[✓Laporan Kaili]

169 22 7
                                    

SMK SWASTA VIDYAJAYA
✓OLEH KAILI OKTAVIA


Meningkatkan pengembangan kemampuan sumber daya manusia Bangsa Indonesia itu sendiri, baru efek ekonomi akan ikut bergerak naik. Terutama kaum muda khususnya kompetensi siswa-siswa SMK sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dalam rangka menghadapi era globalisasi.

"Kalimat pembuka yang menarik," gumam Kaili mangut-mangut sendirian di ruang meja makan. Suara ketikan dari laptop menentramkan alam pikiran Kaili untuk bisa menyelesaikan tugas presentasi target pelanggan dari mata pelajaran Bisnis Komunikasi. Rata-rata topik SMK sangat jarang diangkat ke media manapun. Sebagai anak muda berpikiran maju, ia sudah banyak berusaha menaikkan nama SMK dibidang kompetisi jurusan. Salah satunya, jurusan Pemasaran yang Kaili pilih berdasarkan jalur cita-citanya.

"Sibuk?"

Hampir saja terkejut, lama tidak mendengar suara itu. Jari-jari Kaili berhenti ditengah papan ketik laptop perak. "Oh, Koko? Sudah bangun ternyata." Kaili bangun dari kursi dan menyajikan teh ke hadapan Wirya. "Teh Sari Murni enak lho untuk jam lima kek gini."

"Duh jangan ingetin Koko sama Mama deh," ucap Wirya agak perih menyebutkan Mama. "Agak dark."

"Tumben Koko bangun pagi, baru balik dari Belanda pula. Masih jetlag?"

Gerut wajah Wirya bergerak expresif. "Dua bulan liburan musim panas, lalu tidur doang rugi dong. Habis itu laporan magang Koko belom siap."

"Mirip SMK aja ya?" Kaili sempat tertawa kecil. "Kelas sebelas ada program magang. Sempat kedapatan diberi kesepatan merancang spanduk restoran sama mbak pegawai di sana."

"Pegawai?"

"Manajer restoran, maaf salah ingat."

"Terus?"

"Pemilik restorannya suka banget, terutama tampilan makanan tersebut aku foto sendiri dan membuat cetak tampilan buku menu baru yang lebih segar, serta kekinian."

"Digaji tidak?"

"Nah itu dia, semua anak murid yang magang tergantung kebijaksanaan instansi. Tapi dalam kasusku, hehe tidak."

"Setidaknya dapat traktiran gitu, mirip Koko di Belanda."

"Hmm... Aku malah ditawar dengan nilai sikap predikat terbagus untuk sertifikat magang."

"Bolehlah. Tapi lain kali jangan minta nilai bagus saja, ngerti?"

"Bisa saja," kekeh Kaili mengambang di planet ketujuh. "Cukup untuk aku sih, udah lebih dari keren."

Masa penentuan di mulai dari sekarang.

"Kaili-"

"Iya?" Fokus Kaili tersedot ke arah Wirya. Baru saja mau membuka mulut untuk membahas soal keluhan Papa mereka tadi malam. Sosok bayangan seorang pria dewasa berumur 40'an menghampiri dari belakang Kaili, Surya David Sastraamadja. Seorang pria keturunan Indonesia-Tionghoa.

"Kalian cepat bangun rupanya," ujar Surya bergabung bersama mereka di meja makan.

"Tadi Koko mau bilang apa?"

"Enggak tidak apa-apa. Yuk, sarapan. Nanti terlambat," Wirya menelan kembali kalimatnya.

"Sarapan apa nih?" Surya menarik kursi ujung meja makan.

"Bubur nasi putih, sup kacang merah dan lauk pauknya ada acar, ikan tauco, serta sayur hitam dari singapur," tunjuk Kaili mempresentasikan hasil masakannya dengan amat bangga. "Untuk minumannya hmm... sering?"

"Kaili emang tidak main-main, ya soal jadi koki restoran. Iya kan Pa?"

Kaili dijalari rasa senang. Pujian itu sangat berarti baginya. Selama ini Kiali bekerja mati-matian untuk mendapat sedikit pengakuan. Namun, ia kembali meneguk saliva pahit begitu Wirya memujinya di depan sang kepala keluarga. Apalagi bertanya soal opini Surya sudah menampilkan raut galak. "Tidak, tapi nanti dia jadi istri perhatian untuk suami."

Laporan Kaili (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang