Tentang dia, lelaki bali.

91 10 0
                                    

—1978


Pemuda bertubuh tegap itu menyeduh kopinya dipagi hari yang segar ini, lalu setelah selesai menyeduh kopinya dia terduduk di teras rumah sambil menunggu sang pengantar koran pagi itu datang, sambil ditemani dengan sebuah radio jadul yang masih sangat elok dipakai.

Menyiarkan berita pagi yang membuat lelaki tegap bernama Jaenal menyiapkan telinganya.

Berita pagi yang terlalu menarik itu membuat jaenal jengah lalu mengambil radio itu untuk mengganti siarannya, bukannya malah terganti malah radionya itu kehilangan koneksi dan membuat radio itu menjadi berisik persis seperti radio rusak.

"Nduk nduk, gimana mau berisik radionya kalo antenanya saja kamu gak naikkan." Tutur sang wanita paruh baya yang parasnya masih cantik - ibu jaenal.

"Oh lupa aku buk, makasih ibuk." Jae menuruti perkataan sang ibu dan lalu menaikkan sedikit antena pada radio, dan setelah itu suara yang tadi berisik sekarang sudah hilang tergantikan dengan lagu lagu lawas yang sedang populer pada saat itu.

"Jae kok ndak kerja?" Tanya si ibu lagi membuat Jaenal binggung sendiri.

"Kerja opo toh buk? Ini kan hari minggu." Jawab jaenal seadanya.

"Ndak biasanya." Balas si ibu membuat beberapa kerutan didahi jaenal karena binggung.

"Maksud ibuk?." Tanya jaenal lagi.

"Setiap minggu bukannya kamu selalu di ajakkin anak pak kades jalan jalan?" Tanya ibu yang teringat oleh anak pak kades yang selalu mengajak putra tunggalnya itu jalan setiap hari minggu pagi.

"Ndak tau juga buk, januar ndak bilang juga bakal datang." Balas jaenal yang hanya dibalas anggukan paham oleh sang ibu.

Setelah itu si ibu berlalu masuk ke dalam rumah itu lalu menyisakan jaenal sendiri di teras, jika ditanya bapaknya kemana? Jawabannya dia juga tidak tahu, selepas bapaknya berangkat ke kota untuk melakukan bisnis sampai hari ini pun bapaknya itu tidak pernah kembali ke kampung halamannya.

Dering telepon rumah itu membuat jaenal yang mendengarnya buru buru mengangkatnya.

"Halo?"

"Nah, halo jaenal."

Itu suara januar.

"Oh januar, kenapa?"

"Kau bisa kesini ndak? Ada yang mau aku tunjukkin ke kau."

"Sekarang po?"

"Ndak, taun depan, SEKARANG JAENALDINE."
Pekik januar geram membuat jaenal sedikit menjauhkan telinganya dari telepon itu.

"Iya aku kesitu, tunggu."

Tut..

Jaenal menutup telepon itu secara sepihak lalu masuk ke kamarnya dan mengenakan jaket kulit miliknya.

"Buk, jaenal mau ke rumah januar dulu yo."pamit jaenal saat menghampiri ibunya di ruang tengah.

"Iyo, hati hati dijalan, ibu titip salam buat nak januar." Jaenal menggangguk lalu keluar dari rumahnya dan menaiki motor Vespanya.

Rumahnya ke rumah pak kades sebenarnya tidak terlalu jauh, tapi dia hanya ingin cepat saja untuk sampai ke rumah pak kades itu.

Setelah tak membutuhkan waktu lama dirinya pun sampai di rumah yang memiliki halaman luas dengan pagar besi.

Satpam yang berjaga pun seakan tau jadi dia mempersilahkan jaenal untuk masuk.

"Eh den jaenal, mau ketemu den januar ya?" Tanya pak satpam yang hanya diangguki sopan oleh jaenal.

AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang