Bab 3

61 16 20
                                    

Beberapa kali Luhan membuang napasnya seraya memejamkan mata. Sekadar berdiri di depan pintu bus yang tengah terbuka nyatanya begitu sulit ia lakukan. Apalagi melangkahkan kaki untuk menaikinya.

Ada bayangan mengerikan di kepala setelah menyaksikan langsung apa yang terjadi pada kedua orang tuanya sabtu lalu.

Menimbulkan perasaan cemas yang membuat kakinya terasa sulit untuk melangkah. Debaran jantungnya pun begitu cepat hingga mengeluarkan keringat dingin pada telapak tangan yang mengepal.

Luhan mundur. Meski tekadnya kuat untuk bisa sampai sekolah dengan cepat. Namun, nyatanya ia masih belum siap kembali berurusan dengan kendaraan yang akan melaju, apalagi di jalan raya yang padat.

Luhan membungkukkan badannya menghadap bus itu, meminta maaf kepada Sopir dan juga para penumpang sebab perjalanan mereka yang terhambat olehnya.

Tangan kanannya menyentuh dada, merasakan debaran itu yang berangsur normal. Ia membuang napas lega kali ini.

Pada akhirnya di hari pertamanya kembali sekolah, ia memutuskan berjalan kaki untuk bisa sampai ke lingkungan yang penuh dengan siswa siswi itu. Setidaknya hatinya tenang, tidak dilanda kecemasan berlebihan seperti beberapa saat yang lalu.

"Mungkin besok aku bisa menaikinya," gumam Luhan melihat bus yang melewatinya.

• • •

Beberapa pasang mata terlihat menatapnya penuh perhatian, membuat Luhan canggung berjalan ke tempat duduknya yang berada di barisan ketiga dari depan.

Begitu pun dengan Joshua yang kini duduk menghadap ke arahnya tanpa berkedip.

"Aku sudah baik-baik saja, ketua kelas," ujar Luhan sebelum Joshua membuka suara. Seolah tahu apa yang akan diucapkan laki-laki itu.

"Tumben sekali kau datang terlambat."

Luhan hanya mengulas senyum cantik. "Banyak yang harus aku lakukan. Beruntungnya Pak Satpam sedang dalam kondisi hati yang sangat baik. Jadi gerbangnya belum di kunci."

"Kalau kau butuh bantuan, katakan saja padaku."

Tak lama bel masuk berbunyi, diikuti suara pintu yang di geser oleh seseorang. Itu wali kelas mereka yang ternyata tidak hanya sendiri.

Di belakangnya ada seorang laki-laki tinggi dengan seragam yang sama dengan mereka. Berdiri di depan, tepat di samping wali kelas. Menarik perhatian semua murid di kelas itu, tak terkecuali Joshua yang merasa tak asing.

"Hari ini kalian mendapatkan teman baru," ujar wali kelas setelah semua atensi murid mengarah padanya.

Wali kelas yang bernama Sooyong beralih menatap murid baru itu dan berujar, "Ayo perkenalkan dirimu."

Sebelum membuka suara, laki-laki itu mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan. Menatap satu persatu siswa dan siswi yang ada di sana. Manik matanya beradu tatap dengan Luhan sebentar.

'Ren? Kenapa dia bisa ada di sekolah ini?'

"Nama saya Oh Sehun. Senang bertemu dengan kalian semua."

Setelah perkenalan singkat yang dilakukan Sehun, Sooyong menyuruhnya untuk duduk di kursi kosong yang berada tepat di depan Luhan.

Terdengar beberapa siswi berseru iri karena Luhan yang mendapatkan kesempatan itu. Jarak yang sangat dekat dengan laki-laki yang mungkin akan menjadi incaran para perempuan mulai detik itu juga.

"Kegiatan belajar mengajar akan Ibu kembalikan kepada Guru yang bertugas. Ibu pamit undur diri. Jangan gaduh."

Sepeninggal Sooyong, hampir seluruh siswi di kelas itu tersenyum malu-malu melihat Sehun, beberapa terang-terangan berkenalan dengan mengulurkan tangan.

LuminescenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang