Part 3

2.5K 85 0
                                    


***

"ASInya keluar!" Ucap Ryan sedikit keras saat dia melakukan rutinitas pompanya, Ryan mendapati tetes-tetes susu mulai keluar dari putingnya. Pria muda itu senang bukan main bagaimana tidak? Ini sudah hari ke 25 dan akhirnya semua kesakitannya terbayarkan, Ryan terharu sekali.

"Keluar?" Juan yang tadi sedang menjemur Jean di balkon langsung menghampiri kala mendengar suara kuat Ryan.

"Iya, Mas."

"Kalau begitu, coba susui Jean." Juan menyerahkan si bayi dalam gendongan Ryan yang dengan telaten mengarahkan putingnya ke mulut sang anak secara perlahan.

"Coba lepaskan. Kalau dia menangis berarti ASInya keluar." Ryan menurut, dia menarik putingnya lepas dari mulut Jean dan benar saja, bayi itu menangis kuat. Melihat itu, dengan perasaan haru, Ryan langsung mengarahkan putingnya kembali ke mulut anaknya.

"Astaga, akhirnya!" Bukan hanya Ryan tapi Juan pun juga ikut terharu.

"Minum yang banyak, Nak." Ucap Juan sambil mengelusi kepala si bayi kecil.

"Kalau begitu, 5 hari lagi suntikan mu benar-benar selesai." Juan berucap senang sambil mengelus punggung Ryan.

Mereka menunggui Jean yang menyusui lebih dari 15 menit, keduanya senang bukan main melihat bayi kecil itu akhirnya bisa menyusu secara langsung dan tidak lagi harus bergantung pada pasokan ASI dari ibu susu rumah sakit dan meskipun putingnya bengkak juga sakit, Ryan tidak masalah. Dia hanya ingin putrinya tumbuh sehat seperti bayi pada umumnya, hanya itu.

***

"Puting mu masih nyeri?" Tanya Juan saat menyadari Ryan terus meringis sambil membereskan pakaian-pakain Jean yang baru dicuci.

"Iya, Mas. Rasanya tidak nyaman juga."

"Ini." Juan memberikan beberapa paper bag pada Ryan.

"Apa ini, Mas?"

"Dress menyusui milik ibu anak-anak dulu. Tubuh mu mulai menggemuk dan dada mu membesar Ryan, baju-baju mu menyempit dan jelas itu yang membuat mu tidak nyaman. Puting mu yang bergesekan kasar pada pakaian itu yang membuat nyeri dan kalau dibiarkan bisa lecet." Terang Juan.

"Tapi aku malu, Mas. Apa kata orang kalau aku pakai dress? Tidak ih, mas." Ryan menolak.

"Kamu malu dengan siapa sih? Kan di apartemen ini cuma kita, trus kamu pernah bertemu dengan penghuni lain memang? Pakai saja. Sekalian itu bra menyusuinya juga, biar puting mu tidak membayang begitu dari luar pakaian mu." Juan menunjuk bagian dada Ryan yang putingnya membayang jelas di kaos birunya.

"Tapi, Mas..." Ryan masih ragu.

"Terserahlah, kalau kamu ga mau ya sudah. Ayo kita suntik saja dulu." Juan memasuki kamar yang disusul oleh Ryan.

"Ini suntikan untuk induksi laktasi terakhir, dan setelah hari ini aku akan menyuntikkan pelancar ASI sampai seterusnya. Kamu siap?" Tanya Juan pada Ryan yang sudah berbaring di ranjang.

"Iya, Mas."

Suntikan demi suntikan Juan berikan pada Ryan dan meskipun sudah terbiasa, pria muda itu masih merasakan sakit. Seperti biasa, selagi menunggu reaksi dari obatnya, Juan menyantap makan malamnya dan Ryan beristirahat, menyiapkan mental untuk menerima rasa sakit.

Saat Ryan mulai merasakan sakit menyerang, Juan masuk ke kamar dan duduk di sisi ranjang bagian kanan, tempat dimana dia tidur selama beberapa hari ini. Dengan perlahan ayah dua anak itu membuka kancing piyama Ryan hingga menampakan dada yang cukup besar dengan puting seukuran kelereng kecil. Seperti biasa, Juan mulai memijat dada Ryan demi mengurangi rasa sakit.

Ryan & Juan (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang