«2»

7 1 0
                                    

Ia kembali menatap dirinya pada cermin yang tergantung pada dinding kamarnya. Ia melihat penampilan nya kali ini, ia merasa bahwa hal ini sangat lah sulit.
Untuk sekian lama nya El akan kembali ke tempat itu. Tempat dimana ia meninggalkan banyak kenangan indah disana. Tempat dirinya dan Hana Yasmien Carellin selalu bersama sama.
Tapi itu dulu.

"lakuin ini buat Tama! Teman yang selalu ada buat lo el." ia berusaha untuk tenang dengan alasan demi teman masa kecil nya yang telah menunggu lama dirinya untuk pulih.

※※※

Sekarang El telah berada di depan pintu keluar rumahnya. Ia masi ragu dengan keputusan nya untuk kembali ke tempat itu. Bagaimana nanti jika ia terluka lagi.

Memikirkan nya saja sudah membuat goresan luka di hatinya. Tapi ia tak ingin membuat tama kecewa padanya. Karena laki laki itulah yang membantu nya selama ini. Ia telah banyak merepotkan teman nya itu.

Pada akhirnya ia memantap kan tekadnya untuk kembali. Lagian hanya untuk satu hari. Itu tak akan lama kan?

Ia membuka gagang pintu lalu keluar, tak lupa juga ia mengunci nya.
Ingin semuanya cepat selesai, El mengambil mobil yang berada di dalam garasi nya. Mobil hitam kesayangan nya.

Di sepanjang perjalan nya El berdoa, meminta kepada Tuhan agar untuk kali ini ia berpihak kepada dirinya. Semoga dirinya tidak bertemu dengan orang orang yang ia hindari bertahun tahun lamanya. Semoga luka yang perlahan mulai sembuh tidak terbuka kembali.

.
.
.

El memberhentikan mobilnya di sebuah perkarangan rumah megah bernuansa putih degan pepohonan disekitarnya.
Damai.
Tak di sangka seseorang terlihat sedang menunggu nya di depan rumah dengan tatapan bangga dan Bersyukur.
Itu adalah tama. Dengan sigap tama memeluk tubuh El dengan erat, berusaha menyalurkan rasa senang nya serta semangat untuk El. Rasa rindu bertahun tahun kepada teman masa kecilnya memuncah. Tama ingin sekali menangis sekarang tapi ia cukup gengsi atau malu untuk menunjukan air mata nya kepada teman nya ini.

"gimana? Baik baik aja kan di sana? Gue lupa nanya kabar lo di telfon tadi, lo nya buru buru matiin sih" tama memukul pundak El sedikit keras. Namun di hadiahi senyum kecil dari El.

"gak usah senyum senyum lo, dikira cakep apa"

"maaf.. " El berkata sambil menunduk.

"dasar" tama segera menarik pundak laki laki itu untuk mengajak nya masuk terlebih dahulu. Di dalam rumah nya telah di isi oleh keluarga tama. El yang melihat itu pun sedikit terkejut, sama seperti El keluarga tama pun juga ikut terkejut saat mengetahui orang yang masuk ke kediaman nya adalah El.

"El.. Nak? " perempuan tua yang masih nampak cantik itu berkata seolah olah ia tak percaya apa yang di hadapanya.

El yang di sebut nama nya pun hanya bisa menarik ujung bibirnya membentuk lengkungan. El berusaha senyum walaupun hatinya sakit.

Perempuan tua itu menghampirinya dengan air mata yang turun membasahi wajah nya. " ini beneran El kan? " yang saat ini memegang pipinya adalah ibu nya tama, ibu nya tama juga adalah ibu ke dua untuk El.

Waktu kecil jika El di marahkan oleh orang tuanya El langsung berlari keluar dari rumah menuju rumah tama dengan tangisan tersedu sedu serta ingus yang berulang kali El sedot, El berlari menggunakan sendal berbentuk kodok nya yang tinggal sebelah, entah sebelah nya lagi tertinggal di rumah atau hilang.

Dan ibu nya tama hanya bisa tertawa saat melihat keadaan nya, tanpa tahu malu El meminta di gendong oleh ibu nya tama, tama yang melihat kejadian itu pun iri karena hanya El yang di gendong. Tak berselang lama setelah tangisan El reda kini tama yang menangis karena ingin digendong ibunya. Lagi lagi ibu tama hanya tertawa melihat tingkah lucu anak anak nya itu. Pada saat yang bersamaan El tidak ingin turun dari gendongan ibu kedua nya itu, El malah ikut menangis, al hasil ibunya menggendong tama serta El di waktu yang bersamaan. Ayah nya tama hanya geleng geleng sambil meneguk kopi nya yang lejat dan bergiji yang di buatkan oleh istri tercinta nya, sambil membaca koran.

El menganggukan kepalanya pelan, ia tak kuasa lagi untuk menahan tangisan nya. Pada akhirnya ia langsung memeluk perempuan di hadapanya nya itu, dengan tangisan yang masi setia di wajah keduanya.

Mereka yang melihat pun hanya bisa menatap sendu. Tama yang melihat pertemuan kembali antara ibu dan anak itu hanya bisa tersenyum bahagia. Sedangkan ayah nya masi mematung di belakang ibunya.

Maharani Senjana selaku ibunya tama mengusap air mata El dengan kasi sayang, ia bahkan mencium pipi anak kesayangan nya itu berkali kali lalu menariknya kembali kedalam dekapan nya.

"jangan pergi lagi.. El gak sayang yah sama ibu? " ia menatap mata anak nya dengan sorot mata sedih, anak nya yang telah pergi bertahun tahun tanpa memberi kabar orang orang dekatnya. Saat mengetahui itu hatinya hancur,serasa setengah dunia nya hilang. Bertahun tahun juga ibu nya tama menanyakan kabar El kepada tama, tapi pemuda itu hanya menjawab tidak tau.

El menggeleng kuat, ia tidak bermaksut membuat ibunya sedih. Namun takdir mempermaikan nya.

"terus kenapa tiba tiba pergi? Hm?" rani mulai terisak, sesak sekali dadanya saat mengatakan itu semua.

"jangan nangis.. Maafin El" el berusaha mengelap air mata yang jatuh dari mata indah ibunya itu. Namun hasilnya nihil. Ibunya masih saja menangisi dirinya.
Ada rasa bersalah saat ia melupakan sosok ibu tercintanya itu selama bertahun tahun.

"itu bukan salah kamu sayang.. Itu bukan salah El, jangan salahin diri kamu sendiri nak.. Ibu sakit ketika mendengar kabar mu waktu itu" rani masi setia menangis dan El masi setia mengelap air mata ibunya.

"andai semudah itu bu.. Andai.. " El mati matian menahan air matanya yang ingin keluar lagi. Ia berusaha kuat untuk sosok perempuan di depan nya saat ini.

"hana pergi itu udah takdirnya El.. Semunya sudah di rencanakan Tuhan.. Kamu gak bisa melawan atau menghindari itu semua nak" rani berusaha meyakin kan putranya itu bahwa ia tak salah, ia tak salah!.

El lagi lagi menggelengkan kepalanya kuat.
Ia tau bahwa ibu nya hanya berusaha untuk mengehilangkan rasa bersalahnya.
Namun itu tak akan berhasil. Karena ia tau semuanya. Ia tahu bahwa semua itu karena dirinya. Ia yang menyebabkan kematian hana. Andai saja waktu itu ia tak bertengkar dengan hana, andai saja ia tak meninggalkan hana sendirian, andai saja ia tak termakan omongan mantan nya hana waktu itu. Mungkin semuanya tidak akan terjadi. Kehidupan nya akan baik baik saja. Keluarganya dan keluarga hana pun tidak akan membencinya. Ibu nya tak akan mencaci nya, ayah nya tak akan memukuli nya setiap hari.

Mengingatnya saja sudah berhasil membuat luka nya menganga lebar. Sakit.
Sungguh. Walaupun beribu ribu maaf ia lontarkan kepada keluarga nya, mereka masih tak memaafkan El. Ibu hana masuk rumah sakit jiwa akibat gangguan mental setelah insiden yang menimpa anak semata wayang nya itu. Ayah nya hana tiada hari tanpa mengusik keluarga El, ia bahkan mengutuk dirinya agar kehidupnya tidak tenang.

Tuhann.. Sakit sekali rasanya.

Ia hanya bisa berkata lirih didalam hatinya.

Next!?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LUKA BERCERITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang