Katanya populasi manusia di Indonesia itu lebih dari dua ratus juta jiwa. Jelas saja, akan ada banyak kepala keluarga yang harus menghidupi keluarganya juga anak-anak yang harus memenuhi kewajiban untuk menempuh pendidikan. Jadi, rasanya tak heran kalau setiap pagi, banyak kepala yang mulai bermunculan, memadati sepenjuru kota. Kendati masih pagi, semuanya terlihat semangat guna mengais rezeki.
Well, sama halnya dengan Nanami. Seorang gadis dengan kuncir kuda dan kantung mata yang hitam tersebut jadi sedikit penasaran, makanan atau minuman apa yang dikonsumsi oleh orang-orang sampai sesemangat itu? Kuku Bima Energi, Roso?! Yah, terdengar cukup tepat. Nanami bahkan sudah lupa berapa kali ia menguap. Bus angkutan umum yang ditunggu tidak juga memunculkan batang antenanya. Padahal pagi ini ia memiliki jadwal ujian matematika. Nanami ingin datang cepat agar bisa belajar. Kalau ditanya, jadi kenapa begadang semalam? Jawabannya adalah karena ia harus mengumpulkan chapter cerita baru ke Webtoon.
"SAPI!!!"
Oh, benar. Yang satu itu. Nanami sangat mengenal jelas siapa suara besar itu. Matanya yang hampir mengatup rapat sembari bersandar di tiang halte lantas terbelalak. Ia mengerjap beberapa kali guna menyesuaikan sinar matahari yang masuk sebelum netra bulatnya menangkap eksistensi seorang pemuda dengan hoodie hitam bercorak merah muda juga dengan tulisan 'I Love Mama!' tersebut di sisi luar trotoar. Nanami menghela napas sekilas sedangkan si pemuda tersenyum lebar. Fatih menggapai helm di jok belakang lalu menjulurkannya, "Ayo! Sapi ga boleh telat makan rumput pagi-pagi!"
Netra Nanami berotasi. Tapi, jelas, daripada perutnya keroncongan dan berakibat telat masuk kelas, ia harus merelakan dirinya untuk telinganya jadi panas sebab bibir Fatih yang tidak bisa diam beberapa menit saja. Nanami lantas menepuk pundak si lawan. "Dah, jalan."
"Kenapa ga telepon gue?! Kan gue bisa jemput sekalian!" pekik Fatih dari depan.
Namun, seperti biasa, angin yang bertiup kencang dari depan seolah menipiskan volume suara sang kawan. Nanami mengernyit sebentar sebelum membalas, "Klepon? Gue ga bawa klepon! Makan gorengan aja, sih, lagi bunting lo segala mau klepon!"
"Gunting?! Buat apa?! Lo ada kerja kelompok prakarya?!" balas sang pemuda. Alisnya mengernyit tak mengerti. Barangkali alisnya sudah berkerut-kerut beberapa lapisan. Fatih menoleh sekilas. "Gunting bahaya, Pi! Jangan main-main sama benda tajam!"
"Hah?! Sejak kapan klepon itu benda tajam?! Gue tau lo abis BAB keras, tapi jangan sel otak lo juga ikut keluar, Tih!"
Kali ini Fatih tidak menjawab. Pemuda tersebut hanya fokus melajukan motornya melintasi jalanan familiar menuju sekolah. Barangkali hampir lima menit lagi mencapai gerbang seolah yang untungnya masih setengah terbuka. Fatih lantas membawa motornya ke area parkir siswa. Mematikan mesin, melepas helm lalu berbalik guna menatap lurus sang gadis yang sudah siap beranjak pergi. Ia menarik kerah belakang seragam Nanami sontak membuat sang gadis sedikit berjengit. "Mau kemana?"
Nanami mengernyit, "Kelas, lah. Lo mau kena hukum gara-gara telat masuk lagi?"
"Bentar dulu! Buru-buru banget, sih, heran." Fatih merogoh kantung celananya kemudian. Sedikit kesusahan guna menyembulkan keluar sebuah jepit rambut sederhana sewarna langit sore. Tanpa ba-bi-bu, Fatih menundukkan kepala Nanami dengan cepat dan menjepitkan aksesoris tersebut di bagian poni yang menyambuk ke uraian belakang rambut. Nanami sendiri mendengkus sebal tatkala Fatih mengulas senyum lebar menatap rambut Nanami. "Hadiah! Menang lotre dari pasar malam. Gue berhasil masukin gelang-gelang ke sepuluh batang besi! Karena lo alergi bulu boneka, jadi gue cuma minta jepit rambut. Gimana, suka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Good Day To Be Me
Cerita PendekSejak dulu, Nanami pikir sangat sulit untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang putri dongeng. Lalu, tatkala sekolah mengumumkan akan adanya Festival Seni Nasional, Nanami sontak merasakan kesempatan emas tertuju padanya. Namun, lebih daripada impi...