1. Panggil Saja Saya, SEKAR

406 23 0
                                    

*cerita ini saya dedikasikan kepada narasumber yang sangat saya kenal dengan dekat. Saya mengenal dia, seperti hal nya mengenal diri sendiri. Tujuan saya menceritakan kembali kisah ini adalah untuk memenuhi harapannya, yang ingin bisa melepaskan semua beban yang ada di hatinya, serta melepaskan semua kenangan sedih dan manisnya kembali ke langit. Tentu semua atas seizin beliau.
Dan ketika kisah ini saya mulai, maka anggap saja saya selaku penulis, berperan sebagai tokoh utama.

******

Kisah yang akan saya ceritakan ini adalah pengalaman yang terjadi pada tahun 2019. Kejadian yang tidak mungkin bisa saya lupakan seumur hidup. Kejadian yang sempat membuat saya merasa down secara fisik maupun mental, karena selama hampir empat tahun setelahnya, saya harus menjalani pengobatan ke psikiater.

Sebelum mulai, terlebih dulu saya ingin memberikan sebuah disklaimer, kalau saya mempersilahkan siapa saja untuk percaya ataupun tidak percaya pada apa yang akan saya ceritakan. Saya hanya ingin berbagi, menceritakan ulang hal-hal yang selama ini menjadi rahasia terdalam dalam hidup saya hingga sekarang. Perkara apakah kalian akan percaya atau tidak, bukan menjadi ranah saya untuk meminta.

Nama asli saya cukup panjang. Tapi dalam cerita ini, biarkan nama Sekar menjadi nama yang saya pilih sebagai samaran. Saya lahir di sebuah kota kecil, sebut saja kita Alas, tapi saya tumbuh besar di kota yang masih satu provinsi dengan kota kelahiran saya tadi, sebut saja kota Candu.

Pada Januari 2009, semua ini terjadi.
Permulaan, saya akan menceritakan lebih dulu bagaimana latar belakang kehidupan saya. Saya adalah anak semata wayang dari orang tua yg cukup harmonis. Ibu saya memiliki sebuah rumah makan di kota Candu, sedangkan Ayah saya memiliki sebuah karir politik dan menjabat sebagai salah seorang pejabat di kota Candu. Dan sebenarnya, pada awalnya inilah yang menjadi alasan terbesar saya untuk merahasiakan identitas asli saya serapat mungkin. Ya, salah satunya karena saya tidak ingin nama Ayah saya terganggu oleh kisah yang saya ceritakan. Karena sesungguhnya, sejak hari pertama kejadian itu berlangsung, Ayah saya lah yang berinisiatif untuk menutupi semuanya dari ruang publik. Tak ada berita yang naik ke media, hanya kami dan orang-orang terdekat dari keluarga kami yang diizinkan untuk tahu.
Lalu apa sebenarnya yang terjadi, sampai Ayah saya sebegitu berusaha keras untuk menutupi semua nya dari ruang publik?

Inilah, kisahnya.
Saya, selaku salah satu dari pemeran utama kisah tersebut, memutuskan untuk menceritakan semuanya.
Kenapa? Apa Ayah saya nanti tidak akan marah?
Karena saya ingin melepaskan semua beban yang bertahun-tahun menggumpal menjadi darah dan daging di dalam kehidupan saya. Ayah saya pun sudah wafat di tahun 2014, dan saya ingin beliau pergi meninggalkan dunia dengan kesan baik, dengan sebenar-benarnya.
Jadi, pada kalian, siapapun yang pada akhirnya menemukan cerita ini, cukup panggil saya sebagai Sekar. Jangan mencari tahu lebih, apalagi merasa berhak untuk mengobrak-abrik masa lalu saya ataupun keluarga. Biarlah rahasia menjadi rahasia, cukup ambil inti sari pengalaman saya ini, dan jadikan pembelajaran.

*****

Saya, Sekar, sebenarnya bukan lah tipe orang yang extrovert. Waktu itu, usia saya masih sembilan belas tahun, itu juga menjadi tahun pertama saya menjadi seorang mahasiswi di sebuah kampus swasta di kota Candu.
Pada bulan itu, di tahun 2009, setelah malam pergantian tahun berlalu, teman-teman satu universitas saya mengajak saya untuk liburan keluar kota, tapi saya menolak. Karna berada diluar rumah, memang bukanlah hal yang saya sukai.

Tapi semua cerita berbalik berbeda ketika salah satu Abang sepupu saya yang sebut saja bernama Andre, datang ke rumah. Saya biasanya memanggil dia Abang. Abang Andre.

Abang Andre jauh-jauh datang dari luar pulau, hanya untuk mengajak saya liburan bersama. Mengesampingkan ajakannya, saya tentu senang akan kehadiran dia ke rumah. Karena sejak kecil, kami memang terbiasa bersama. Dulu, kami sama-sama tinggal di kota Candu, usia kami berbeda empat tahun, tapi kami tetap memiliki hubungan yang sangat dekat. Abang Andre bisa mengimbangi jiwa muda saya sebagai seorang introvert. Dia tahu semua hal yang saya suka, dan tidak. Dia tahu hal-hal apa yang bisa membuat nyaman, juga sebaliknya. Tapi semua kedekatan kami itu berubah, karena saat Abang Andre SMA, dia harus pindah ke luar pulau bersama orang tuanya. Sejak itu, kami hanya bisa berhubungan melalui video call atau sekedar bertukar cerita melalui pesan singkat. Tapi perlu diingat, hubungan kami tetap dekat.

SUNYA LIRIS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang