Aku sangat tidak menyukai musim hujan, rasanya lembab dan menyesakkan, seolah aku akan segera tenggelam
Maudy berjalan dengan membawa setumpuk buku yang berisi kumpulan chord lagu, menyapa setiap murid yang melewatinya dengan ramah
Langkahnya terhenti ketika ia melihat sosok laki laki tinggi, nafasnya naik turun, jantungnya berdetak kencang seolah ada ribuan batu yang menghujam
Murid itu terus melangkah maju, kian lama kian mendekat hingga mereka berdua berdiri saling berhadapan
" mau saya bantu bu? " ucapnya sambil tersenyum
Mata maudy tak lepas menatap sosok laki laki itu, air matanya mengembang " Ha..lim " ucapnya gemetar
Tangan maudy perlahan menyentuh wajah laki laki itu tanpa sadar
" Bu... " suara itu menyadarkan maudy, ia langsung menepis air mata yang hendak keluar
" Maaf, kamu mirip banget sama orang yang pernah ibu kenal " ucapnya
Laki laki itu mengangguk mengerti lalu pamit pergi
Maudy menggelengkan kepalanya, dengan langkah cepat memasuki ruang guru
" lebih baik mana? Meng-akhiri hidup sekarang atau bertahan dengan kehidupan yang seakan membunuhku secara perlahan? "
Kata itu terus terngiang di telinga maudy seolah baru kemarin ia mendengarnya, kata terakhir yang Halim ucapkan dalam sekeping surat yang sudah kusam
Maudy terus membaca surat itu selama bertahun tahun, semakin ia mencerna setiap kata dari isi surat yang di berikan Halim, maka semakin juga maudy menyalahkan dirinya atas kejadian yang menimpa Halim
" seandainya aku tak terlalu acuh "
" jika saja aku lebih mencari tau tentang kondisinya"
" andai saja aku selalu ada di sisinya sampai akhir, maka semua itu tidak akan terjadi "Selama bertahun tahun juga kalimat kalimat itu selalu terlintas dalam fikirannya, rasa cinta yang mendalam serta perasaan bersalah yang makin membuat maudy tenggelam dalam kenangan yang tak akan pernah bisa ia lupakan
" kamu ga kenal sama anak yang barusan kamu pegang maudy ? "
Ucap salah satu rekan guru yang membuat maudy tersadar dari lamunannya
Gadis itu menggelengkan kepala sebagai jawaban
" itu Hakim, adik kandung Halim "
Maudy tersentak kaget, dadanya seolah sesak, nafasnya baik turun"A..adik? Bukannya Halim anak tunggal ? "
Rekan guru maudy menggelengkan kepala " nggak, dia punya adik, Hakim juga baru aja pindah ke sekolah ini 2 bulan lalu "
Apa maksud semesta mengirimkan sesosok laki laki yang rupanya sama persisi seperti Halim? Apakah ini sebuah karma untuknya? Karma karna tidak menjaga Halim dengan baik?
Pikiran maudy semakin tidak karuan, ia bangkit dari tempat duduknya, meminta izin untuk keluar sebentar, yang semoga saja bisa menemukan jalan keluar
Musim hujan serta maudy yang seolah berada di penghujung jalan membuatnya terus memikirkan kemungkinan yang akan terjadi bila dia berada di sisi Hakim *Adik kandung Halim* perasaan takut yang selalu saja menghantuinya kini tumbuh lebih besar saat tau Ia adalah seorang guru dari adik kandung mantan kekasihnya, kenyataan pahit itu tiba tiba datang tanpa bisa Maudy perhitungkan
" Apakah semesta sangat membencinya karna telah membiarkan Hakim, manusia hampir sempurna pergi meninggalkan dunia ? "
Lagi... Rintik hujan mulai turun, tetes demi tetes perlahan membasahi tubuh Maudy, terasa dingin, hingga membuat tubuh Maudy bergetar, namun gadis itu tetap berjalan menusuri jalan, dengan sebuah payung yang ia gengam, tanpa berniat untuk membukanya agar terlindung dari air hujan, ia pasrah, membiarkan semesta mengguyurnya, hingga hujan terasa mulai deras, banyak orang yang berlarian untuk mencari tempat teduh, namun Maudy sama sekali tidak memiliki niat akan hal itu.
Di kejauhan, tepat di ujung jalan, sesosok lelaki yang sedang ada dalam fikirannya berjalan perlahan, makin mendekat, dengan kondisi yang sama, laki laki itu menatap Maudy dengan penuh amarah.
Maudy menghentikan langkahnya, ikut menatapnya seolah telah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.
" Dasar pembunuh ... " teriak laki laki itu, hingga membuat beberapa orang yang ada di sekelilingnya ikut menoleh
Maudy tersenyum, seolah tau hal ini akan terjadi, ia sama sekali tidak bergerak dari posisinya, membiarkan laki laki itu terus mendekat hingga akhirnya tubuh mereka saling berhadapan
" Ternya ibu pembunuh.... " lagi, perkataan itu kembali dilontarkan kepada Maudy
" Kenapa ibu biarin dia sendirian? Kenapa ibu ga ada di sisi dia saat dia lagi benar benar butuh bantuan, kenapaa?!!!!! " Kini nadanya mulai gemetar
" Kenapa harus diaa, kenapa ga ibu ajaa! "
Maudy masih terdiam, bibirnya seolah bisu, bersamaan dengan derasnya air hujan, ia mulai menangis.
Kenangan pahit itu kembali berputar, kepergian Halim, meninggalkan luka yang sangat mendalam untuk kedua orang yang sedang berdiri di tengah derasnya hujan.
" Ma...af " jawab Maudy dengan nada gemetar
" Maaf " ucapnya sekali lagi
*************************************************
HALO GUYS! Gimana dengan cerita aku kali ini? Cukup menarik kan?
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca yaa, semoga kalian suka❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA DIBALIK HUJAN
Teen Fictionbagiku, hujan selalu memberikan kenangan membahagiakan yang akan selalu ku ingat dalam jangka waktu yang lama kenangan membahagiakan itu masih ada dalam diriku sampai detik ini, perlahan terus menusukku seperti duri kenangan indah yang aku buat agar...