"Nenek jualan kerupuk? Kenapa tidak duduk di tempat yang teduh?"
Ya, saya memanggilnya dengan sebutan nenek, saya tak sempat bertanya siapa namanya. Wanita yang usianya 10 tahun lagi menginjak satu abad itu menjelaskan kepada saya, bahwa ia kerap diusir ketika berteduh. Saat bertanya mengapa beliau masih berjualan di usia yang tak muda, alasan yang dilontarkan lisan pucat keriput itu sangat mengiris hati saya.
"Kalau saya tidak jualan, saya tidak makan."
Nenek merupakan wanita pertama dari suaminya yang memilik dua istri, dan kini suami beliau telah meninggal. Nenek hidup sebatang kara sebab tak memiliki keturunan. Nenek juga mengatakan bahwa anak tirinya yang menyuruhnya untuk berjualan kerupuk keliling.
"Nenek mulai jualan kerupuk dari jam berapa?" Tanya saya penasaran.
"Biasanya pagi-pagi saya diantar anak ke pasar, lalu dijemput sebelum maghrib." Jelas nenek.
Kemudian saya sejajarkan duduk saya dengannya. Saya ajak dia menepi sekedar menghindari panas yang menyengat kulit. Tak terpancar sama sekali raut lelah darinya dan senyum selalu terukir indah di wajah tuanya.
"Anak nenek bekerja di mana?"
Sedikit sarkas saya kira. Namun pertanyaan besar selalu terlintas di kepala, mengapa sang anak hanya mengantarnya?
"Sebenarnya saya tidak punya anak. Suami saya telah meninggal beberapa tahun lalu. Ketika usia 18 tahun pernikahan tanpa keturunan, lalu suami memilih untuk menikah lagi dan memiliki keturunan. Setelah kepergian suami, keluarga kedua suami yang merawat saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendung di Atas Terik
Short StoryCerita ini ditulis pada 11 November 2022 berlatar tempat di Pasar Bambu Kuning. Berkisah tentang seorang wanita tua dan kerasnya kehidupan baginya. Dengan ditulisnya cerita ini, saya harap akan semakin banyak manusia yang saling menghargai. Bandar L...