Jadi manusia juga cukup, kan?

15 2 0
                                    

"Kalau jadi manusia saja cukup, maka tak akan terdengar perihal kerakusan, kan?" Ansb



























"Omongan lo ngaco" Begitu katanya, sebelum berderap melangkah dan memilih keluar dari markas Rasio.

Namun urung sempat meninggalkan seutuhnya tiba-tiba Gio kembali bersuara serak, dan itu cukup menghentikan langkah Aron.

"Gue ngerasa hampa, gue punya segalanya tapi gue nggak bisa apa-apa__"

"Ron"

"Kenalin gue sama Islam"

Sesederhana ketika kamu hanya menginginkan satu mangkuk mie kuah rasa soto sewaktu hujan, seperti sesederhana itu juga ucapan Gio. Namun itu cukup membuat Aron kembali memutar badannya dan menaiki motor hitam miliknya.

"Ngaco" Ucapan terakhirnya sebelum membelah jalanan ibukota dengan suara knalpot halus miliknya, meninggalkan Ale yang terdiam.










**********







Dunia memang selalu rancu. Selalu begitu, katanya segala aspek di kendalikan oleh segelintir orang yang mengaku elit global, maka jika itu benar sungguh Affan akan berteriak lantang. "Berhenti memanipulasi kami!"

Pasalnya dia sudah cukup lelah menerima perlakuan aneh yang menimpanya akhir-akhir ini. Dari perlakuan semena-mena kemarin siang di halaman sekolah, tudingan peretasan yang menyasar seluruh media Pusaka Bangsa, sampai tuduhan yang tak berdasar yang menyudutkan.

Hingga tadi sore "Fan, Ray kena pukul di perempatan deket minimarket"

Masih terngiang suara sengak milik Rendra di telepon saat Affan tengah menunggu uap terakhir dari mie instan kuah miliknya.

Maka dengan langkah yang lebar, Affan bergegas menyambar kunci motor miliknya. Sebelum mematikan kompor terlebih dahulu, dan membiarkan mie miliknya kembali dingin tak tersentuh.

Sore menyambar dengan angin semerawut saat Affan menemukan Ray lebam di sana-sini dan masih terduduk di pelataran minimarket, tentu saja ada Rendra dan juga Zico di sampingnya.

"Siapa?!" Ray mendesis sewaktu Rendra menempelkan es batu di pipi kanannya, belum sempat menjawab pertanyaan Affan.

"Ramli, otak pusatnya" Jawab Zico setelah menegak minuman kaleng miliknya dengan tenang.

"Yakin?" Zico hanya mengangguk kemudian menggeser duduknya, membiarkan Affan duduk di sebelahnya.

"Tapi ini agak aneh, yang punya kode tangan kaya gini bukannya cuma Rasio yang bakalan faham kan?" Gerakan dua jari yang melingkar.

"Alah, ini kan lagi musim pemilu siapa tau emang lagi terang-terangan dukung paslon"

Sesaat setelah mengucapakan itu Ray mengaduh saat Rendra menempelkan es batunya dengan kuat. "Emang boleh seterang itu?"

"Sakit woy, gue bisa ngobatin sendiri kalo lo kagak ikhlas" Rendra tak menggubris, kembali mengobati pipi lebam milik Ray dengan telaten.

"Gini ya, dongo. Ramli punya hubungan kuat sama Dirga buat nutupin kasus Vanila. Lo pikir dengan kita memberontak dan memilih buat mengusut kasus ini, mereka bakalan diem aja nerima gitu?" Mereka mendengarkan celoteh Rendra yang kebetulan terdengar waras, bahkan Zico menghentikan kegiatannya menatap ponsel.

Al Jabbar (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang