Bab 2. Salam Kenal

528 141 65
                                    

Cast mereka, nih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cast mereka, nih. Gimana? Cucok, nggak?

*****

Sejak pulang dari pesta pertunangannya di rumah Bara, Aqilla terus murung.

Kebahagiaan yang tadi dirasakannya begitu menggebu, kini telah sirna. Tidak lagi patah jadi dua, hatinya sudah dihancur-leburkan oleh pengakuan Bara yang ternyata tidak mengingikan pertunangan mereka terjadi.

"Qilla, anak Umma yang cantik." Seorang wanita paruh baya menempatkan diri di sebelah Aqilla yang sedang duduk di pinggiran kasur. "Kok belum ganti baju? Kenapa murung? Padahal tadi kamu seneng banget, lho, sampai wajahmu berseri-seri."

Aqilla menatap Umma dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Qilla boleh ngomong jujur nggak ke Umma?"

Ditanyai seperti itu, wanita berwajah kearaban yang sudah melepas jilbab dan memakai daster batik itu mengangguk. "Tentu saja boleh. Qilla mau ngomong apa?"

Aqilla menata hati sebelum mulai menceritakan apa yang calon suaminya katakan setelah acara pertunangan mereka selesai tadi. Harapannya, setelah menceritakan hal itu, Umma akan membela dan membatalkan rencana pernikahan mereka, atau minimal memberitahu orangtua Bara bahwa putranya mencintai perempuan lain.

Tapi ternyata, Umma hanya diam. Sempat terkejut, namun sesaat kemudian Umma kembali memasang wajah datar dan tatapan kosong. "Terus, Aqilla maunya gimana? Pesta pertunangan kalian baru saja diselenggarakan di depan umum. Masa pernikahannya mau dibatalkan?"

Aqilla terkejut mendengar jawaban Umma yang terkesan tidak memedulikan rasa sakit hatinya. "Tapi, Umm ... masa Umma tega melepaskan satu-satunya putrimu ini untuk laki-laki yang nggak mencintaiku?"

Umma mendesah, lalu mengusap lengan putrinya yang masih dibalut gamis pesta pertunangan. "Nanti coba Umma rundingkan sama Abi dulu, ya. Kalau Abi setuju, kami akan memberitahu soal ini pada orangtua Bara."

Melihat reaksi santai Umma, Aqilla kecewa. Mengapa Ibunya tidak peduli pada kesehatan mentalnya?

"Ya, sudah." Umma menepuk pelan lengan Aqilla. "Jangan kebanyakan mikir. Buruan ganti baju, terus istirahat. Udah malem. Umma juga udah capek, mau tidur."

Saat Umma berdiri dan melangkah keluar dari kamarnya, Aqilla hanya mampu menatap gamang. Prasangka-prasangka buruk berkecamuk liar dalam benaknya.

Apakah benar kedua orangtuanya lebih mementingkan nama baik keluarga dibanding harga dirinya?

Apakah pesta pernikahannya dengan Bara tetap akan dilaksanakan, meskipun kedua orangtuanya tahu bawa laki-laki itu sudah memiliki kekasih di Mesir?

Jika benar begitu, apa yang harus dia lakukan?

Putus asa, Aqilla mengusap wajah. "Yaa Allah, tolong hamba-Mu ini."

*****

"Biasa itu." Abi yang masih memakai sarung dan kaus berkerah motif garis-garis sedang membaca koran di kursi makan. "Laki-laki seusia Bara masih suka berpetualang. Tapi nanti akhirnya juga balik lagi ke kamu, Qilla."

Sincerely Letting You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang