#001

386 182 360
                                    

(n) Aktifkan mode gelap untuk mendapatkan latar bacaan yang lebih mendukung.

Bagian ini memuat beberapa gambar yang dapat menimbulkan efek samping seperti ; rasa jijik, mual, muntah, dan takut.

Karena itu, sebagai pembaca yang baik harap sikapi dengan bijak. Terimakasih 😊❤️

































⚠️ TW // harsh word, suicide, blood, knife, gun, violence, etc. ⚠️






















Suara tawa meledak di sepanjang lorong panti. Beberapa suster menegurnya, Jake ─serta anak perempuan yang berlari mengejarnya itu menambah kegaduhan, sementara para suster kerepotan mengurus anak-anak lain yang rewel karena mendadak terkena demam masal sejak kemarin.

Hari masih pagi, namun Jake yang baru selesai mandi dan sarapan itu harus sudah banjir keringat lagi. Uhh! Jangan lupakan juga perutnya yang terasa seperti diaduk-aduk saat ini. Susu kambing bersatu dengan nasi kuah sup brokoli dari sarapannya tadi, Jake mual.

"Stop stop!" Jake berseru memberi komando. Ia bersandar di dinding lorong kemudian berjongkok memegangi perutnya, sedangkan anak perempuan tadi berdiri di dekatnya.

Jake menurunkan masker motif puppy yang menutupi ─sebagian─ wajahnya itu, berusaha menukar oksigen dengan bebas akibat rasa pengap sehabis berlari. Belakangan ini karena situasi semakin tidak kondusif di luaran sana, serta desas-desus yang beredar ─bahwa virus juga sudah memasuki Tekakwitha seiringan dengan melonjaknya angka kematian diantara anak-anak di sana, Mama Isabel memerintahkan mereka untuk tidak melepaskan masker. Sudah dua hari aturan itu berlaku, bagi anak seusia Jake tentu saja hal itu mengganggu.

"Aku ingin muntah," seru Jake. Ia menoleh ke arah kawannya yang kini mendekat dan ikut duduk di sampingnya. Mungkin jika bisa bicara ia akan bertanya "You okay?", karena itu Jake menggelengkan kepalanya sekarang.

Bocah itu mengangkat jari telunjuknya dan menaruhnya di bibir anak perempuan tadi. "Jangan bilang-bilang Mama ya, nanti Mama berpikir aku sakit. Aku tidak mau makan bubur asin," serunya. Namun beberapa detik kemudian ia menunjukkan ekspresi seperti berpikir. "Tidak mungkin juga sih kau bilang Mama, kau 'kan tidak bisa bicara."

Anak perempuan itu mengangguk. Mengiyakan keduanya, ia memang tidak bisa bicara dan tidak berniat untuk memberi tahu Mama Isabel kok.

Sementara kedua anak manusia itu sibuk dengan dunia mereka, suara ribut-ribut terdengar riuh redam dari suatu bilik. Pastor Pholen muncul dari ruangannya begitu pintu yang jaraknya hanya beberapa langkah dari Jake berjongkok itu terbuka.

"Tapi pastor, kesehatan serta keselamatan anak-anak di sini lebih penting. Bagaimana jika mereka semua terinfeksi karena kita tidak segera pindah?"

Jake mengerjap di tempatnya. Bocah itu sama sekali tidak bersuara, seolah paham dengan situasi pelik yang mengudara begitu Grace Isabel muncul dari dalam ruangan yang sama.

"B.N.C telah berjanji akan mencari obatnya. Lagi pula mereka mengganti rencana sejak virus itu mewabah 3 tahun lalu, tugas kita hampir selesai." Jhonatan Pholen mengangkat lengannya, mengelus pundak Grace Isabel yang sedikit terlonjak karena afeksi tiba-tiba pria itu.

LIVE-EVIL (Dimension of Dilemma) [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang