Bab 5 :: Bercanda (Revisi)

5K 368 2
                                        

Pagi itu, sinar matahari menembus tirai tipis, menciptakan pola-pola lembut di kamar David. Ia terbangun perlahan, membiarkan dirinya kembali sadar dari tidur yang gelisah. Saat tubuhnya bergerak sedikit, sesuatu yang hangat di sisinya membuatnya berhenti. David menoleh perlahan, matanya bertemu dengan sosok Rendy yang masih terlelap.

Rendy tampak begitu damai, rambutnya sedikit berantakan dan wajahnya yang biasanya penuh energi kini terlihat tenang. Napasnya teratur, naik-turun perlahan di bawah kemeja tipis yang masih dikenakan. Cahaya matahari pagi menyentuh kulitnya, menambah kehangatan pada pemandangan yang menenangkan.

David menatap pria itu lebih lama dari yang seharusnya. Ada sesuatu yang membuatnya enggan berpaling. Rasanya seperti dunia di luar sana tidak penting; hanya ada mereka berdua, terperangkap dalam momen ini. Perlahan, tanpa berpikir terlalu banyak, David menggeser tubuhnya mendekat.

Jarak mereka kini hanya beberapa inci. Ia bisa merasakan napas Rendy yang lembut dan hangat di kulitnya. Dengan hati-hati, tangan David bergerak, melingkar di pinggang Rendy, menarik tubuh pria itu ke dalam pelukannya. Sentuhan itu lembut, penuh perasaan, seolah takut merusak ketenangan yang sudah ada.

David memejamkan matanya sejenak, membiarkan dirinya tenggelam dalam kehangatan ini. Ia bisa merasakan detak jantung Rendy yang tenang, sesuatu yang anehnya menenangkan perasaannya sendiri. Jarinya perlahan mengusap punggung Rendy, sentuhan itu nyaris seperti bisikan.

Rendy tetap terlelap, tidak terpengaruh oleh gerakan David. Wajahnya masih setenang sebelumnya, napasnya tetap stabil. Melihat itu, David tersenyum kecil, senyuman yang mengandung kebahagiaan yang sederhana namun begitu tulus. Ada sesuatu yang begitu menguatkan dalam momen ini—kedekatan yang tidak membutuhkan kata-kata.

Namun perlahan, David mengingat tentang malam sebelumnya berputar dengan jelas—terlalu jelas, hingga membuat dadanya terasa sesak.

Dia menelan ludah, merasa ada beban berat yang menekan tenggorokannya. Tatapan matanya melembut saat memperhatikan tiap detail dari Rendy: alisnya yang sedikit berkerut meski dalam tidur, bibirnya yang setengah terbuka, dan napasnya yang tenang namun terdengar dalam keheningan pagi.

David menarik napas dalam-dalam, namun tetap saja rasa bersalah itu tak bisa pergi. Dia merasa tubuhnya berat, seolah setiap bagian dirinya memikul kesalahan yang sama. Perlahan, tangannya yang tadi melingkar di pinggang Rendy bergerak, meremas kain kemeja yang dipakai pria itu, mencengkeramnya seakan mencari pegangan.

“Maaf, Ren…” suaranya hampir tidak terdengar, hanya sekadar bisikan yang hilang di udara. Tapi di dalam hatinya, kata-kata itu adalah beban yang harus dikeluarkan. “Gue keterlaluan semalam.”

Dia memejamkan matanya, membiarkan bayangan dari malam sebelumnya menyeruak. Bagaimana dia membiarkan perasaan yang selama ini terpendam mengambil alih akal sehatnya. Bagaimana dia membiarkan dirinya terhanyut dalam keinginan yang seharusnya tidak dia biarkan. Menjadikan orang yang dia cintai sebagai objek nafsu sangatlah keterlaluan, apalagi membayangkan jika pria itu membantunya.

David tahu, Rendy tidak akan mendengar apa pun yang dia katakan sekarang, tapi David merasa harus berbicara, meskipun hanya untuk dirinya sendiri.

“Lo nggak tahu, kan? Tapi gue... gue cuma mau bilang, gue janji nggak akan ngulangin lagi. Gue cuma…” Suaranya bergetar, kata-katanya tersendat. “Gue nggak bisa tahan perasaan ini.”

David menundukkan kepala, membiarkan kening mereka bersentuhan. Kehangatan dari tubuh sahabatnya terasa begitu nyata, begitu dekat, namun sekaligus terasa seperti sesuatu yang tidak pantas untuk dia miliki. Dalam hati, David tahu bahwa apa yang dia rasakan lebih dari sekadar pertemanan, dan itulah yang membuat semuanya terasa lebih sulit.

Manis; Skyren (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang