Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Vote komen readers 🦋
"Jadi?"kata Bara menatap Rean dengan satu alis yang terangkat, Rean menangis saat suami atau ayahnya sudah berangkat ke Bandara. Padahal dia sendiri bilang kalau tidak apa-apa ditinggal, dasar wanita.
"Ishhh yasudah kalau begitu tante antar, tante juga mau ke butik. Tidak mau nangis lagi,"
Rean mengusap kedua wajahnya pelan mencoba mengusap airmata yang tersisa, karena jujur Rean tidak mau berpisah tapi harus bagaimana lagi? Suaminya harus kesana kalau tidak bisnisnya akan terancam.
"Baguslah. Udah tua jangan cengeng!"
Rean mendengus, "Kau itu masih kecil! Belum merasakan sakitnya ditinggal suami. Kalau kau sudah punya istri lalu istri mu pergi, kau juga akan nangis seperti tante,"
"Yaa terserah lah cepat siap-siap, aku tidak mau telat."
Bara masuk kedalam kamarnya untuk bersiap-siap seraya menghubungi pacarnya kalau pagi ini ia tidak bisa jemput karena ia akan diantar oleh ibu tirinya.
"Ayo!"
Bara menatap kearah Rean dengan tatapan yang sulit diartikan. Lagi-lagi ia merasa darahnya berdesir hangat dengan jantungnya berdebar lebih cepat.
"Cantik..."gumam Bara tanpa sadar.
"Bara? Hih malah ngelamun!"
Bara mengerjapkan matanya, "Y-ya ayo berangkat lama!"
Bara berjalan mendahului Rean, Rean menganga tak percaya padahal kan yang lama Bara, yang melamun Bara, kenapa dia yang kena?
"YAKK KAU YANG LAMA!"
"Sabar Rean sabar,"
Rean masuk kedalam mobil putihnya tadinya Bara ingin menyetir tapi Rean tidak mengizinkan, biar Rean saja yang menyetir alhasil Bara duduk disamping Rean dan Rean yang sedang menyetir mobil.
"Bara gimana sekolah kamu? Lancar?"tanya Rean basa-basi, daripada diem-dieman.
"Ya lancar."jawab Bara seadanya.
"Ga cabut cabutan kan?"
"Gimana mau cabut kalo tante bayar Jeff sama Vano buat ngawas aku."
Deg.
"Ha? Kenapa Bara bisa tau kalau ia membayar kedua teman nya? Apa jangan-jangan mereka keceplosan? Ahh anak itu benar-benar tidak bisa dipercaya."
