Chapter 1 : Like A Cinderella

110 19 0
                                    



Peluh tampak menetes dari pelipisnya, sudah beberapa kali ia usap tapi tetap tak kunjung menghilang. Darliane, baru selesai membereskan rumah. Ia tatap rumah yang masih sama tapi dengan suasana yang berbeda. Benar, semuanya mendadak berubah kala Ibunya meninggal karena sakit keras. Ayahnya sekarang jadi giat bekerja agar tidak terlalu terpikirkan oleh mendiang sang Ibu.

Lalu tanpa angin tanpa hujan sang Ayah datang membawa calon ibu baru untuknya. Dengan senyum terkembang sempurna kala itu, ia menerima sang ibu tiri hadir dalam kehidupan bersama seorang gadis yang ia duga sebagai saudari tirinya kelak.

Dan kini dampaknya baru terlihat. Ibu tirinya mendadak berubah, begitupun dengan saudarinya selepas sang Ayah pergi ke kota lain mencari uang dan dikabarkan mengalami kecelakaan saat perjalanan. Itu menjadi sesuatu hal paling besar hingga Darliane terpuruk parah.

Ia tak punya penopang hidup lagi lantaran sosok yang berharga tak berada di sampingnya lagi, kecuali dua sosok yang berubah jadi lebih tak berperikemanusiaan.

Lagi dan lagi juga, ia harus bolos kuliah hari ini karena pekerjaannya yang super menumpuk. Angelina sama sekali tidak mau membantunya karena saudari tirinya itu benar-benar dimanja oleh ibunya. Bahkan untuk perawatan kukunya saja benar-benar diperhatikan.

Darliane sangat ingin seperti itu, tapi kembali lagi ia tak mampu untuk meminta. Diberi makan walau hanya sehari sekali ia sudah bersyukur, jika pekerjaannya benar-benar beres dan memuaskan di mata Yolvika.

"Bagus, ini makanmu!"

Seperti anjing, Darliane menerima sepiring nasi dengan lauk itu dalam diam kemudian memakannya. Awalnya ia tidak pernah menyadari akan setitik air yang menetes dari ujung matanya. Perlahan mulai deras tapi ia tahan suara isakan.

Dari arah ruang tengah ia bisa mendengar suara tawa dan canda dari dua wanita berbeda generasi. Angelina selalu dijemput selepas pulang kuliah. Darliane cukup bersyukur bisa di kasih uang untuk naik bis pulang pergi, membuat bekal sendiri selama di kampus.

"Nyonya!"

Darliane berjalan pelan menuju ruang tengah, matanya begitu takut untuk menatap dua sosok yang sontak menghentikan taw atersebut. Yolvika menatap anak tirinya dengan remeh. Ah, benar. Tidak ada lagi sapaan dengan kata ibu yang Darliane lontarkan. Dirinya harus memanggil Yolvika dengan sebutan nyonya, semenjak peraturan rumah berubah. Ia hanya bisa menempati area dapur dan lantai atas, dimana kamar dan segala untuknya berada. Area bawah khusus untuk mereka.

"Izinkan aku kuliah besok!" Lalu hening. Darliane mendongak pelan lalu menunduk lagi. "Setelah pulang, aku akan membersihkan semuanya, termasuk membuat makan!" Lanjutnya. Yolvika masih diam, sebelum mengangguk.

"Baik. Aku tak pernah melarangmu untuk kuliah jika memang pekerjaanmu sudah selesai. Jadi, silahkan. Wujudkan semua ucapanmu barusan!" Yolvika menatap putrinya. "Sayang, karena dia yang masak, besok kita belanja kebutuhan dan lain-lain, kau mau?"

Tentu Angelina menimpali dengan anggukan. Darliane pamit untuk ke kamar. Untuk area ini, Darliane benar-benar bersyukur Yolvika dan Angelina tidak pernah menginjakkan kaki. Karena merekalah yang membuat batas tersebut. Yolvika hanya mampu memanggil Darliane dari anak tangga paling bawah. Mereka tak sudi naik keatas untuk membuat gadis itu bangun.

Ia tatap satu per satu benda-benda disini sebelum ia masuk kedalam kamar. Dari arah jendela ada sepasang burung merpati yang hinggap. Mereka adalah teman Darliane kala dirinya sedih.

"Hei, kalian disini. Maaf aku tidak bisa bermain dengan kalian tadi, pekerjaanku banyak sekali!" Semua keluh kesahnya ia curahkan pada makhluk berwarna putih tersebut. Mereka hanya mampu mengeluarkan suara khas mereka.

Me & Immortal GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang