Awan yang tadi cerah tiba-tiba saja berubah menjadi warna kehitaman, pertanda sebentar lagi pasti akan turun hujan.
Mobil hitam baru saja terparkir rapi digarasi rumah mewah bernuansa putih.
Pemilik mobil itu keluar, memperlihatkan cowok bertubuh jangkung memakai hodie warna coklat favoritnya.
Ya, dia Dhafi Alzidan Pratama putra bungsu dari tiga bersaudara. Dia mempunyai dua kakak cowok namun semua sudah berkeluarga, tinggal dia sendiri yang masih belum menikah. Orang tuanya sudah lama bercerai bahkan Dhafi tidak tau keberadaan bokapnya saat ini.
Nyokapnya sangat sibuk mengurus bisnisnya, kira-kira sudah 3 tahun berada di luar Negeri. Kini Dhafi hanya ditemani oma dan pembantu yang sudah lama kerja dirumahnya.
Cowok yang memiliki alis tebal dengan mata kecoklatan itu langsung membaringkan tubuhnya diatas kasur empuknya, cukup melelahkan untuk hari ini.
Membaringkan tubuhnya sambil menatap langit-langit kamarnya, kejadian tadi siang membuat pikirannya tidak tenang.
Seperti biasa Dhafi menghabiskan waktunya dibascamp, karena disanalah tempat paling nyaman dari pada rumahnya yang sangat mewah bak istana itu.
Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling nyaman justru malah sebaliknya.
Sehabis pulang dari bascamp, cowok bertubuh jangkung itu mampir ke sebuah minimarket yang kebetulan tidak jauh dari bascamp untuk membeli barang yang diperlukan, karena melewati taman akhirnya Ia mampir.
Sudah lama Ia tidak kesana ternyata tempatnya ga berubah sedikitpun suasana nya juga masih sama, sangat nyaman.
Duduk disalah satu bangku taman yang kosong, Dhafi mengambil sebatang rokok yang barusan Ia beli di minimarket tadi dengan sebotol minuman kaleng, dinyalakan sebatang rokok itu lalu dihisap dan dihembuskannya.
Sambil menikmati udara segar, tidak sengaja mata Dhafi melihat sepasang remaja seumurannya yang begitu sangat familiar.
"Kayak kenal tuh orang, Angga bukan sih?" gumamnya, dengan mata yang sedikit menyipit untuk memperjelas penglihatannya.
"Sama siapa tuh bocah, pacarnya?"
"Cewek itu juga tidak asing"
Memang tidak begitu jelas karena cewek yang duduk bersama cowok itu memunggungi dirinya, meskipun hanya dari belakang, postur si cewek itu seperti Dhafi mengenalinya.
Saat mau menghampiri, ke dua sepasang remaja itu berdiri dari tempat duduknya. Dhafi kembali duduk lagi segera Ia memalingkan wajahnya ke arah lain agar si cowok yang ternyata benar sepupunya itu tidak melihatnya.
Saat dirasa aman Dhafi kembali memastikan apa yang dilihatnya barusan.
"Oh shit!! Alia" umpatnya setelah melihat ternyata cewek itu mantan kekasihnya.
Kaleng yang ada digenggamannya sudah tidak lagi berbentuk kaleng, benda itu sudah penyok karena Ia remas untuk melampiaskan emosinya.
Tidak disangka, bahwa Ia bertemu dengan mantan kekasihnya jalan berdua dengan sepupunya.
Dhafi mengusap wajahnya dengan kasar, terlihat kesal dan cemas. Penampilan nya yang tadinya rapi kini begitu berantakan seperti orang frustrasi.
Bagaimana tidak. Sudah lama dirinya mati-matian move on agar bisa benar-benar melupakan mantan kekasihnya, berbagai cara Ia lakukan sampai mejadi seberandalan ini, namun usahanya gagal begitu saja cuma hanya hitungan menit.
"Anjing!! ngapain sih lo pake muncul segala didepan gue, cewek sialan"
"Lo muncul begitu saja didepan mata gue dengan sepupu gue lagi, gila dasar CEWEK MURAHAN"
"Aaarrgghhhh"
Berbagai kata kasar keluar dari mulut cowok bertubuh jangkung itu, dirinya seperti sudah tidak terkendali.
Wajahnya kini terlihat lebih menyeramkan dari biasanya. Hingga akhirnya Ia menyambar kunci motor dan jaket dengan amarah yang masih membara.
•••••••••••••••••••••••••••
Malam ini. Erlangga cowok yang memiliki mata teduh itu sedang berada diteras rumahnya, dengan secangkir kopi tidak lupa laptop kesayangannya yang menemani saat Ia sedang bersantai.
Pandangannya fokus ke layar laptop yang Ia taruh diatas meja, mengetik sesuatu yang sepertinya tidak bisa diganggu.
Tak lama suara kenalpot motor besar masuk kepekarangan rumahnya.
Cuma mendengar tanpa dilirik pun Erlangga sudah tau siapa pemilik nya. Iya, Dhafi Alzidan Pratama pemilik motor sport hitam itu.
Tiba-tiba Dhafi menarik kerah bahu Erlangga setelah turun dari motornya. Kaget dengan tindakan sepupunya, Erlangga segera menepis tangan Dhafi namun gagal cengkramannya begitu kuat.
Ekspresi wajah sepupunya kini terlihat orang yang sedang emosi, sedangkan Erlangga tidak tau kenapa Dhafi sepupunya besikap seperti ini.
"APA MAKSUD LO JALAN SAMA ALIA HAH??"
"LO MAU KHIANATIN SEPUPU LO? DENGAN JALAN SAMA MANTAN PACAR SEPUPU LO SENDIRI NGGA?
Tidak terkontrol emosi Dhafi kini semakin memuncak, hampir saja pipinya kena bogeman sepupunya itu namun berhasil Ia tahan dengan cepat.
"Heh lo kenapa sih? kesambet apaan lo tiba-tiba nyerang gue kayak gini? sadar dhaf" Dhafi melepaskan cengkraman dari kerah baju Erlangga, nafasnya masih menggebu-gebu dengan tangan yang masih menggenggam.
"Kurang jelas atau kurang keras omongan gue tadi?" tanya Dhafi.
Erlangga berfikir mencoba mencerna ucapan sepupunya tadi. Ah ya sepupunya menyebut nama Alia, mantan kekasihnya yang sudah putus satu tahun yang lalu.
Apa sepupunya melihat dirinya sedang bersama mantanya tadi?
Tau dari mana sepupunya kalau dirinya sedang dekat dengan mantanya?
Seperti itu lah pertanyaan yang ada dipikirannya saat ini, mencoba meredakan emosi sepupunya kini Erlangga berbicara baik-baik agar tidak terjadi perkelahian.
"Lo tau dari mana kalau gue jalan sama Alia?" tanya Erlangga hati-hati.
"Jadi bener lo jalan sama Alia? lo deket sama Alia? sejak kapan? atau lo udah pacaran sama dia?" bukan jawaban malah pertanyaan yang berbondong-bondong yang Erlangga dapat.
Yang masih membingungkan kenapa sepupunya semarah ini saat dirinya jalan dengan mantan sepupunya, padahal mereka sudah jelas dan sudah lama tidak ada hubungan apa-apa.
Apa sepupunya ini masih ada perasaan sama mantan pacarnya?...
TBC
Lanjut chapter selanjutnya->
Sorry gantung biar penasaran xixi

KAMU SEDANG MEMBACA
Karma Alia
Fiksi RemajaBagaiman jika tujuan itu menimbulkan masalah besar dikehidupannya? Mempermainkan perasaan hingga menjadi boomerang, berharap semua terjadi berjalan mulus tanpa berfikir konsekuensinya, padahal tidak semua rencana sesuai dengan apa yang diharapkan. ...