«1»

3 2 0
                                    

Pagi itu, hanya ada suara berisik dari kendaraan yang lewat berlalu lalang di depan rumah megah minimalist.

Hari hari terasa sama seperti hari sebelumnya. Tak ada yang Spesial. Tak ada kata ucapan selamat pagi, dan tak ada orang di rumah itu selain dirinya.

Ada kala nya El bersyukur atas kedamaian dan ketenangan yang ia dapat kan dari kesendiriannya. Tapi tetap saja ia Terkadang merasa kesepian, tak lepas dari kata ingin ditemani, disayang, di perhatikan. Namun itu hanya akan menjadi angan angan nya semata.

Ia masi setia duduk di ranjang kasurnya. Yang terdengar sekarang hanya suara jam. Menandakan waktu terus berjalan.

Ia mulai mengumpulkan nyawa nya yang belum seutuhnya utuh, sebelum menapakkan kaki ke lantai yang dingin.

Tak perlu waktu yang lama, sekarang ia telah lepas dari genggaman tempat tidur itu. Hal yang pertama kali El lakukan setelah bangun tidur bukan lah menggosok gigi lalu mandi, akan tetapi malah makan dan bersantai di ruang keluarga.
Hanya nama ruangan nya saja yang 'ruang keluarga' namun ruangan itu hanya ruangan biasa di mata El Pradita Sendakawala. Bukan tanpa alasan ia beranggapan begitu, Karna sejatinya ia tak mengerti arti keluarga sesungguhnya.

Entah apa yang ada di dalam otak nya saat ini, ia sendiri tak paham. Kenapa dirinya bisa menjadi seperti ini.
Ia berfikir ulang tentang semua yang terhadi bertahun tahun. Bagaikan air yang mengalir deras yang membanjiri rumah nya, lalu ia hanya bisa berusaha menghentikan air itu dengan sebuah baskom yang telah berlobang sana sini.
Begitu juga lah masalah yang ia alami selama bertahun tahun. Tak ada kata penyeselesaian. Masalah nya tak berhenti henti sampai kini. Terkadang ia berfikir apa tindakan nya kabur dari rumah ini adalah hal yang benar? Apakah dengan cara ia melupakan orang orang itu ia akan mendapatkan ketenangan batin?.

Tiada hari tanpa memikirkan itu semua. Dan setiap harinya El ingin berteriak dan menangis. El ingin menyerah.
Tapi tak bisa. Ia masih berharap bahwa Tuhan akan mendengarkan doa doanya.
Sekuat tenaga ia menahan tangisan yang ingin keluar dari matanya. Berharap ia melupakan kejadian itu. Kejadian yang membuatnya berubah drastis.

"gak boleh nangis- - malu! Lo itu cwok!! "
Ia berbicara kepada dirinya sendiri di depan cermin sambil meninju nya dengan pelan. Ia bukan orang yang jikalau sedang marah menghancurkan barang barang di skitarnya.

Sejenak ia pejamkan matanya lalu dibuka nya kembali, hal yang pertama ia lihat adalah langit langit rumahnya. Entah mengapa stiap ia melihat itu hati nya sedikit lebih tenang.

Ia melihat kalender hari ini. Tanggal yang tercetak pada kertas tebal berwarna putih itu menunjukan angka 15. Di bawah kalender itu terdapat bingkai foto yang tertutup bertahun tahun lamanya. Bisa di lihat telah banyak debu yang menghinggapi foto itu.

El menatap foto itu dengan nanar. Sorot mata nya seakan akan mengatakan bahwa semua masalah yang ada pada dirinya berasal dari foto itu.
Ia tak pernah melihat, bahkan memegang bingkai foto itu selama 5 tahun lamanya.
Seperti akan ada monster yang menariknya pergi ke tempat yang menyeramkan jika ia melakukan hal tersebut.

"maaf.. Gue masi belum bisa han-" El berkata lirih menatap bingkai tersebut.

Drrttt. Drrtt.

Tanpa basa basi ia mengangkat panggilan tersebut.

"El lu dimana? "

"Rumah." ia menjawab dengan seadanya.

"gak lupakan?"

"apa? " ia tak mengerti apa yang di bahas oleh laki laki bernama Andaka Wisnu Pratama yang berstatus teman masa kecil nya dulu. Hanya dia lah seorang teman nya yang masi setia menemaninya di situasi sekarang. Sebenarnya masih banyak yang perduli pada sosok El, tapi mungkin El sendiri tidak menyadari akan hal itu.

Terdengar helan nafas dari tama. "Ternyata kejadian itu bukan cuman buat lu jadi pendiem yah? Tapi jadi pikun juga! "

Tak ada jawaban dari El, ia hanya diam merenungi keadaan nya sekarang, ia tak berniat marah kepada teman nya itu. Karena semua yang di katanya adalah benar.

Dulu sosok dirinya yang di kenal banyak orang adalah laki laki tampan pintar yang ceria. Tiada hari tanpa kata kata random dari laki laki itu. Laki laki yang cukup populer di kalangan para wanita di sekolah nya, maupun di komplek rumahnya.

Namun setelah kejadian itu menimpa dirinya, ia berubah drastis. Sekarang sudah tak ada lagi sosok laki laki ceria yang memiliki semangat hidup itu. Kini tergantikan oleh sosok yang pendiam yang senyuman nya telah hilang untuk selamanya. Tak ada lagi kata kata random yang keluar dari mulutnya. Ia juga sudah menghilang dari hadapan orang orang yang dulu sempat dekat padanya.
El pergi jauh. Jauh dari jangkauan siapapun, dan yang mengetahui keberadaannya hanyalah Tama seorang.
Ia harus mengubur dalam dalam kejadian itu. Namun seperti nya Tuhan tak memberinya izin untuk melupakan nya dengan mudah. 5 tahun masi tak cukup untuk dirinya. Ia masih butuh waktu lebih banyak lagi.

"gue tau lu sekarang lagi mikirin itu" setelah terjeda lama akhirnya suara tama kembali ia dengar.

"enggak" El berusaha mengelak.

"dan gue juga tau kalau sekarang lo lagi bohong"

El menghela nafas pelan, ia benar benar sudah tak bisa berkutik jika teman nya telah berbicara seperti itu.

"gue.. Masi belom bisa tam- mungkin gak bakal pernah bisa" ia menatap ke arah jendela, cuaca diluar sekarang sangat lah cerah dan bagus, tapi tidak dengan cuaca yang berada dalam hatinya. Yang bertahun tahun tetap kelabu.

"El.. Gue yakin lo bisa. Lo harus yakin sama diri lo sendiri. Kita semua tau, kalau kejadian itu gak ada sangkut pautnya sama lo. Walaupun gak mudah, gue harap lo terus berusaha dan jangan nyerah!! " laki laki itu berusaha membuat dirinya agar tetap semangat menjalani hari hari. Tapi semuanya tak semudah yang dikatakan oleh tama.

"ya.. Gue bakal usaha-" walaupun dalam hatinya ia berkata semuanya mustahil tam.

"jadi.. Lo bisa kan dateng hari ini? "

El melirik jam yang terpaku di dinding. Jarum pendek itu menunjukan pukul 10.08 ia kembali meyakinkan dirinya sendiri, bahwa semuanya akan baik baik saja.

"oke gue bakal kesana " ucap nya ragu.

"sip! Kalau gitu"

"hm " Tanpa mau berlama lama El langsung memutuskan panggilan tersebut.
Ia langsung kembali ke kamar nya untuk mandi, lalu bergegas ke tempat tujuan nya.

Next.










LUKA BERCERITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang