"Gadis itu mengingatkan nasibku dulu."● ● ●
Dinginnya malam yang menusuk jemariku menambah suasana haru. Teringat perjuanganku di tempat ini dan harapan yang kutulis pada secarik kertas. Bukan sesuatu yang mudah untuk melewati itu semua. Namun sekarang, aku bangga atas diriku sendiri yang berhasil melewati masa-masa berat itu.Sekarang, aku berdiri disini dengan nasib yang jauh lebih baik.
"Ai mau naik kudaa!" Aio merengek yang kesekian kalinya. Padahal di depan banyak sekali orang yang sedang mengantru kereta kuda.
"Iya, tapi masih antri. Kita tunggu dulu ya.” Ucap laki-laki di sampingku yang tak lain adalah Romeo, suamiku sendiri. Namun Aio tetap kekeuh dengan permintaannya.
Aku terkekeh memandang perdebatan mereka. Sifat Aio tak jauh beda dengan aku sewaktu kecil. Apapun yang dinginkan, harus terlaksana. Ya, walaupun saat aku kecil hanya bisa mengerucutkan bibir dan mengomel dalam hati.
“Bunda pengen lihat baju-baju di toko itu deh, lucu-lucu buat Aio. Nanti kalau sudah naik, telpon aja.” Ucapku saat pandanganku tak sengaja menangkap satu stel baju anak kecil pada gantungan depan sebuah toko.
Alhasil aku berpencar dengan mereka.
Ribuan syukur terus terucap dalam hati atas karunia Tuhan yang sangat luar biasa. Menikmati indahnya malam Malioboro seperti apa yang aku inginkan dulu.
Saat aku hampir sampai di toko baju, tiba-tiba suara perempuan dari arah belakang mengagetkanku. Aku memutar badan dan menoleh kearahnya.
“Air mineralnya buk..”
end.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpang Malioboro dengan Kisahnya
Conto"Pada tempat yang sama, dengan nasib yang berbeda."