"Mau kemana lagi lo?"
Gue berdecak, menatapnya malas, "biasa aja kali."
Raden menatap datar, menjatuhkan rokoknya lalu menginjaknya sampai padam. Bikin kotor aja.
"Orang tanya itu dijawab!"
Gue menyender ke pintu, sambil melipat tangan di perut. "Yang sopan dikit jadi adek. Kebiasaan banget ya lo, gue kakak lo kalo lo lupa." Gue menekan nada saat menyebut kata kakak.
"Yaelah beda setahun doang." Dia menyaku tangannya di saku celana.
"Setahun itu beda 365 hari ya, gak cuma beda 1 hari doang." Gue menjelaskan berlagak seperti guru.
Dia berdecak kesal, "Gue juga tau kali, mau kemana lagi sih?"
"Bukan urusan-" ucapan gue terpotong dengan pintu yang tiba-tiba terbuka, dan gue hampir terjengkang kalau Raden gak nahan pinggang gue.
"Wiiih cewek siapa nih?" Seorang cowok bertopi, pawakannya sama kayak Raden, wajahnya lebih ke manis-manis babyface gitu.
Raden melepaskan lilitan tangannya.
Si bertopi mengulurkan tangan kanannya ke gue, "kenalan dong cantik."
Gue terdiam. Agak kaget sama sifat periangnya. Raden mengambil alih, menepis tangan temannya. "Tangan lo. Gak sopan." Si empu meringis. "Itu sopan ya Pak!"
Raden mendelik tak suka. "Oke, oke santai." Si bertopi berucap sambil mengangkat kedua tangannya.
Beralih ke teman di belakangnya, "gue keluar dulu, ayo Gar." Upss gue baru nyadar ternyata yang keluar ada dua orang. Dan betapa terkejutnya gue, kalau itu adalah si Gorong-gorong. Alias Gara, dan lebih tepatnya mantan gue. Iya mantan. HAH MANTAN. "ANJIR LO NGAPAIN DI SINI?!" Teriak gue refleks. Menunjuk Gara dengan horor.
Si bertopi bingung, "hah? Gue?" Tangannya menujuk ke dirinya sendiri. Sedangkan yang ditunjuk hanya santai-santai saja, memasang wajah datar.
"Bukan lo tapi ... dia?" Tunjuk gue lebih jelas.
Si bertopi menoleh ke belakang sesaat, dengan polosnya berkata, "oooh dia. Dia Gara kenapa?"
Iya gue tau kalo itu Garaaaaa. "Maksud gue bukan itu. Ngapain lo-" Raden segera membekap mulut gue dari depan. Gue menatapnya heran, apa maksud?
"Diem." Raden menoleh ke belakang, "udah sono kalau mau pergi." Katanya.
"Oke, gue duluan ye." Si bertopi menepuk pundak Raden. Melirik gue. "Duluan cantik." Sambil melambaikan tangannya ke gue. Si Gara, OH IYA SI GARA, cuma menatap gue. Lalu beralih ke Raden, "duluan." Katanya, berlalu begitu saja tanpa menepuk pundak atau basa-basi lainnya. Raden hanya mengangguk.
Mereka berdua segera menaiki motor dan pergi dengan menlakson sebagai tanda permisi. Gue menyentil dahi Raden yang sedang melihat kepergian mereka. "Apasi!"
Gue menepuk-nepuk tangannya, mengkode untuk melepas bekapannya. "Oh."
Gue segera menghirup udara. Menatap marah, "ah oh ah oh doang, gue hampir mati dibekap lo!"
"Maaf." Ucap Raden tulus. Kalo ginikan gue gak jadi marah. "Yaudah." Gue hendak melewati Raden tapi ditahan.
"Mau kemana?"
"Ke rumah Tari."
"Gue anter."
Gue melihat Raden bingung, "lah sebrangan doang gue bisa sendiri, dikira bocil apa."
Raden mengabaikan, "ya pokoknya gue anter."
"Terserah lo ah." Gue berlalu sambil diikuti Raden menuju rumah Tari.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANTAN
Teen FictionTentang Endras dan mantan-mantannya, tentang masa lalu dan masa kini. Setelah kepindahannya ke SMA yang baru semuanya berubah, hidup Endras yang adem tentrem menjadi kacau. Mantan-mantannya berulah, seakan melupakan masa lalu dan mendekatinya lagi. ...