau juga tahu bahwa pria tak berperasaan itu telah berubah."
Jimin mengangkat wajahnya dan menatap Yoongi tanpa mengucapkan sepatah kata.
Yoongi tersenyum tipis. "Awalnya aku merasa pria itu berbahaya untuk Seokjin, tetapi waktu menunjukkan keajaiban yang tak terbayangkan olehku."
Yoongi berhasil membuat Jimin melepaskan napas beratnya. Anggukan lemah dengan senyuman tipis. Hal itu cukup membuat perasaannya nyaman karena berhasil mengurangi rasa khawatir Jimin. Meskipun ia sadar, bahwa apa yang ia ucapkan barusan bukan hanya kalimat penenang, melainkan fakta yang memang ia saksikan.
Jeon Jungkook telah berbeda.
Yoongi yakin sekali bahwa tatapan dingin yang pernah dilihatnya menjadi hangat dan penuh puja. Meskipun ia tak tahu sedalam apa dan sejauh mana hubungan dua orang yang masih berada diatap gedung ditemani angin malam yang dingin, namun ia yakin bahwa Jungkook yang sekarang tidaklah berbahaya. Bagi Seokjin tentunya.
Hal yang tak Yoongi duga adalah pukulan telak yang Seokjin layangkan pada Song Kang hingga membuat lelaki biadab itu pingsan. Ia tak menyangka bahwa Seokjin mampu melakukan hal itu dengan keyakinan dirinya sendiri. Apa mengenal sosok keras Jungkook membuat Seokjin lebih berani menghadapi bahaya didepannya?
Atau mungkin luapan amarah dalam dirinya sudah tak tertahankan lagi?
Setibanya mereka bertiga di apartemen sewa milik Jimin, Seokjin duduk dengan memegang cangkir berwarna putih berisi teh chamomile. Perasaannya semakin terasa tenang. Ia menoleh kesamping dimana Jimin masih duduk sambil memangku nampan kayu di pahanya.
"Sepertinya Yoongi sudah menganggap tempat ini sebagai rumahnya sendiri," Seokjin menurunkan cangkirnya setelah menghirupnya pelan. Menoleh kesamping dimana Yoongi sibuk bermain dengan Minguk didepan televisi yang menyala. Mendengungkan seruan-seruan suara ceria berbentuk lagu yang menggema.
Jimin menggeser pantatnya lebih dekat dan memegang lengan Seokjin lembut. "Yoongi hanya cerita sekilas saja. Apa kejadiannya lebih buruk dari yang aku pikirkan?" tanya Jimin terlihat cemas. Telapak tangan hangatnya menggosok pelan lengan Seokjin.
Seokjin menunduk sambil tersenyum melihat usapan di lengan kirinya. Senang rasanya melihat ada orang lain yang mencemaskan dirinya. Ia mendongak dan menggeleng pelan. "Aku sudah merasa lebih baik. Kau tidak perlu mencemaskanku."
"Aku tahu betul Si Bangsat itu karena memang dia rutin berkunjung di gay bar tempatku... bekerja." Jimin memelankan suaranya dan menoleh kesamping untuk memastikan Yoongi tak mendengar dan masih asyik bermain dengan adiknya.
Jimin menoleh kembali pada Seokjin dengan tatapannya yang penuh keteguhan. "Haruskah aku memberinya pelajaran untuk Si Brengsek itu malam ini?"
"Bukannya kau sudah jarang datang ke bar?" Seokjin melirik kesamping untuk melihat presensi Yoongi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A WRONG STORY
FantasyHidupku selalu tidak bahagia-Kim Seokjin 2k22 I will make you pay more!-Jeon Jungkook 2k22 COMPLETE‼️