01.

74 5 4
                                    

"Mahh! Lihat sepatu Aqila sebelah gak!"

Teriak Aqila yang menganggu aktivitas pagi ibunya, dari tadi Aqila mencari sepatunya sebelah, tapi tetap saja sapatu itu tidak ketemu, padahal hari ini Senin, dan pukul 08:15 nanti upacara akan berlangsung.

Aqila memang sedikit agak ceroboh,
Dia suka pelupa dalam jangkau waktu pendek, tak heran jika dia juga suka lupa tempat menaruh barang miliknya sendiri, terkadang Aqila sering sekali menundah-nundah perkerjaannya, karena dia hoby membaca novel dan menulis cerita membuat dia sampai lupa akan waktu.
Itulakenapa "Sanin"ibunya,selalu memarahinya hampir setiap hari. Ya walaupun sanin itu adalah ibu yang suka mara-marah.
Tetapi beliau cukup sabar menghadapi suami, Anak, dan Cucu-cucuknya.

"Lihat di rakk sepatu Aqila!, lihat baik-baik.."Ucap sanin, sedikit mengeraskan suaranya.

Beliau sedang memasak nasi, menggoreng ikan, dan menumis sayur untuk sarapan nanti.
Karna suaminya 'Alqi' akan berangkat pagi, Dan akan kembali berkerja di kebun setelah mengantarkan Aqila ke-sekolah..
Ayah aqila, Adalah seorang petani dan nelayan.Namun Ayahnya itu hanya fokus pada satu perkejaan saja, yaitu menjadi petani.

"Udah mah, Tapi ga ketemu!"

"Kalau mama yang ketemuin,Awas kamu yaa!", Ancam sanin, dengan wajah galak.

Tidak butuh waktu lama, Sepatu hitam milik Aqila sudah ada ditangan sanin..
Sanin menatap Aqila dengan tatapan yang tajam,tidak bersahabat sekali pagi hari ini.

"Tadi Aqila cari, Kok gak ketemu-ketemu sih!"batin Aqila,
Ia heran sekaligus kesal, bagaimana bisa sepatunya itu begitu cepat ada ditangan ibunya sedangkan sejam ia sudah mencari, tidak juga ketemu.

Aqila mengehela nafas gusar
"Pasti mama bakalan ngomel-ngomelin qila lagi", Aqila menutup kupingnya dan juga menutup mata menutup kedua kupingnya bersamaan, lalu menghitung mundur dari angka lima.

"Lima,Empat,Tiga"Aqila masih dalam, posisi yang sama, kini tinggal hitungan terakhir ia menunduk, "Dua,sa-" , Belum selesai menghitung sanin sudah mengomelinya.

"Tuhkan,"Umpat Aqila, ia memandangi wajah ibunya itu dengan wajah polos, sepeti tak punya dosa, Aqila kesal namun hanya mengumpat didalam hatinya,masih setia mendengarkan ocehan ibunya, ia menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.

"Terus ini apa?haa?, kalau nyari itu pake mata bukan pake urat!, Kamu ini ya gangguiin mama aja, lihat itu cucian belum dijemur, piring belum dicuci, baju kering belum disetrika, kamu bisanya main hp aja ga bantuiin mama, mama tuh bukan babu kamu ya!. Sekali-kali perhatian sama mama, jangan mama-mama terus!", Oceh sanin panjang lebar, membuat qila sendikit muak.

"Iya-iyaa maa!", Gruntuh qila, dari tadi ia menahan kesal, tapi ibunya malah tambah mengomelinya, ia berusaha tersenyum
manis, namun senyumannya itu, perlahan kembali pudar.

"Iya udah sana cepat sedikit pake sepatunya, abis itu panggil bapakmu suruh antarin, Ini uangmu jangan telat sarapan, apalagi sampai lupa", Jelas sanin panjang lebar, dan menyuruh aqila cepat-cepat memakai sepatunya.

Sanin memberikan uang belanja aqila, lalu beralih merapihkan pakaian putih milik Aqila yang sedikit berantakan.

"Iyaa ma, yaudah aqila pamit duluh, Assalamu'alaikum!"

Aqila mencium pipi kiri dan kanan ibunya, lalu mengambil tangan ibunya untuk salim berpamitan.

Aqila memang sudah terbiasa dengan suasana seperti ini, ibunya itu tidak akan berhenti mengomel jika belum merasa puas, tapi jika boleh jujur, sanin adalah ibu yang sangat baik.

Beliu tidak pernah memaksakan Aqila untuk membantunya membersihkan rumah, karna beliau tau, sejak Aqila kecil, Aqila sudah sering sekali jatuh sakit, itulah kenapa sanin dan Alqi tidak memaksakan aqila untuk belajar atau melakukan pekerjaan yang berat.
Menurut orang tua Aqila, Tidak apa-apa jika anak bungsunya itu tidak berpersepsi seperti kakak-kakaknya, atau seperti anak yang lainnya, asal aqila mau mengerjakan kewajibannya.
Terlebih lagi ibunya itu selalu memanjakannya, tetapi Aqila harus sabar mendengarkan ibunya mengomel setiap hari.

RetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang