Berderai, Pasal 9: Ketidaksengajaan.

386 56 1
                                    

Junkyu yang mendapat kabar dari Asahi tentang Yoshi hanya termenung di meja kerjanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa dirinya begitu khawatir dengan Yoshi yang terserang demam tinggi.

Pekerjaannya memang sudah selesai, tapi ia masih enggan untuk kembali ke rumah. Junkyu memijat pelipisnya pelan, terasa pusing dengan suasana hatinya yang tetiba berubah-ubah.

"Kak Junkyu, ini teh herbal yang kamu minta," ucap Jaehyuk yang datang membawa secangkir teh permintaan Junkyu.

"Terima kasih, Jaehyuk." Jaehyuk hanya menganggukkan kepalanya.

Junkyu pun meminumnya sembari menyesapi aroma yang keluar dari teh herbal tersebut. Matanya menatap langit sore dari kaca kantor yang tembus pandang ke luar. Penatnya berangsur membaik, namun dirinya tidak bisa lepas akan bayangan sang anak.

"Yoshi?" ucap Jaehyuk yang duduk di kursi depan Junkyu. Junkyu hanya menaikkan alisnya kebingungan.

"Pulanglah, kak. Mau sampai kapan kakak berdiam diri di sini?" Junkyu terdiam dengan cangkir di tangannya tanpa bisa menjawab pertanyaan Jaehyuk.

"Bukan aku bermaksud untuk ikut campur, tidak sama sekali. Hanya saja, Yoshi membutuhkanmu. Asahi sudah bercerita padaku jika Yoshi begitu menyesal dan sangat merindukanmu. Aku tau jika Kak Junkyu pasti juga merindukan Yoshi."

Perkataan Jaehyuk membuat Junkyu terdiam dan merenung cukup lama. Tidak dapat dipungkiri bahwa dirinya begitu merindukan anak semata wayangnya.

"Akan aku pikirkan lagi nanti. Terima kasih, Jaehyuk. Hari sudah semakin sore, kamu boleh kembali ke rumah."

Jaehyuk hanya menghela napas pelan. Ia berpamitan untuk pulang dan meninggalkan Junkyu yang masih belum mau beranjak dari kantor. Junkyu memang orang yang tidak mudah ditebak.

"Mamo, aku harus apa?" gumamnya menatap foto dalam pigura yang terletak di meja kerjanya. Foto tersebut adalah foto terakhir dirinya dengan Mamo beserta Yoshi kecil yang begitu menggemaskan.

☾.

Junkyu terbangun tepat setelah matahari terbenam. Kepalanya kembali pening akibat tertidur di meja kerja. Sedikit meregangkan badan lalu segera beranjak dari sana.

Di dalam perjalanan pulang, ia memutar radio musik kesukaannya dengan Mamo. Terputar lagu berjudul Only yang mengantarkannya akan impresi lalu bersama sang istri. Junkyu terbuai dalam suara merdu sang penyanyi dan rintikan hujan malam ini.

"Mamo, ku mohon, maafkan aku..."

Netra sendu Junkyu kini berderai air mata. Ia mencengkeram kuat setir mobil dan menumpahkan semua rasa sakitnya. Perasaan marah, hampa, dan kecewa pada dirinya menyergap ke dalam sukmanya. Dirinya bukanlah sosok orang tua dan ayah yang baik bagi sang anak.

"Maafkan ayah, Yoshi... Ayah Junkyu sayang Yoshi..."

Pandangan Junkyu yang mulai mengabur membuat penglihatannya terbatas. Dirinya larut dalam emosi rasa yang menyergap seluruh jiwanya.

Terlihat pejalan kaki yang akan menyeberangi jalan membuatnya tersadar. Junkyu pun memberhentikan mobilnya mendadak dan membelokkan setirnya ke pinggir jalan agar tidak menabrak sang pejalan kaki maupun kendaraan yang sedang melintas.

Ckiiit...

Buru-buru Junkyu menghampiri sang pejalan kaki yang tengah tengkurap di pinggir jalan. Si pejalan kaki terlihat mendudukkan dirinya sembari memegangi beberapa bagian dari tubuhnya yang luka.

"Ya Tuhan, sungguh, maafkan saya. Mari saya antar ke rumah sakit," ucap Junkyu melihat luka korbannya.

Si korban yang tengah menunduk kini mendongakkan kepalanya. Ia menatap raut khawatir Junkyu sembari tersenyum manis. Kepalanya menggeleng pelan, menandakan bahwa lukanya tidak terlalu parah.

"Tidak apa-apa, Tuan. Ini hanya luka biasa. Lagi pula, ini memang salah saya sendiri yang tidak berhati-hati," tolaknya halus.

Junkyu terkesiap. Senyuman manis itu mengingatkannya akan sang istri yang sudah tiada. Sungguh, pahatan indah milik Tuhan di hadapannya ini membuat aliran darahnya berdesir seketika.

"M-mamo..." lirih Junkyu.

Junkyu menggeleng pelan menghapus pemikiran buruknya. Mamo dan seseorang di hadapannya adalah dua orang yang berbeda.

"A-ah, tolong jangan menyalahkan dirimu sendiri. Ini memang murni kesalahan saya yang tidak fokus menyetir. Saya mohon, tolong jangan menolak bantuan saya. Biarkan saya bertanggung jawab atas kesalahan saya."

Seseorang di hadapannya pun menganggukkan kepalanya. Junkyu kini membawanya ke rumah sakit dan menelepon Jihoon untuk memeriksanya setelah Jihoon selesai menangani pasiennya. 

"Sebelumnya, terima kasih sudah bersedia membantu saya, Tuan," ujarnya kepada Junkyu yang sedang menyetir.

"A-ah, tolong jangan panggil saya Tuan. Panggil saja Junkyu, itu nama saya. Kamu tidak perlu berterima kasih, ini memang kesalahan saya. Jadi, tolong biarkan saya bertanggung jawab atas kesalahan saya, d-dek?" bingung Junkyu memanggil seseorang yang duduk di sampingnya.

"Panggil Mashiho saja, kak."

"A-ah, iya. Jadi, tolong biarkan saya bertanggung jawab atas kesalahan saya, Mashiho. Saya benar-benar meminta maaf karena membuatmu terluka."

"Tidak apa-apa, Tuan. A-ah, maksud saya Kak Junkyu. Saya memaklumi."

"Jangan terlalu formal begitu, Mashiho. Saya merasa begitu tua." Mashiho terkekeh mendengarnya.

"Tidak, kak. Kak Junkyu hanya terlihat dewasa, bukan tua. Kalau begitu, Kak Junkyu juga jangan terlalu formal kepadaku. Aku rasa, umur kita juga tidak terlalu jauh. Bagaimana kalau kita menjadi teman?" tawar Mashiho dan diangguki Junkyu.

"Boleh."

Tanpa sadar, senyum lebar terbit di bibir Junkyu. Lagu Only yang masih terputar di radio musik mobilnya menemani perjalanan pulang mereka. Diiringi oleh obrolan ringan dan bersenandung bersama menambah suasana hangat di antara mereka. Junkyu rasa, ia menemukan kembali permatanya yang hilang.

bersambung.

bikin satu chapter mikirnya sampe berhari-hari :")) maaf banget bagi yang nunggu, apalagi ini cerita alurnya lambat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

bikin satu chapter mikirnya sampe berhari-hari :")) maaf banget bagi yang nunggu, apalagi ini cerita alurnya lambat. semoga engga bosen aja deh kalian :"))

berderai, junshiho ft. hwanshi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang