Ada

39 7 0
                                    

"Tuhan itu ada, kamu merasakannya. Jantungmu berdetak atas izinnya. Kamu aja yang sombong, seolah segala sesuatu bisa kamu selesaikan sendiri"  Angkatan Al Jabbar.
.
.
.
.
.
.
.


















Hujan masih saja turun, meskipun pelataran mushola berubah menjadi lebih dingin dari pada sebelumnya. Kelima anak manusia itu masih betah duduk di sini, melewatkan jam pelajaran terakhir. Selain mereka terjebak hujan yang semakin deras, mereka juga terjebak dengan cerita dari masing-masing yang mendalam.

Perempuan dengan jilbab lebar dan gelang tangan berwarna hitam, namanya Farhana Azizi. Gadis dengan siluet mata yang tegas itu menarik nafasnya berat.

"Sebenernya gue ragu buat mulai ini, gue nggak yakin kita bisa bertahan dalam waktu yang lama. Ini udah sebulan, dan liat cuma satu orang yang daftar" Ucapannya terdengar lirih.

Mendengar hal tersebut, Zico menggeleng pelan. Laki-laki dengan sorot mata tajam itu kemudian berucap "Ini kali pertama gue percaya kalau tuhan ada" Di antara keempat teman barunya yang terkejut, hanya ada sosok laki-laki tampan yang terlihat tenang__ dia sudah mengetahui ini lebih dahulu.

"Gue atheis"

"Gue terlahir dengan segala sesuatu yang cukup, apa yang gue minta pasti bokap selalu turutin. Di banding beberapa temen gue, gue hidup dengan lingkungan keluarga yang suportif, Ibu yang sayang dan Papa yang super bertanggung jawab. Tapi entah kenapa hidup gue rasanya hampa" Sorot mata kelam itu perlahan terlihat lebih redup, pandangannya mengedar menatap seseorang di depannya dengan tersenyum kecut.

"Gue selalu coba buat ngalihin dengan kesibukan di luar"

"Dan sampe akhirnya, gue kehilangan kendali sama diri gue sendiri. Semakin bebas, tapi rasanya semakin kosong. " Di sisa hari senin yang panjang, Zico melirik satu-persatu temannya dengan penuh keyakinan.

Zico pernah hidup dengan sebuah perkumpulan yang di kenal berandal ibukota, waktunya habis untuk melakukan hal-hal konyol. Tawuran, minuman keras, dan tempat-tempat mengerikan yang seharusnya tak di jamah remaja 16 tahun itu.

"Sebulan lalu papa meninggal, laki-laki yang nggak pernah ngenalin gue tentang agama selama gue hidup, tapi di sisa hidupnya dia minta sama gue, buat cari agama yang menurut gue bener. Dia bilang kalau tuha n bener-bener ada"

Hari ini di sisa senin yang panjang, dimana untuk pertama kalinya Zico berbicara panjang tentang dirinya, di depan manusia asing yang baru di kenalnya. Ada gelora hebat di dalam dadanya yang menyeruak, perasaan sesak yang membuat laki-laki itu perlu beberapa saat untuk kembali melanjutkan ucapannya.

"Gue mohon, ajari gue islam"

Seperti Dejavu Afan tersentak, Zico terlihat sama seperti dirinya di masa lalu. Dirinya di sisa gerimis dua tahun lalu, malam dimana dia ingin mengakhiri hidupnya. Keempat manusia itu mengangguk perlahan, seperti gerbang tinggi yang terbuka secara perlahan, rohis perlahan menemukan penghuninya.

Lalu secara perlahan, Afan menepuk pundak Zico, teman lamanya.

"Kita belajar sama-sama"

********

Rana datang lebih pagi hari ini, melewatkan sarapan nasi goreng bikinan ibu. Sementara itu sepatu kets yang berada di kakinya, terlihat pas saat gadis itu menggerakkan langkahnya di trotoar ibukota. Rana melipir sejenak di sebuah minimarket untuk membeli sekotak susu coklat, hari ini hatinya terasa gelisah entah kenapa. maka dari itu, untuk menghindari drama menyebalkan ibu dan bapak, lalu Gara yang rewelnya kebangetan, Rana memilih berangkat lebih pagi.

Al Jabbar (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang