Mima
Cita-cita.
Semua orang pasti memiliki cita-cita. Tanpa harus berkata serta berteriak keras, cita-cita menjadi salah satu harapan sebagian orang untuk tetap mengarungi hidupnya. Menjalani harinya.
Cita-cita adalah harapan. Cita-cita adalah keinginan. Seharusnya saat hal yang paling di inginkan bahkan di damba sudah berhasil didapatkan, tidak ada penyesalan disana.
Jadi seharusnya gue tidak menyesal kan?
Selama kuliah, gue selalu bercita-cita ketika lulus nanti, bidang jurnalis akan menjadi tempat dimana gue bekerja.
Dengan segala mata kuliah yang gue dapatkan serta pengalaman magang yang gue pernah lakukan beberapa bulan, bidang jurnalis tidak pernah hilang dari prioritas gue saat gelar sarjana berhasil gue dapatkan.
"Masih kena revisi?"
Gue sedikit kaget saat suara Nala terdengar, sekarang dia sudah berdiri di depan meja gue sambil mengambil draft hasil riset yang gue kumpulkan selama hampir seminggu.
"Bang Arsyad bilang keabsahan narasumber masih belum jelas, data-data yang di kasih sama hasil survey yang diambil dari lembaga angkanya jauh. Gue disuruh nyari data jelasnya".
Nala bergumam pelan setelah mendengar penjelasan gue. Ia kemudian membalikkan laptop gue kearahnya.
"Draft lo udah sebanyak dan sejelas ini, masih belum di ACC bang Arsyad. Perfeksionis itu orang gak ilang juga-".
"-Besok lo ke lembaga lagi, minta data terbaru karena gue cek data lo berdasarkan survey enam bulan lalu. Kalo emang hasil masih sama, lo bawa lagi ke bang Arsyad dan kasih perbandingan dan hasil wawancaranya".
Gue bisa melihat Nala mulai mengetikan sesuatu pada laptop. Setelah selesai ia membalikan laptop ke arah gue. Gue bisa melihat beberapa tulisan yang ada pada sticky note di layar laptop gue.
Bukan hanya hari ini. Nala sudah membantu gue selama bekerja disini. Sejak pertama kali gue berkerja disini.
Nala.
Gue selalu bersyukur mendapatkan rekan kerja seperti dia. Nala itu serba bisa. 'Nala-si-serba-bisa' nama panggilan itu sudah gue dengar sejak kali pertama gue berkerja.
Walaupun Nala terlihat tak acuh dengan jabatan tangan yang gue berikan saat perkenalan, gue gak menyangka dia menjadi orang pertama yang membantu saat gue harus wawancara mendadak menggantikan Kak Raya yang saat itu sedang sakit dengan narasumber yang detail informasinya belum gue pahami dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rentang | Exovelvet
Teen FictionRentang itu persinggahan, tapi bagaimana bila rentang malah menjadi akhir bagi kisah mereka. Karena pada rentang, mereka bertemu dengan semesta yang memperlihatkan kenyataan dari waktu yang berjalan.