"Yakin, Lo?" Diva tersenyum miring. Tangannya dengan santai mengambil sepuluh lembar uang berwarna merah, dan melambaikan di udara, dengan gaya angkuhnya
"Hehe, bercanda, Va. Lagian kaya gak kenal gue aja,"
Diva menghembuskan nafasnya, matanya menatap nyalang pada sosok yang langsung menjauh setelah mendapatkan uangnya, secara percuma.
"Cih, bahkan dia gak ngucapin terimakasih!" Diva mengalihkan pandangannya ke sekitar. Menatap beberapa orang yang terlihat sibuk dengan kebahagiaan masing-masing.
Di depan sana, tepat di sebuah bangku yang terlihat ramai. Sekelompok orang terlihat tertawa, salah satu diantaranya jelas ia kenal. Itu adalah Hendri teman laki-laki satu-satunya, sebelum sebuah masalah membuat mereka asing pada akhirnya.
"Dia bahkan dulu pendiam banget di kelas." tanpa sadar Diva berucap. Matanya terfokus pada Hendri yang terkadang tertawa terbahak-bahak, dengan gitar kesayangannya. Gitar yang bahkan, Diva tidak bisa pegang, tapi mereka bisa dengan santai memegangnya.
"Terkadang gue iri sama orang di luar sana. Mereka miskin, tapi terasa lebih bahagia."
***
Kevin
P
Hari ini gimana?
Maaf sebelumnya gue gak bilang kalau gue gak bisa sekolah.
Tadi pagi gue tiba-tiba demam, maaf ya?Diva tersenyum menatap pesan yang masuk ke ponselnya. Meskipun itu sudah satu jam yang lalu, dan sudah di balas olehnya. Diva masih merasa kosong tanpa pesan dari pria satu itu.
Anda
Ya, gak papa
Ya, gitu-gitu aja, gak ada yang spesial.
GWS ya.
Setelahnya Diva hanya bisa tersenyum saat pesannya hanya bercentang satu. Matanya kembali menatap seluruh ruangan. Merasakan bagaimana hampanya tinggal sendiri, dalam ke kosongan."Ah, memang beginilah arti hidup yang sebenarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Ternyata Sebuah Data
De TodoBagaimana perasaanmu ketika tahu ternyata selama ini pacarmu yang selalu di dekatmu ternyata terbuat dari sebuah data? dan tidak akan pernah bisa menyatu denganmu? Sedih? tentu. Begitulah perasaan Diva ketika tahu, Kevin pacarnya ternyata terbuat da...