Jimin
Satu minggu terakhir, tidurnya seperti orang yang tidak pernah merasa lelah sama sekali. Di siang hari, ia bekerja seperti ketentuan hidup dan di malam hari saatnya sang pikiran berkeliaran. Kemana saja yang ia mau. Pada Jeongguk dan wujudnya luar biasa, pada kedua kakaknya yang beberapa kali meminta Jimin untuk datang ke kediaman Taehyung, dan panggilan Rose yang sengaja ia abaikan. Belum lagi pikiran soal nama Eunwoo yang menggantung seperti setan gentayangan. Dari mana pula Jeongguk tahu nama laki-laki yang sudah coba sekuat tenaga ia lupakan. Fakta bahwa mereka pernah tidak sengaja bertemu di market sudah bisa menjelaskan semuanya. Kalau pemuda itu sekarang juga menjejak di tanah Bali. Mungkin untuk liburan dan sekadar senang-senang. Bisa saja kegemarannya tidak berubah. Ia bisa tiga kali seminggu mengajak Jimin kemana saja sewaktu masih ada di hubungan yang lumayan serius. Katanya, sebisa mungkin Jimin tidak boleh stress. Ironisnya justru itu yang membuat Jimin makin banyak pikiran. Soal bagaimana nanti ia mencari uang untuk pesangon, ijin pada kedua orang tuanya yang lumayan strict, dan fakta kalau terkadang tubuhnya menyerah. Tidak tahan dibawa kesana-kemari dengan perubahan cuaca yang lumayan berbeda.
Tiga kali ketukan di pintu mampu membuatnya berjengit. Hampir-hampir jatuh dari atas kasur. Pukul tiga dini hari dan ternyata masih ada saja orang iseng yang hendak mengganggunya. Tuhan ternyata tidak mau memberinya istirahat.
"Swastiastu. Ini aku, Jim." Suara itu familiar, tentu saja. Jimin kenal betul dengan siapa yang punya. "Aku dari kantor tapi pagar rumah Taehyung sudah dikunci." Benar. Jeongguk belum kembali lagi ke Gianyar setelah Jimin dengar, Taeyeon jadi satu dari sekian banyak orang yang memperebutkannya. Mungkin masih berat.
Jimin membuka pintu hati-hati. Takut kalau mengganggu penghuni kamar yang lain. "Kenapa pulang pagi sekali?" tanyanya pada pemuda bersepatu pantofel, kemeja biru navy dan celana kain kelabu ini.
"Deadline," jawab Jeongguk, "aku bakal kembali ke kantor, nanti jam tujuh."
"Cepat cuci tangan dan kaki, terus tidur." Ia tarik pergelangan tangan Jeongguk yang dingin. Tanda bahwa anak ini berkendara dengan kecepatan tinggi menuju ke kosnya. Siluetnya juga kelihatan seperti orang yang kecapaian. Betapa dunia seakan tidak memberinya jeda barang sedetik. Nyawanya baru saja hampir melayang beberapa hari yang lalu tapi kantor memaksanya masuk sebagai tanggung jawab besarnya di posisi supervisor. "Mau aku buatkan teh hangat?" Jimin menawarkan diri.
"Ndak usah." Jeongguk menyahuti dari dalam kamar mandi. Tubuhnya baru saja kembali setelah melepas kemeja pendek yang menemaninya ke kantor hari ini. "Disini ada kaosku, kan?"
"Kalau tidak salah, masih di tempat laundry."
"Oh, iya." Langkah Jeongguk pelan-pelan mendekat ke kasur. "Ndak papa, kan, kalau aku tidur cuma pakai celana kain saja?"
"Iya." Jimin manggut-manggut. "Tapi sabuknya dibuka dulu. Memangnya tidak sesak kalau tidur pakai sabuk?" Jemarinya terulur perlahan. Membantu benda pengikat yang melingkar di sekitaran perut kawannya untuk lepas. Dilihat dari wajahnya dan kedua mata berkantung, Jeongguk benar-benar kelihatan seperti orang yang tidak pernah tidur nyenyak. Mungkinkah ia juga memikirkan banyak hal seperti Jimin yang dilanda insomnia? Ataukah sekadar karena jadwal kantornya yang memaksanya untuk tetap ada di jajaran bangku berkomputer itu? Jimin enggan mencari tahu.
"Kamu tahu, kenapa aku merasa kalau aku harus bersama kamu sampai aku dijemput ajal?" Jeongguk bersuara setengah berbisik. Telapaknya menggenggam tangan Jimin dengan lembut. Mencari kehangatan yang sempat absen dari dirinya setelah disentuh air kamar mandi.
Jimin tidak mau menanggapi. Bisa saja ini cuma bualan semata untuk membuatnya merasa lebih baik dan melupakan semua perlakuan pemuda itu padanya.
"Jimin," panggil lelaki itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dewananda
Fanfiction[ ON REVISION WITH ADDITION SCENE ] : KookMin Indonesian's Mythology: Legenda Naga Basuki Ia tidak pernah menanti sebuah ampunan yang datang dari Sang Hyang Widhi. Biarlah nanti ia menerangi jalannya sendiri. Tapi mengapa sosok itu datang dan membua...