[ seulmin ] A Journey To Forever

86 10 1
                                    

Its true that love is confusing.

Sometimes, you think the one you love feels the same way as you do, but just when you think your dream is coming true, you suddenly see them with someone else.

.

.

"Kamu tahu tidak, hampir semua dongeng ciptaan H.C. Andersen berakhir menyedihkan?"

"Tidak," sahutku sambil tetap fokus pada kemudi.

Sang surya mulai kembali ke peraduan. Berkas jingganya menyinari sepasang manik yang kini tengah memandangku dengan penuh cinta.

"Misalnya dongeng The Little Mermaid versi asli-menceritakan tentang seorang putri duyung yang membuat tawar-menawar jahat dengan penyihir laut. Ia memotong lidahnya agar ekornya hilang dan berganti dengan kaki, semua hanya untuk cintanya pada seorang pangeran. Namun ternyata pangeran tersebut sudah punya pilihannya sendiri."

But a mermaid has no tears,
and therefore she suffers so much more.

Senandungnya lirih.

"Lalu?" tanyaku sambil mengubah perseneling.

"Kisah cinderella," lanjutnya pelan. "Versi populernya menceritakan bahwa cinderella yang cantik pada akhirnya menikahi pangeran. Namun di cerita aslinya, saudari tiri cinderela sampai memotong jari kakinya agar dapat memakai sepatu kaca yang tertinggal." Ia melanjutkan kata-katanya dengan manik mata yang kini dilingkupi sepi.

"Apa aku harus memotong lidah atau jariku dulu untuk dapat bersatu denganmu?" tanyanya sendu.

Aku menolehkan wajahku padanya.

Seulgi masih tetap sama. Mata itu selalu berpendar kala memandangiku. Bibirnya masih semanis cherry ketika aku mengecapnya dalam sebuah ciuman. Suaranya masih semerdu alunan dawai ketika kami berdua bertukar napas dalam sebuah tarian cinta.

Ia tetap Seulgi.

Seulgi yang aku cintai.

"Apa menurutmu-cinta merupakan sesuatu yang nyata?" tanyanya lagi. Kali ini aku bisa merasakan kegetiran dalam nada bicaranya.

Aku hanya mengangguk. Aku memang selalu tidak memiliki jawaban yang pantas untuk setiap pertanyaannya. Namun kali ini aku coba menjawab, "Karena cinta bisa diwujudkan."

"Apakah sebuah perasaan tanpa memiliki juga disebut cinta? Tidak bisa menyentuh, tidak bisa memeluk, tidak bisa mencium..."

"Itu juga cinta," jawabku sendiri tak yakin.

"Jadi cinta itu nyata?"

"Iya..."

"Buktinya?"

"Cintaku padamu..," sahutku seraya menyentuhkan ujung hidungnya ke pipiku. Panjang, lama, manis, dan mesra...

Dapat kulihat semburat hangat merayap di pipinya, "benarkah?" tanyanya menggodaku.

"Ya... Aku mencintaimu Kang Seulgi..." jawabku lagi sambil mencuri cium pipinya. Manis sekali.

Aku tersenyum. Aku tidak tahu apakah aku tersenyum karena bahagia atau karena perih. Bahagia karena cinta kami terasa begitu manis. Perih karena...

"Aku suka sekali pantai," begitu katanya ketika mobil kami mulai menyisir jalur pantai. Jalan yang tengah kami lalui memang berbatasan dengan bibir pantai. Horisonnya kelihatan panjang dan melengkung. Laut tenang dengan buihnya yang putih. Burung camar berbondong-bondong pulang ke sarang. Udara perlahan merayap dingin.

BangtanVelvet Story CollectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang