"Masih suka insecure soal fisik? Coba bercermin dulu! Banyak hal positif yang terpendam dalam dirimu."
---
Untuk apa mendengar perkataan para manusia tak berhati nurani. Jika itu, menyakitimu. Kamu bisa mengabaikannya, kamu bisa menutup telinga untuk itu.
Apa yang ada pada dirimu, semuanya sempurna. Tapi, perkataan-perkataan jahat yang masuk ke telingalah, yang membuat kamu membenci hidup yang telah diberikan Tuhan.
Kamu mungkin tidak dapat berkata-kata secara langsung. Tapi kamu, pandai mengungkapkan kata hati dan pikiranmu melalui bahasa isyarat, yang tidak semua orang mengetahuinya.
Menurutku itu suatu ke istimewaan.
Banu kamu sudah dewasa sekarang, mengapa masih takut dengan setiap perkataan-perkataan itu?
Sejak kamu menceritakan bagaimana dirimu ketika berada di Medan. Aku menjadi khawatir tentang kesehatan mentalmu.
Apakah kamu benar-benar bahagia?
Senyuman hangat yang selalu tampak diwajahmu, menujukan kamu sedang berusaha untuk baik-baik saja.
Mengapa tidak berbagi keluh kesah dengan tante Rita? Dia adalah orangtuamu, bukan?
****
Pagi ini, pemandangan indah yang tersuguh dihadapanku. Banu dan ayah, sedang duduk di sofa ruang tamu, sambil menikmati kopi dan sepiring pisang goreng hangat yang di hidangkan ibu.
Mereka sedang asyik menonton acara talk show, yang disiarkan oleh salah satu stasiun televisi.
"Hai Banu, selamat pagi." Aku menyapa Banu. Laki-laki itu spontan memalingkan muka ke belakang.
Ia menanggapi sapaanku dengan bahasa isyarat. "Selamat pagi juga, Senja."
Sejujurnya aku sedikit mengerti dengan penggunaan bahasa isyarat, tapi, hanya untuk kata dasar saja.
Dulu ketika kami masih duduk dibangku sekolah menengah, Banu sering bercakap denganku menggunakan bahasa isyarat. Seperti, menanyai apa aku sudah makan, bagaimana tugas-tugas sekolahku, Dan lain sebagainya.
Omong-omong soal sekolah, Banu tergolong sebagai murid yang cerdas, loh. Walaupun, ia kerap mendapat perundungan, Tetapi, ia berhasil membungkam mereka yang merundung, dengan segudang prestasi yang ia peroleh.
Ia juga gemar melukis, dan menulis beberapa novel. Bahkan, Banu pernah mengikuti lomba sastra, dan memenangkan perlombaan dengan gelar juara 1 setingkat nasional.
Aku sungguh bangga padanya.
****Aku ikut serta duduk disamping ayah. "Talk shownya seru yah?" Tanyaku pada ayah.
"Iya dong. Kamu sesekali harus menonton acara seperti ini, Senja! Kamu akan mendapat banyak pelajaran dari acara seperti ini. Bukan malah menonton drama Korea yang bergenre romantis terus-menerus."
"Ini sedang menonton yah. Drama Korea juga perlu, untuk menyegarkan mata."
"Iyakan Nu?" Tanyaku pada Banu. sejak tadi, laki-laki berkulit putih itu, terus fokus pada televisi dihadapannya. Aku gemas, Banu terlalu antusias jika disuguhkan acara seperti ini.
Bibir Banu tertarik, membentuk sebuah senyuman. Ya, dia hanya menanggapi pertanyaanku dengan senyumnya. Sungguh menyebalkan kamu, Andrian Banu.
Sudah berusaha memulai percakapan, tapi respons Banu hanya sebatas senyum saja.
"Banu, ayo ketaman belakang. Aku mau membahas sesuatu," ucapku, sambil berdiri tidak sopan dihadapan Banu.
"Senja, berdiri dihadapan orang yang sedang meminum minumannya, tidaklah sopan." Ayah menegur perbuatan tidak sopanku.
Aku menunduk, merasa geram dengan rasa insecure Banu, yang menghambat dirinya.
Hal itu sungguh mengganggu.
Kini Banu menurut. Dan tentu, selalu begitu. Langkah ku lebih dulu di depannya, sedangkan ia, mengikuti dari belakang.
****
"Kamu tahu, kenapa aku ngajakin kamu kesini?" Raut wajahku seketika berubah serius. Banu kebingungan. Dia menggeleng, tanda tidak mengetahui tujuanku mengajaknya.
"Kamu masih ingat, soal rasa kurang percaya diri yang sejak dulu tidak bisa kamu hilangkan? Nu ayolah, sudah berapa kali aku bilang ke kamu, kamu itu gak perlu dengar perkataan orang yang mencemooh fisikmu."
"Kenapa tidak bungkam mereka dengan setiap kehebatan yang ada di dalam dirimu?"
Banu menatapku, ia mulai menggerakkan tangannya diatas kertas buku notes. "Tidak semudah itu Senja. Sejak pindah ke Medan, aku memperkecil lingkup pertemanan. Aku masih terlalu takut dan tidak percaya diri."
"Memang benar, aku punya segudang prestasi yang dapat diperlihatkan kepada orang-orang itu. Tapi, itu tidak dapat menghapus fakta, kalau aku ini seorang tuna wicara."
Aku terdiam sejenak untuk meresapi perkataan Banu. Tapi aku, tidak akan kalah.
"Oh salah, kamu gak lihat berbagai acara? penyandang disabilitas mendapat tempat-tempat khusus. Yang menandakan jika mereka itu istimewa. Begitu juga kamu."
"Kamu gak sendiri Banu. Jangan menutup mata untuk itu. Bangun lagi, setiap bakat kamu yang sudah lama terkubur. Memulai dari awal memang sulit. Tapi, tidak ada salahnya untuk mencoba bukan?"
---
Hmm, gimana ni, Apa kalian juga sering merasa insecure?
Kalian harus belajar menerima kekurangan. Gak ada manusia yang sempurna, mau seperfect apa pun fisik seseorang, pasti dirinya juga mempunyai kekurangan.
Terima kasih, kalian sudah menyempatkan waktu untuk baca dan vote cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BANDUNG DENGAN 1000 KENANGAN SI BISU
FanfictionTak ada sesuatu yang menyakitkan saat bersama kamu. Maka dari itu, kamu akan menjadi tokoh utama dari setiap halaman bukuku.