Prealud

8 2 0
                                    

Katanya yang hilang akan diganti, yang patah akan tumbuh, dan yang hancur pasti terobati. Namun tidak dengan Renjana. Seperti yang pernah ia katakan “dia sudah pergi, dia tak akan kemabali. Dan bagaiamana dengan hari selanjutnya? Apakah akan ada yang menggantikan semua kenangannya?” Tidak. Semua yang Renjana rasakan masih sama masih membekas dan kenangan itu masih saja tersimpan rapi di dalam ingatannya.
Pot-pot bunga dihalaman rumahnya terlihat sangat tidak terurus, tanaman-tanaman yang seharusnya berbunga dengan indah dan daun-daun yang seharusnya terlihat segar kini semuanya terlihat sangat tidak terwat. Semua mati dan layu seperti pemiliknya.

“Renjana, gw masuk ya?” Sanum menyelonong masuk ke dalam rumah Renjana.

Sanum dia perempuan yang sampai saat ini masih betah berada disampingnya. Masih betah disamping laki-laki yang tidak tahu apa kata “bahagia”, Renjana menganggap bahwa bahagia itu adalah sesuatu yang menyakitkan. Berbeda dengan Sanum, ia percaya kalau tidak ada yang kekal di semesta ini. Bahagia ataupun sedih, begitupun yang hidup pasti akan mati, dan yang hancur pasti akan terobati walaupun tidak akan kembali utuh seperti sedia kala.

“ini rumah apa gudang sih, berantakan banget sih Ren”

Renjana masih saja sibuk untuk memakai dasi di lehernya. Didepan kaca Renjana melihat pantulan gambar Sanum. Perempuan itu ikut melihat pantulan dirinya dari kaca.

“Lo nggak capek apa?"

“capek kenapa?”

“terus kayak gitu. Menganggap semua yang ada di diri kamu itu ujungnya akan berakhir kesedihan.”

“kan memang seperti itu akhirnya Num”

“tapi kalo kamu tidak mau berusaha buat lepas dari semua kesedihan kamu, kamu juga nggak akan bisa ngerasain bagaimana rasanya bahagia.”

Laki-laki itu memang aneh. Dia lebih memilih terus bersedih, seakan-akan semua yang ada disemesta ini akhirnya akan pergi dan hanya meninggalkan sebuah kenangan yang menyedihkan. Laki-laki itu memang aneh, Renjana kalau ditanya lebih senang pergi ke suatu pesta pernikahan atau pergi ke rumah duka, pasti Renjana akan lebih memilih untuk pergi ke rumah duka. Seperti yang sering Renjana katakan “Num ngapain kepesta pernikahan, isinya mungkin kayak gitu. Bahagia yang orang-orang tunjukkan disana buat orang lain merasa sakit”. memang aneh laki-laki satu ini.

“kenapa sih kamu seneng banget kalau pergi ke pemakaman seseorang sih? Emang kamu kenal sama orang yang ditinggal ini?”

“aku kenal.”

“dan kamu belum jawab pertanyaan aku yang sebelumnya. Kenapa kamu lebih suka pergi ke pemakaman ?”

“iya karena aku lebih tenang aja kalau pergi kesebuah pemakaman seseorang. Aku tahu disana pasti ada banyak luka, dan tangisan. Dan karena disanalah aku jadi ingat kalau, nantinya pasti kita juga akan pergi seperti mereka sehingga kita yang ditinggal pergi akan tahu gimana caranya memluk luka sekaligus kenangan yang mereka tinggal.”

“kamu memang aneh”

“kamu juga betah disamping orang aneh kayak aku”

“karena aku kasian liat dunia kamu gelap terus, jadi ya aku yang akan memberikan warna di dunia mu.”

Sanum memang satu-satunya wanita yang betah berlama-lama disampingnya. Dahulu Sanum hanyalah teman kuliah, namun tidak tahu apa yang membuat Sanum bisa terus bersamanya dan semakin lebih dekat dengan laki-laki itu Renjana.

“Num, kamu mau tetap disini atau mau ikut aku masuk kesana?”

“kali ini aku mau ikut kamu masuk aja deh. Disini sendiri lama-lama bosen”

Keduanya turun dari mobil, dan melangkah masuk menuju rumah duka. Banyak tangis disana, banyak luka yang mereka genggam, banyak kecewa yang mereka rasa. Namun Renjana tenang mellihat dan mendengar irama itu. Isak tangis dan doa-doa yang mengiri perjalanan mereka berdua masuk dirumah duka itu. Setelah keduanya selesai berdoa dan memberikan ucapan bela sungkawa kepada keluarganya merekapun keluar dari rumah duka, untuk bergegas menuju kantor mereka bekerja.

EunoiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang